Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Menjelang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak November mendatang. Para juru kampanye, anggota tim sukses, serta pendukung para calon presiden aktif turut mengerahkan upaya pemenangan melalui penyampaian program dan janji-janji dari kandidat unggulan mereka masing-masing.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Namun realitanya, kampanye kerap kali disisipi aksi saling serang antar kandidat yang cenderung berfokus pada aspek negatif kandidat. Bahkan terdapat jenis kampanye yang menyebarkan berita bohong berupa hoaks tentang salah satu kandidat dengan maksud untuk menjatuhkan citra kandidat tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam dunia politik dan pemasaran, dikenal istilah kampanye hitam atau black campaign dan kampanye negatif. Keduanya kerap ditemukan saat masa-masa kampanye. Namun, masih banyak masyarakat yang bingung dengan kedua istilah ini. Lalu, bagaimanakah esensi dari kampanye negatif dan black campaign? Berikut ulasannya.
Apakah kampanye negatif sama dengan black campaign?
Kampanye negatif merupakan kampanye yang dilakukan dengan menunjukkan kelemahan dan kesalahan pihak lawan politik didukung dengan data riil. Sebab itu, pada dasarnya penggunaan kampanye negatif ini dipandang sah secara hukum. Bahkan, kampanye negatif dapat digunakan untuk menyoroti perbedaan di antara kandidat, sehingga membantu pemilih membuat keputusan dalam memilih para calon pemimpin.
Merujuk pada strategi politik yang berfokus pada pencitraan negatif terhadap pesaing, kampanye negatif dalam konteks politik juga dapat melibatkan penyorotan pada penyebaran informasi yang merugikan. Meskipun tujuan utamanya adalah untuk meraih dukungan dengan cara mengkritik pesaing, kampanye ini juga menyoroti perbedaan kebijakan, rekam jejak, dan karakter pesaingnya.
Sementara itu, dilansir dari laman Lawui, berbeda dengan kampanye negatif, black campaign lebih condong ke arah fitnah yang menyebarkan berita bohong terkait kandidat tertentu. Meskipun demikian, secara umum black campaign memiliki makna yang mirip dengan kampanye negatif.
Tepatnya, black campaign merupakan bentuk kampanye negatif yang lebih ekstrem karena dapat mencakup pembunuhan karakter, fitnah, bahkan manipulasi informasi yang dapat merugikan secara signifikan. Oleh karena itu, black campaign sering juga dianggap sebagai sub kategori dari kampanye negatif.
Kampanye jenis ini lebih berfokus pada menjegal lawan dengan penyebaran berita bohong. Umumnya para pelaku black campaign melakukan kampanye dengan menuduh pihak lawan dengan tuduhan palsu yang belum terbukti dan tidak memiliki relevansi dengan kapasitasnya sebagai pemimpin.
Perbedaan kampanye hitam dan kampanye negatif juga terdapat pada aspek hukum, pelaksanaan kampanye hitam dapat disanksi secara pidana berdasarkan Pasal 280 ayat 1 huruf d UU Pemilu dengan pidana penjara paling lama 2 tahun dan denda paling banyak Rp 24 juta.
NI KADEK TRISNA CINTYA DEWI | SHARISYA KUSUMA RAHMANDA I ARTIKA RACHMI FARMITA | RENO EZA MAHENDRA