Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Arsip

Pakar Pidana: Kasus Ibu-ibu Kampanye Hitam Bukan Ranah Polisi

Kasus tiga emak-emak yang menjadi tersangka dugaan kampanye hitam di Karawang, seharusnya bukan menjadi ranah kepolisian.

26 Februari 2019 | 11.18 WIB

Jokowi-Kalla Paling Banyak Diserang Kampanye Hitam
Perbesar
Jokowi-Kalla Paling Banyak Diserang Kampanye Hitam

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Pakar hukum pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar menilai, kasus tiga emak-emak yang menjadi tersangka dugaan kampanye hitam di Karawang, seharusnya bukan menjadi ranah kepolisian. Apapun aktivitas yang berkaitan dengan politik pemilihan termasuk kampanye hitam, ujar dia, sepatutnya menjadi yurisdiksi Badan Pengawas Pemilu atau Bawaslu. Musababnya, ujar dia, objek kasus ini adalah pelanggaran pemilu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Kepolisian sebagai lembaga negara, meskipun Kapolri-nya diangkat oleh calon presiden petahana, ia tetap harus bertindak objektif menyerahkan permasalahannya kepada Bawaslu,” ujar Fickar saat dihubungi Tempo pada Selasa, 26 Februari 2019.

Jika memang ditemukan unsur pidana dalam kasus ini, ujar Fickar, biarlah Gakkumdu menanganinya dan meneruskannya ke ranah hukum sesuai dengan UU pemilu. “Ketidakhati-hatian kepolisian yang langsung menangani kasus ini, akan melahirkan praduga bahwa kepolisian menjadi alat kekuasaan,” ujar dia.

Hari ini, Polda Jawa Barat mengumumkan bahwa sejak 25 Februari 2019 kemarin, telah menetapkan ketiganya sebagai tersangka. Polisi menjerat ketiganya dengan Pasal 28 ayat (2) Jo pasal 45A ayat (2) UU RI No. 19 tahun 2016 tentang perubahan atas UU RI No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Dua pasal ini merupakan ketentuan yang digunakan dalam kasus-kasus penyebaran kebencian berbasis SARA.

Ketiga tersangka ditangkap dua hari lalu, sekitar pukul 23.00 WIB di wilayah Karawang. Penangkapan itu terkait dengan beredarnya video dugaan kampanye hitam yang dilakukan ketiganya. Video tersebut beredar di media sosial. Video diunggah oleh akun @citrawida5 di twitter. Dalam video itu terlihat perempuan berbicara dalam bahasa Sunda saat kampanye dari pintu ke pintu. Mereka meyakinkan warga bahwa Jokowi akan melarang azan dan membolehkan pernikahan sesama jenis.

Fickar menilai, sangkaan ujaran kebencian yang digunakan dalam kasus ini tidak tepat, bahkan berlebihan. “Ujaran kebencian itu pasal karet dan justru penafsiran golongan dalam pasal ini menimbulkan bias. Tafsir ini jelas keliru dan inkonsisten karena tafsir dua penggolongan ini selain bersifat sementara, juga akan memicu ketidakadilan karena perlakuan yang tidak sama,” ujar dia.

Menurut Fickar, kasus ini merupakan preseden buruk seperti halnya kasus yang terjadi pada musisi Ahmad Dani. Direktur Lingkar Madani Ray Rangkuti juga mengatakan hal serupa. Menurut dia, kasus ini sejatinya harus terlebih dahulu ditangani oleh Bawaslu. Dari Bawaslu kemudian diserahkan ke Gakkumdu untuk ditetapkan jenis pelanggarannya apakah administratif atau pidana. ]

“Jika gakkumdu menetapkan bahwa 3 ibu-ibu tersebut diduga melakukan kampanye hitam, barulah kasusnya diserahkan kepada kepolisian. Oleh karena itu, kasus ini sejatinya berada di ruang pelanggaran pemilu, bukan pidana umum,” ujar Rangkuti saat dihubungi terpisah.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus