Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Zaporizhzhia - Ketika Rusia dan Ukraina saling tuding atas serangan terhadap pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) terbesar di Eropa, seorang pekerja di sana mengatakan kepada ABC News bahwa dia khawatir tidak hanya untuk keselamatan keluarganya tetapi juga dunia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Jika sesuatu terjadi pada penyimpanan bahan bakar bekas, konsekuensinya bisa sama seperti Chernobyl," ujar pekerja tersebut, yang berbicara kepada ABC News dengan syarat anonim, dalam wawancara di kota Zaporizhzhia, Ukraina tenggara, Selasa, 16 Agustus 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pria Ukraina itu, yang adalah seorang insinyur di PLTN Zaporizhzhia dekat kota Enerhodar, mengatakan dia berencana untuk segera kembali bekerja karena rasa kewajiban kepada negaranya, meskipun istrinya mendesaknya untuk berhenti. Dia menggambarkan bagaimana tentara Rusia di pabrik selalu bersenjata dan memakai balaclavas (penutup wajah penuh).
"Jika mereka tidak menyukai penampilan Anda, mereka bisa meneriaki Anda," katanya. "Saya pernah mendengar bahwa beberapa orang dipukuli."
Tak lama setelah menginvasi negara tetangga Ukraina pada 24 Februari, pasukan Rusia menyerbu PLTN Zaporizhzhia, di tepi Sungai Dnipro di tenggara negara itu. Para pekerja Ukraina telah dibiarkan di tempat untuk menjaga agar pabrik tetap beroperasi, karena memasok listrik di seluruh negara yang dilanda perang itu.
"Jika semua orang meninggalkan stasiun, siapa yang akan bekerja di sana? Kami perlu membantu Ukraina," kata insinyur itu kepada ABC News.
Namun, pertempuran sengit di sekitar lokasi telah memicu kekhawatiran akan terjadinya bencana, seperti yang terjadi di PLTN Chernobyl di Ukraina utara lebih dari 36 tahun yang lalu.
Pada tanggal 26 April 1986, sebuah reaktor di pembangkit Chernobyl, sekitar 65 mil sebelah utara Kyiv, meledak dan memuntahkan sejumlah besar bahan radioaktif ke atmosfer, memaksa lebih dari 100.000 orang dalam radius 1.000 mil persegi untuk mengungsi. Peristiwa itu tetap menjadi kecelakaan nuklir terburuk di dunia.
Pasukan Rusia merebut PLTN Chernobyl yang sekarang sudah tidak berfungsi segera setelah meluncurkan invasi tetapi menyerahkan kendali fasilitas itu kepada pasukan Ukraina ketika mereka menarik diri dari daerah itu pada akhir Maret.
Sementara itu, bentrokan antara pasukan Rusia dan Ukraina di dekat PLTN Zaporizhzhia menyebabkan kebakaran di kompleks pelatihan di sana pada awal Maret. Pada 5 Agustus, penembakan di lokasi tersebut mengakibatkan beberapa ledakan di dekat switchboard listrik, menyebabkan pemadaman listrik, menurut Badan Energi Atom Internasional (IAEA), pengawas nuklir Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Pekan lalu, Direktur Jenderal IAEA Rafael Mariano Grossi memperingatkan bahwa situasi di PLTN Zaporizhzhia telah memburuk dengan cepat hingga menjadi sangat mengkhawatirkan dan pakar teknis badan tersebut harus diizinkan mengunjungi daerah tersebut untuk mengatasi masalah keamanan yang meningkat.
Pada hari Rabu, dalam pidato malamnya, Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy mengatakan pasukan Rusia harus segera menarik diri dari PLTN Zaporizhzhia dan daerah sekitarnya tanpa syarat apapun.
"Setiap insiden radiasi di PLTN Zaporizhzhia dapat mempengaruhi negara-negara Uni Eropa, Turki, Georgia, dan negara-negara di wilayah yang lebih jauh. Semuanya hanya bergantung pada arah dan kecepatan angin," Zelenskyy memperingatkan. "Jika tindakan Rusia menyebabkan bencana, konsekuensinya juga dapat menimpa mereka yang tetap diam sejauh ini."
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.