Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Arsip

Pengamanan Lebih Ketat Pelantikan Presiden

Pengamanan mega menjelang pelantikan presiden dinilai sebagian masyarakat berlebihan.

19 Oktober 2019 | 12.05 WIB

Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres) saat melakukan simulasi pengamanan pelantikan Presiden dan Wakil Presiden di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat, 18 Oktober 2019. Simulasi pengamanan tersebut dilakukan menjelang pelantikan Presiden dan Wakil Presiden terpilih Joko Widodo-Ma'ruf Amin yang akan dilaksanakan pada Minggu, 20 Oktober 2019. TEMPO/M Taufan Rengganis
Perbesar
Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres) saat melakukan simulasi pengamanan pelantikan Presiden dan Wakil Presiden di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat, 18 Oktober 2019. Simulasi pengamanan tersebut dilakukan menjelang pelantikan Presiden dan Wakil Presiden terpilih Joko Widodo-Ma'ruf Amin yang akan dilaksanakan pada Minggu, 20 Oktober 2019. TEMPO/M Taufan Rengganis

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Sekitar 31 ribu personel Polri dan TNI dikerahkan untuk mengamankan pelantikan Presiden dan Wakil Presiden Joko Widodo - Ma'ruf Amin pada Ahad besok, 20 Oktober 2019. Pengamanan acara itu dinilai berlebihan dan membuat masyarakat tak nyaman.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Jumlah tersebut jauh meningkat ketimbang acara yang sama lima tahun lalu saat Jokowi ditasbihkan sebagai Presiden Indonesia untuk periode pertama bersama Wakil Presiden Jusuf Kalla. Saat itu, jumlah aparat pengamanan yang dikerahkan kurang dari 25 ribu orang.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tak hanya itu, kali ini pengamanan Presiden juga membuat sejumlah jalan di ibu kota harus ditutup, setidaknya di sekitar Gedung DPR - MPR dimana acara itu akan digelar. Jalan Gatot Subroto, Jalan Tentara Pelajar dan Jalan Gerbang Pemuda ditutup satu jalur sejak Jumat kemarin hingga Ahad besok.

Di sejumlah pusat keramaian seperti mal, pengamanan juga diperketat. Panser-panser TNI dikerahkan ke tengah masyarakat. Ini seperti yang terlihat di ITC Glodok di mana sebuah panser TNI sudah terparkir sejak Kamis kemarin. Sebuah posko berisi 15 orang anggota militer juga disiagakan.

Pengamanan yang lebih ketat tersebut, menurut Kepala Kepolisian Republk Indonesia Jenderal Tito Karnavian untuk mengantisipasi unjuk rasa yang kemungkinan akan terjadi saat acara pelantikan Jokowi - Ma'ruf Amin digelar. Pasalnya, menurut Tito, unjuk rasa yang terjadi belakangan ini kerap berakhir ricuh.

"Pengalaman kami beberapa kali terjadi, adik-adik mahasiswa pada siang hari (berdemonstrasi) aman saja, tapi malamnya mulai lempar batu, bakar-bakaran, ada senjata berbahaya, merusak fasilitas umum," ujarnya usai apel pengamanan pelantikan tersebut di Lapangan Silang Monas, Kamis kemarin 17 Oktober 2019.

Tak hanya itu, polisi juga mengeluarkan larangan berdemonstrasi di seluruh daerah hingga pelantikan besok. Meskipun mengakui bahwa demonstrasi merupakan hak yang dilindungi undang-undang, Tito menyatakan bahwa hal itu sebagai diskresi Polri untuk menjaga harkat dan martabat bangsa.

"Kami tidak mau menanggung risiko bangsa dicap buruk. Ini momentum untuk menunjukkan ke dunia internasional bahwa kita bangsa yang besar, tertib dan damai," kata Tito.

Sejumlah kendaraan untuk pengamanan pelantikan Presiden Jokowi dan Wapres Jusuf Kalla terparkir di komplek DPR/MPR RI Senayan, Jakarta, 20 Oktober 2014. TEMPO/M Iqbal Ichsan

Pengamanan berimbas sampai ke daerah sekitar DKI Jakarta. Polisi berupaya menyekat ruang untuk potensi mobilisasi massa yang menuju DKI Jakarta. Di Tangerang Selatan, misalnya, sebanyak 250 personel gabungan disiagakan untuk itu. 

"Pasukan disiagakan di polres dan polsek- polsek, kami pertebal di Pamulang dan Ciputat karena saat demo kemarin yang berangkat dari sana cukup banyak," ujar Kepala Biro Operasi Polres Tangerang Selatan Komisaris Murodih. 

Murodih mengancam akan melakukan pembubaran paksa jika massa berkeras berangkat demonstrasi ke Gedung DPR. "Pemahaman sudah, sosialisasi sudah. Ya kalau mereka terpaksa, kami bubarkan paksa," kata dia.

Pemerintahan daerah setempat ikut mengimbau warganya waspadai bentuk-bentuk provokasi di hari pelantikan presiden. Bupati Bogor Ade Yasin bahkan sampai mengancam akan menuntut guru dan orang tua murid yang anaknya ikut berdemonstrasi.

"Saya sudah sampaikan tadi, akan menuntut pihak sekolah dan orang tua yang membiarkan anaknya yang bolos ke sana," ucap Ade Yasin saat gelar olah raga bersama siswa, guru dan orang tuanya di Cibinong, Jumat 18 Oktober 2019

Di Bekasi, Wali Kota Rahmat Effendi mendukung dengan meniadakan agenda Car Free Day (CFD) yang biasanya digelar di Jalan Ahmad Yani. Alasannya, untuk mengantisipasi adanya gangguan keamanan, ketertiban umum dan ketentraman masyarakat.

Pengamanan yang lebih ketat dan larangan demonstrasi mendapat reaksi cibiran dari sebagian kalangan. Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Hassanuddin Makassar Fatir Kasim menilai larangan itu sebagai pelanggaran terhadap hak masyarakat.

Fatir menyatakan bahwa larangan yang juga sempat diucapkan Kapolda Sulawesi Selatan Inspektur Jenderal Mas Guntur Laupe itu justru memprovokasi mahasiswa. “Sebenarnya Pak Kapolda sedang memprovokasi mahasiswa turun aksi," ujarnya.

Pengamat intelijen dan keamanan yang juga mahasiswa doktoral Universitas Indonesia, Stanislaus Riyanta, meyebut polisi berlebihan. Menurut dia, Polri seharusnya menyikapi demonstrasi seperti biasa saja.

"Seharusnya ada cara lain yang lebih bijak, Polri kalau mahasiswa mau demo, ya, dikawal saja. Dikawal dengan ketat, diberi pagar betis, dikawal demo seperti biasa begitu," ujarnya dalam diskusi publik ‘Menakar Situasi Polhukam Menjelang Pelantikan Presiden dan Wakil Presiden RI’ oleh Indonesian Public Institute di Jakarta, Selasa kemarin.

Adapun sebagian masyarakat di Bekasi menilai kebijakan peniadaan CFD  terlalu mengada-ada. Pasalnya, lokasi mereka dengan pelantikan Presiden dan Wakil Presiden Jokowi-Ma'ruf Amin terbilang jauh. "Ini lebay," ujar Tati, seorang warga Bekasi yang ditemui Tempo.

Ketapel kayu pelontar peledak yang akan digunakan untiuk menggagalkan pelantikan Jokowi diperlihatkan oleh penyidik Polda Metro Jaya, Senin, 21 Oktober 2019. Tempo/M Yusuf Manurung

Namun, menegaskan mendesaknya pengamanan yang lebih ketat, Polda Metro Jaya mengungkap keberhasilannya menggagalkan plot bom ketapel di hari pelantikan Presiden Jokowi dan Wapres Ma'ruf Amin pada 20 Oktober 2019. Komplotan para tersangkanya disebut masih terkoneksi dengan kelompok bom ikan dosen IPB Abdul Basith, eks Danjen Kopassus Soenarko, dkk.

"Rencananya untuk ketapel dan bola karet itu akan dipakai di Gedung MPR (lokasi pelantikan presiden) untuk menyerang aparat," ujar Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Argo Yuwono, di kantornya, Senin, 21 Oktober 2019.

INGE KLARA| FIKRI ARIGI| KURNIANTO| ADI WARSONO|DIDIT HARIYADI | M. YUSUF MANURUNG


KOREKSI:
Artikel ini telah diubah pada Selasa 22 Oktober 2019, Pukul 11.20 WIB. Perbaikan sekaligus menambahkan keterangan dari Polda Metro Jaya tentang bukti adanya upaya menggagalkan pelantikan presiden lewat bom ketapel. 

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus