Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Mataram - Seorang pekerja migran Indonesia (PMI) asal Desa Waringin, Kecamatan Suralaga, Kabupaten Lombok Timur, Gafur (30), dilaporkan tewas tertembak di Malaysia. Korban dilaporkan tewas dengan sejumlah peluru bersarang di tubuhnya. Korban ditemukan di kebun kelapa sawit di wilayah Simpang Ngu Miri, Malaysia Timur, Senin, 29 Juli 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sabahurrahman (24), keponakan korban yang juga pernah bekerja di lokasi yang sama dengan korban, mengaku memperoleh informasi tentang kematian Gafur dari sebuah grup WhatsApp pekerja migran. "Awalnya saya tidak percaya, tapi saya langsung telepon toke di sana, ternyata benar Gafur sudah meninggal," ujar Sabahurrahman yang dihubungi Tempo, Senin malam, 1 Agustus 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam grup WhatsApp tersebut terdapat foto dan video yang memperlihatkan kondisi korban Gafur dengan sejumlah peluru di bagian wajah dan perutnya. Sabahurrahman mendapat informasi bahwa peluru yang bersarang di tubuh Gafur berjumlah 20 butir. "Kata toke pelurunya sudah dikeluarkan di rumah sakit, jumlahnya 20," ujarnya.
Dari toke atau pemilik ladang sawit tersebut, Sabahurrahman mendapatkan informasi bahwa pada hari saat kejadian Gafur seorang diri berada di pondokan di atas bukit sekitar ladang sawit. Sekitar pukul 10.00 pagi waktu Malaysia, dua orang pencuri masuk ke pondokan korban.
"Seorang pencuri masuk ke pondokan dipergoki Gafur saat akan mengambil barang, dan langsung mengejar pencuri tersebut. Dia tidak tahu ada seorang pencuri lagi yang bersembunyi di batang sawit, dia lah yang menembak Gafur," cerita Sabahurrahman.
Menurut Sabahurrahman, Gafur dikenal sebagai sosok pemberani. Saat mengejar pencuri itu, korban membawa cangkul untuk melindungi diri atau melawan. "Tapi dia tidak bisa melawan, karena pencurinya menggunakan senjata," tuturnya.
Kepala Desa Waringin, Asikin, yang dihubungi Tempo Kamis malam, 1 Agustus 2024, membenarkan peristiwa kematian Gafur berdasarkan laporan orang tuanya. "Orang tua korban mendapat informasi dari adik ipar korban yang juga bekerja di tempat yang sama di Malaysia," kata Asikin.
Menurut Asikin, Gafur adalah PMI tidak berdokumen. "Korban jadi TKI Mandiri, tidak melalui PT," kata Asikin. "Sebagian besar PMI di lokasi itu tidak memiliki dokumen."
Lantaran tak memiliki dokumen, semula jenazah Gafur akan langsung dimakamkan di kebun sawit, karena khawatir semua akan tertangkap polisi Malaysia. Tapi polisi Malaysia datang sendiri ke lokasi tersebut. "Semua PMI yang tidak mengantongi dokumen, termasuk ipar korban, sudah lari menghindari polisi, tidak bisa kita kontak lagi," jelas Asikin.
Setelah mendapat laporan, pihak desa bersama keluarga langsung melapor ke Dinas Tenaga Kerja Lombok Timur dan Provinsi NTB. Pihak Disnaker langsung melapor ke BP3TKI (Balai Pelayanan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia) untuk mengupayakan pemulangan korban.
Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kabupaten Lombok Timur, Muhamad Khairi, mengakui telah mendapatkan laporan terkait kematian Gafur dari keluarga korban. "Setelah kami selidiki ternyata benar ada PMI yang meninggal, lalu kami cocokkan identitas yang diberikan keluarga sesuai identitas korban, akhirnya kami bersurat ke BP2MI" Kata Khairi.
Khairi mengatakan BP2MI juga telah bersurat ke KBRI di Malaysia. "Kita menunggu balasan suratnya terkait waktu pemulangan, tapi Insya Allah akan difasilitasi pemulangannya," jelas Khairi.
Terkait kronologis kejadian dan jumlah peluru ditubuh korban, Khairi menolak untuk berkomentar. "Kami menunggu penjelasan resmi," katanya.
Khairi membenarkan bahwa almarhum Gafur adalah PMI tak berdokumen. Status PMI tanpa dokumen itu seringkali menjadi penghambat proses pemulangan. "Pemerintah Malaysia akan menanyakan benar tidak korban adalah warga Indonesia," kata Khairi. "Tapi tentu pihak KBRI akan melakukan diplomasi dengan mencocokkan identitas korban dengan identitas yang diberikan keluarga.