Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Kisah Sebuah Flat di Moskow

Setelah hampir sepuluh tahun menjadi eksil, Utuy Tatang Sontani baru diketahui keberadaannya. Saat itu keluarganya menganggap Utuy telah tiada.

9 Mei 2020 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Son Diamar (kanan), Sudewi Martine (kedua kiri), dan istri Utuy, Rd. Asiah Tedjakeraton (ketiga kiri), saat foto keluarga di acara pernikahan anak bungsu Utuy Tatang Sontani, di Jakarta, 1980./Dok. Keluarga

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KEBERADAAN Utuy Tatang Sontani di Moskow pertama kali diketahui oleh Ajip Rosidi, yang pada 1975, bersama D. Djajakusuma, diundang ke sana oleh Kementerian Kebudayaan Uni Soviet.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Awal 1970-an, Sudewi Martine, anak tiri Utuy, mendatangi Ajip untuk memberi tahu bahwa keluarga mendapat surat dari Utuy dengan cap pos Belanda. Namun, saat Ajip mengunjungi Negeri Kincir Angin pada 1972, tak ada secuil pun kabar soal Utuy. “Saat itu, keluarga bahkan menganggap Utuy sudah tiada,” kata Ajip.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Setiba di Moskow, Ajip didatangi Vilen Sikorsky di Kedutaan Besar Republik Indonesia. Penerjemah puisi “Aku” milik Chairil Anwar ke bahasa Rusia itu mengabarkan bahwa Utuy tengah berada di rumah sakit. Setelah bertemu dengan Ajip, Utuy mengatakan dia tidak sakit apa-apa. “Sekarang sudah sembuh karena sudah bisa ngomong bahasa Sunda.”

Ami Intoyo, 75 tahun, tokoh masyarakat Indonesia di Rusia, menyebutkan, saat pertama kali tiba di Moskow pada 1972, Utuy menumpang hidup di flat keluarganya. Ayah Ami, Profesor Intoyo, adalah orang kepercayaan Bung Karno yang dikirim ke Uni Soviet pada 1956 untuk mengajar bahasa Indonesia. Pada 1958, saat Konferensi Pengarang Asia-Afrika digelar di Tashkent, Utuy dan Intoyo, serta Pramoedya Ananta Toer dan Dodong Dwiparadja, adalah perwakilan delegasi Indonesia.

Mulanya kedatangan Utuy di Moskow disambut baik keluarga Intoyo. Tapi, setelah tinggal nyaris selama tiga bulan, dia dianggap merepotkan. “Bapak wafat setahun sebelum Utuy datang. Utuy tidak bekerja, tidak bisa berbahasa Soviet, sementara ibu juga hidup bersama tiga anak dan satu orang cucu,” ujar Ami. “Kepada Utuy, ibu menegaskan bahwa dia bukan pembantu,” tutur Ami menceritakan peristiwa puluhan tahun silam.

Untunglah, dalam kondisi begitu, Vilen Sikorsky—lewat Organisasi Pengarang Uni Soviet—berhasil mendapatkan satu flat cukup besar buat Utuy di bilangan Artekovskaya, sekitar 17 kilometer dari pusat kota. Selain itu, Utuy mendapat pekerjaan di Institut Kajian Asia-Afrika (ISAA), yang berlokasi di seberang Kremlin.

Kepada Ajip Rosidi, Utuy menitipkan pesan agar Rd. Asiah Tedjakeraton, istrinya, menyusul ke Moskow. Tapi pesan itu tak pernah terwujud. Sang istri memilih merawat dan membesarkan anak-anak mereka di Jakarta.

Meski demikian, dengan dalih menyaksikan Olimpiade, istri dan anak-anak Utuy berencana pergi ke Moskow pada 1980. Namun rencana tinggal rencana. Utuy meninggal pada 19 September 1979, tepat 10 bulan sebelum perhelatan olahraga akbar itu digelar.

ZULKIFLI SONGYANAN
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus