Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Pasar Tanah Abang Belum Seramai Dulu, Begini Profil Tenabang dan Masa Kejayaannya

Setelah TikTok Shop dilarang, jumlah pengunjung Pasar Tanah Abang masih belum seramai sebelumnya. Ini sejarah Pasar Tanah Abang dan masa kejayaannya.

12 Oktober 2023 | 13.35 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah pedagang Pasar Tanah Abang menuding perang harga yang ditawarkan melalui live shopping di platform media sosial membuat penjualan mereka berkurang signifikan. Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono mengatakan hal ini terjadi karena perubahan gaya belanja konsumen dan pastikan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI tak akan beri bantuan dana untuk pedagang.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Semenjak pandemi Covid-19 menyerang dunia pada 2020 lalu, perubahan besar-besaran terjadi pada seluruh pola dan gaya hidup masyarakat. Perubahan perilaku dan gaya hidup ini tercermin dalam digitalisasi yang semakin melebur dalam setiap hal kecil di kehidupan masyarakat. Mulai dari pendidikan, jualan, berbelanja, kesehatan, dan hampir di seluruh bidang. Tentu saja perubahan perilaku dan gaya hidup ini banyak mempengaruhi orang-orang khususnya dalam bidang ekonomi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tidak dapat dipungkiri, ekonomi menjadi bidang yang paling terpengaruh dari adanya perubahan perilaku dan gaya hidup. Salah satu dampak dalam bidang ini dirasakan oleh para penjual di pasar Tanah Abang.

Para pedagang di sana mengeluhkan sepinya pembeli yang datang ke tempat tersebut beberapa tahun belakangan ini. Sepinya tempat grosir terbesar di Asia Tenggara ini tak lain disebabkan karena peralihan perilaku masyarakat yang lebih menyukai belanja online dari pada membeli langsung di pasar. 

Pasar Tanah Abang merupakan salah satu pasar grosir terbesar di Jakarta. Beberapa waktu belakangan, pasar yang berlokasi di kawasan Jakarta Pusat ini banyak menarik perhatian masyarakat lantaran kondisinya yang memprihatinkan karena sepinya pengunjung. 

Hal ini sangat disayangkan oleh para penjual, mengingat pasar ini menjadi tempat favorit masyarakat dalam berbelanja berbagai kebutuhan pada masa kejayaannya.

Profil Pasar Tanah Abang

Pasar grosir terbesar di Jakarta ini pertama kali didirikan oleh Yustinus Vinck pada tahun 1735. Yustinus merupakan salah satu sosok pejabat VOC yang pertama kali mendirikan pusat perbelanjaan ini setelah mendapat izin dari Gubernur Jenderal Belanda saat itu adalah Jenderal Abraham Patras.

Pada awal berdirinya, pasar ini hanya diizinkan untuk beroperasi dan melakukan proses jual beli hanya pada hari Sabtu saja. Oleh karena itu, pada awalnya pasar ini disebut Pasar Sabtu. Dibangun dengan sederhana, Pasar Tanah Abang tempo dulu memiliki atap rumbia dengan dinding anyaman bambu. Kala itu, pasar ini hanya memberikan izin untuk berdagang tekstil dan barang kelontong. Meskipun demikian, berdirinya pasar ini memberikan dampak yang luar biasa besar untuk menjadi titik permulaan berdirinya peradaban kita sekarang. 

Asal usul nama Tanah Abang sendiri didapat dari banyaknya pohon nabang atau palem yang tertanam di sekitarnya. Ketika itu, orang-orang Belanda kerap memanggil pasar ini dengan sebutan “De Nabang”. Dari sinilah orang-orang kemudian mulai menyebut pasar ini dengan sebutan Pasar Tanah Abang sampai sekarang.

Sementara itu, dalam buku Tenabang Tempo Doeloe (2017) karya Abdul Chaer, dijelaskan bahwa tanah tempat berdirinya pasar tersebut merupakan tanah yang dikuasai Belanda. Kemudian seorang Kapitan China bernama Phoa Beng Gam pada tahun 1648 meminta kepada VOC untuk membuka lahan di kawasan tersebut untuk dijadikan sebagai kebun. Aktivitas pekerjaan tersebut berjalan dengan baik sampai akhirnya Vinck mulai mendirikan pasar di kawasan tersebut.

Lima tahun setelah dibangun, kondisi perdagangan di pasar ini tidak berjalan dengan lancar. Hal ini disebabkan oleh peristiwa geger pecinan yang mengakibatkan pasar ini tidak dapat beroperasi dalam waktu yang lama. Hingga akhirnya pada tahun 1881, kegiatan jual beli di Pasar Tanah Abang berangsur membaik.

Setelah banyak saudagar Cina dan Arab kembali menggunakan kawasan ini untuk perdagangan, Pasar Tanah Abang pun kembali dibuka selama dua hari dalam seminggu yakni pada hari Rabu dan Sabtu. Awal abad ke-19 menjadi titik awal pembaharuan pada pasar ini. Sebab pada saat itu, pemerintah Batavia secara permanen melakukan perombakan dan membuat pasar ini aktif hingga hari ini.


Kilas Balik Kesuksesan Pasar Tanah Abang

Pada masa-masa kejayaannya, pusat perbelanjaan terbesar di Asia Tenggara ini selalu ramai pengunjung. Umumnya, semakin siang pasra ini akan semakin ramai oleh pengunjung. Dahulu, di lantai dasar blok A, jumlah pengunjung sangat ramai. Mereka banyak berlalu lalang dan berhenti untuk melihat barang yang ditawarkan oleh penjual atau sekadar bertanya-tanya. 

Barang-barang yang ditawarkan di pasar ini juga sangat beragam. Biasanya setiap lantai di khususkan untuk berjualan barang-barang tertentu. Misalnya di lantai tujuh yang dikhususkan untuk para pedagang yang menjual sepatu. Tak sampai di sini, blok B yang berada di dekat blok A pun banyak dikunjungi masyarakat yang lalu lalang mengunjungi pasar. Bahkan dahulu, pengunjung sampai berdesak-desakan untuk berbelanja di pasar ini.


SHARISYA KUSUMA RAHMANDA  I  ALIFYA SALSABILA NOVANTI  I  ANDIKA DWI

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus