Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Moskow -Baru-baru ini, Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir alias PLTN Zaporizhzhia dianeksasi oleh Rusia di tengah kecamuk Perang Rusia Ukraina. Reuters menyampaikan bahwa 5 Oktober 2022 lalu, Presiden Rusia Vladimir Putin mengeluarkan dekrit untuk mendirikan perusahaan guna mengambil alih pembangkit tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Pabrik nuklir Zaporizhzhia sekarang berada di wilayah Federasi Rusia. Oleh karena itu, harus dioperasikan di bawah pengawasan badan-badan terkait kami (Rusia)," kata Wakil Menteri Luar Negeri Sergei Vershinin pada 6 Oktober 20202 sebagaimana dikutip oleh Reuters dari kantor berita RIA.
Ukraina Sangkal Rusia
Sementara itu, Ukraina menyangkal bahwa Zaporizhzhia telah dikuasai oleh Rusia. Kepala perusahaan energi nuklir Ukraina, Energoatom, Petro Kotin menegaskan bahwa segala keputusan kepemilikan hanya ditentukan di kantor pusat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Semua keputusan lebih lanjut mengenai pengoperasian stasiun (PLTN Zaporizhzhia) akan dibuat langsung di Kantor Pusat Energoatom. Kami akan terus bekerja di bawah hukum Ukraina, di dalam sistem energi Ukraina, di dalam Energoatom," ujar Kotin dalam video yang dikutip oleh Reuters.
Kotin juga mendesak para pekerja Ukraina di PLTN Zaporizhzhia untuk tidak menandatangani dokumen apa pun dengan pihak Rusia.
Berulang Kali Jadi Sasaran Tembak
Dihimpun dari catatan Tempo dan Reuters, PLTN Zaporizhzhia setidaknya telah menjadi sasaran tembak Perang Rusia Ukraina sebanyak tiga kali, yaitu 5 Agustus, 28 Agustus, dan 8 Oktober.
Dari ketiga peristiwa penembakan tersebut, baik Rusia maupun Ukraina enggan untuk mengaku dan bertanggung jawab, tetapi justru saling menyalahkan.
Pada dua peristiwa penembakan awal, Putin diketahui menuai kecaman dari sejumlah negara, termasuk negara Kelompok G7. Reuters mencatat pada 20 Agustus 2022 lalu, Putin akhirnya mengizinkan akses bagi Tim Inspeksi Independen guna meninjau kondisi di Zaporizhzhia usai dikabarkan menerima telepon dari Presiden Prancis Emmanuel Macron.
Baca juga : Puan Dorong Perdamaian Ukraina dengan Rusia
Lantas, pada peristiwa penembakan terbaru, 8 Oktober malam hari, Reuters melaporkan bahwa PLTN Zaporizhzhia terpaksa menggunakan generator darurat sebab peristiwa penembakan memotong jalur 750 Kilovolt listrik sebagai daya eksternal pabrik. Pembangkit ini juga dikabarkan mematikan enam reaktor miliknya guna mengurangi daya dan kebutuhan listrik.
Perlu diketahui, pasokan listrik eksternal tersebut dibutuhkan untuk mendinginkan reaktor di PLTN Zaporizhzhia agar tidak mengalami kehancuran. Pembangkit ini pun juga menjadi PLTN terbesar di Eropa dengan kapasitas mencapai 6.000 Megawatt dan bertanggung jawab terhadap 50 hingga 60 persen pasokan listrik di Ukraina
Meskipun telah ditangani dengan penggunaan generator darurat, Kotin meragukan generator ini dapat bertahan lama. “Kalau bahan bakar (generator darurat) habis, setelah itu akan berhenti. Dan setelah itu akan terjadi bencana. Akan terjadi pencairan inti aktif dan pelepasan (bahan) radioaktif dari sana (PLTN Zaporizhzhia),” jelas Kotin.
Kabar penggunaan generator darurat itu juga dikonfirmasi oleh Badan Energi Atom Internasional alias IAEA. Badan ini diketahui setidaknya menempatkan dua pengamatnya di Zaporizhzhia guna memantau kondisi nuklir di sana.
"Semua sistem keselamatan pabrik terus menerima daya dan beroperasi secara normal (meskipun di tengah kecamuk perang Rusia Ukraina). Para ahli IAEA (yang ditempatkan di Zaporizhzhia) diberitahu oleh staf operasi senior Ukraina," jelas IAEA sebagaimana dikutip dari Reuters.
ACHMAD HANIF IMADUDDIN
Baca juga : Dituding Siapkan Senjata Nuklir Kiamat Poseidon, Ini Kata Rusia
Ikuti berita terkini dari Tempo.co di Google News, klik di sini.