Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

NII di Mata N-Sebelas

Gerakan NII Abu Toto yang kini merebak dinilai menyimpang oleh para tokoh NII sebelumnya atau yang lebih dikenal sebagai N-Sebelas.

27 Februari 2000 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini


SESAT, manipulatif, radikal. Begitulah sederet kecaman yang ditujukan ke arah gerakan "Negara Islam Indonesia" yang kini tengah merebak di Kampus Ganesha, Institut Teknologi Bandung. Bahkan, Abu Toto, pemimpin Pondok Pesantren Al Zaitun di Indramayu, Jawa Barat, yang dituding berada di baliknya, digambarkan tak kurang bidahnya. Tak tanggung-tanggung, ulama ini divonis telah menyimpang dari rel Islam. Sejauh mana kebenarannya memang masih gelap. Untuk menelusurinya, berikut ini tanggapan dari sejumlah tokoh yang masih atau pernah berkecimpung dalam gerakan yang kerap disebut N-Sebelas itu.

Abdul Fatah Wirananggapati
Kuasa Usaha Komando Tertinggi NII, 77 tahun

NII versi Abu Toto ini sudah lain sekali. Pemahamannya ganjil. Tak wajib salat, tak ada hijab (kain pemisah) antara pria dan wanita, diharuskan membayar baiat sampai ratusan ribu rupiah. Itu sama sekali tak dikenal dalam ajaran Islam. Tak ada kamusnya. NII itu wadah penegak hukum Allah dan tidak mengenal cara-cara seperti ini. Itu tidak hanya merusak nama NII, tapi juga Islam. Jadi, bisa saya katakan bahwa orang-orang yang sekarang mengaku-aku sebagai NII itu bukan NII sebenarnya.

Cara-cara berdakwah NII itu tidak tepat. Dalam Alquran jelas-jelas diajarkan jangan melalui pemaksaan. Tidak usah seperti dulu lagi. Sekarang perjuangan kita harus persuasif. Apalagi di kalangan Tentara Nasional Indonesia sekarang ini kan sudah semakin banyak yang muslim.

Abdul Aziz Qahhar Mudzzakhar
Putra tokoh gerakan NII Qahhar Mudzzakhar, pengurus Pondok Pesantren Hidayatullah di Jakarta Timur, 35 tahun

Saya belum bisa menyimpulkan apakah gerakan NII di Bandung sekarang ini tak sejalan dengan NII yang dipimpin bapak saya. Jangan disikapi apriori dulu. Mungkin saja cita-citanya sama: menegakkan Islam, tapi beda penafsiran.

Saat ini, pengikut Qahhar Mudzzakhar di Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara khususnya masih cukup banyak. Tapi itu bukan berarti kami tengah membangun landasan negara Islam. Tidak ada gerakan di sana yang mengarah ke makar, apalagi lewat pemungutan uang dengan dalih infak. Kalaupun ada gerakan yang bertujuan mendirikan negara Islam, jumlahnya kecil. Sejak dulu, Qahhar selalu berpikir tidak harus negara Islam. Yang terpenting ideologinya.

Sekarang bersama teman-teman dari Partai Keadilan, lembaga dakwah, dan organisasi kepemudaan di Makassar, saya sedang memperjuangkan agar Sulawesi Selatan diberi otonomi khusus untuk memberlakukan syariat Islam secara total, seperti di Aceh. Hal ini pernah saya tanyakan ke Ketua MPR Amien Rais. Jawaban beliau, secara konstitusional gerakan kami ini bisa dilaksanakan. Dalam waktu satu-dua bulan, kita mulai menyiapkan konsepnya dan menampung ide yang lain.

Al Chaidar
Mantan Komandan NII Wilayah Bekasi Barat (1991-1996), 31 tahun

Saya meninggalkan gerakan NII setelah menyadari ajaran Abu Toto ini ujung-ujungnya hanya untuk memeras umat. Yang ditanamkan kepada para pengikutnya bukan hanya ketaatan membayar infak (sumbangan), tapi juga ketaatan lain yang sangat revolusioner. Dan konsep NII Abu Toto sangat berbeda dengan NII Kartosuwiryo. Infak bukan ditujukan untuk membantu kesejahteraan umat, tapi untuk memperbesar bisnisnya sendiri, lalu malah digunakan untuk membangun Al Zaitun, pondok pesantrennya yang megah di Indramayu. Juga untuk membeli pabrik minyak, sabun, penggergajian kayu, dan penggilingan beras di Cianjur.

Ajaran Abu Toto menganggap masa ini sama dengan zaman jahiliah, sehingga tidak ada keharusan melaksanakan salat. Bahkan, kalau pengikutnya melakukan kesalahan asusila, mereka cukup mengaku ke pimpinan, yang lalu akan membebaskannya dengan alasan hukum Islam saat itu belum berlaku.

Bahkan, untuk memperbesar kekuasaannya, Abu Toto tak segan memfitnah dan melaporkan komandemen wilayah lain ke aparat. Contohnya, di Serang, Machbud Sidiq dan 900 jemaahnya digerebek aparat komando distrik militer setempat karena laporan Abu Toto. Ketika menyatakan keluar pada 1996, saya pun diburu dan diancam akan dihabisi. Itu bukan hanya ke saya pribadi, tapi juga ke seluruh keluarga.

Ini menunjukkan betapa perilaku mereka sama sekali tidak Islami. Gerakan ini adalah wabah AIDS-nya agama dan akan menjadi bom waktu.

Karaniya Dharmasaputra, Hani Pudjiarti, Darmawan Sepriyossa

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus