Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Oligarki di Balik Pesta Rakyat

Oligarki menanam saham melalui pemberian dana kampanye serta menerima kompensasi berwujud peluang bisnis dan kekebalan hukum.

3 Februari 2023 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Simulasi pemungutan suara di Kantor KPU RI, Jakarta, 22 Maret 2022. Dok Tempo/Muhammad Hidayat

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Pemilu yang ditunggangi kepentingan oligarki akan menciptakan anomali politik.

  • Agenda bisnis sekelompok orang telah menyusupi pemilu.

  • Oligarki adalah pemegang kekuasaan yang sebenarnya.

JAKARTA – Pemilu yang ditunggangi kepentingan oligarki akan menciptakan anomali politik yang berdampak pada sektor yang menguntungkan oligarki itu sendiri. Oligarki akan menanam saham melalui dana kampanye saat pemilu dan menerima kompensasi berupa dividen politik.

Mantan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Denny Indrayana, mengatakan dividen politik itu meliputi dua hal, yakni kebijakan yang menguntungkan bisnis korporasi serta tameng dari kasus-kasus hukum yang mengancam kelompok oligarki. "Karena itu, mereka tidak bisa disentuh oleh masalah-masalah hukum," ujar Denny dalam diskusi peluncuran buku Oligarki, Sumber Daya Alam dan Ancamannya terhadap Pemilu 2024 di Jakarta, Kamis, 2 Februari 2023.

Senior partner Integrity Law Firm ini mengatakan oligarki yang menguasai sumber daya alam kemudian menguasai berbagai sumber daya partai politik. Oligarki lalu bersinggungan dengan perhelatan pemilu. “Mereka menjadi penentu yang sesungguhnya dari hasil pemilu. Apakah itu pemilu anggota legislatif atau presiden," ujarnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menurut Denny, oligarki yang menguasai pemilu merupakan realitas saat ini. Pesta demokrasi rakyat tidak lepas dari tudingan adanya tunggangan kekuasaan, termasuk dari kalangan oligarki dan pengusaha. Menurut akademikus yang juga berprofesi sebagai pengacara ini, pemilu bukan lagi ajang yang demokratis lantaran disusupi agenda segelintir orang. "Pemilu sudah disusupi agenda-agenda kepentingan oligarki yang politis," katanya.

Dana untuk kepentingan pemilu tidaklah gratis. Jika menengok ke belakang, menurut Denny, kampanye pemilihan presiden 2019 juga lekat dengan dukungan pengusaha. Di kubu Joko Widodo-Ma’ruf Amin, ada Erick Thohir, pengusaha dan pendiri Mahaka Group, yang kala itu menjadi Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN). Erick adalah adik dari Garibaldi Thohir, Presiden Direktur PT Adaro Energy Tbk, yang berbisnis di sektor pertambangan dan sumber daya alam.

Ada pula Hary Tanoesoedibjo, yang saat kampanye menjabat anggota Dewan Penasihat TKN Jokowi-Ma'ruf. Selain memiliki bisnis media, Hary terafiliasi dengan beberapa bisnis pertambangan. Lalu ada Sakti Wahyu Trenggono, pemilik usaha PT Indonesian Tower yang pernah menjadi Bendahara TKN.

Denny menyebutkan oligarki adalah pemegang kekuasaan yang sebenarnya. Dengan begitu, ancaman terhadap pelaksanaan pemilu adalah hadirnya kebijakan privat, bukan publik. Ia menyebutkan beberapa kebijakan yang menguntungkan kalangan pengusaha, seperti revisi Undang-Undang Mineral dan Batu Bara serta Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi, serta lahirnya UU Cipta Kerja dan UU Ibu Kota Negara.

Dalam penyusunan RUU Cipta Kerja, yang juga dikenal dengan nama omnibus law Cipta Kerja, terdapat nama-nama pengusaha yang mengisi Satuan Tugas Omnibus law.   

Tiga Jenis Oligarki

Aksi buruh menolak Perpu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja di kawasan Patung Kuda Arjuna, Jakarta, 14 Januari 2023. TEMPO/Hilman Fathurrahman W.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ahli hukum tata negara Zainal Arifin Mochtar mengatakan target rezim oligarki adalah menguasai pemerintahan. Setelah berhasil memegang alat kuasa, pelaku akan memakainya untuk mengambil hak orang lain. Zainal menyebutkan ada tiga jenis oligarki, yakni oligarki panglima yang terang-terangan menghabisi satu sama lain, oligarki kolektif yang  mengedepankan kerja sama, dan oligarki sipil.

“Kehebatan oligarki itu bisa menyamar ke masyarakat sipil sehingga agenda oligarki seakan-akan merupakan agenda masyarakat sipil. Padahal tidak. Itu adalah agenda oligarki yang dibawakan masyarakat sipil,” ujarnya. Menurut dia, oligarki yang hidup di Indonesia cukup rancu dan lebih berfokus pada prosedural.

Adapun pakar hukum tata negara dari Universitas Andalas, Feri Amsari, berpendapat kemungkinan suatu negara dimasuki kelompok oligarki atau pelaku usaha memang ada. Hal itu disebabkan adanya keinginan dari lembaga ataupun individu untuk melanjutkan kekuasaan. “Karena itu, negara dipagari oleh konstitusi. Dampak buruk jika oligarki tidak patuh terhadap konstitusi sangat besar,” ujarnya.

JIHAN RISTIYANTI | TIKA AYU
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus