Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dua Versi Luka-Luka Sjafii |
Bagaimana nasib Panglima Komando Pusat AGAM, Tengku Abdullah Sjafii, sebenarnya? Senin pekan lalu, Kepala Pusat Penerangan TNI, Marsekal Graito Usodo, menyatakan bahwa Sjafii tengah sekarat karena tembakan di kakinya. Sehari kemudian, Komandan Kodim 0102 Pidie, Letkol Iskandar M.S., memberikan keterangan sedikit berbeda. Sjafii luka parah akibat tiga lubang peluru di badannya. Kondisinya dilaporkan kritis.
Luka Sjafii, kalau benar demikian, adalah akibat kontak senjata aparat gabungan kepolisian dan TNI versus AGAM (Angkatan Perang GAM) pada 16 Januari lalu di Jiem-jiem, Pidie, seperti disiarkan Marsekal Graito. Dari pihak GAM, muncul berita bahwa banyak korban jatuh di pihak TNI/Polri. Bahkan, berita lukanya Sjafii dibantah juru bicara AGAM, Ismail Syahputra, yang menganggap TNI melakukan propaganda dengan menyebar berita bohong untuk menjatuhkan semangat simpatisan penyokong perjuangan AGAM. Ismail bahkan mengaku AGAM sudah lebih dulu "mengendus" rencana penyergapan TNI, sehingga mereka menyiapkan perangkap khusus.
Seorang saksi mata, penduduk di Jiem-jiem, Kecamatan Bandar Baru, Kabupaten Pidie, menceritakan telah mendengar suara tembakan-tembakan yang cukup dahsyat di perbukitan kecil tidak jauh dari permukiman penduduk. Bunyi letusan itu terdengar setelah beberapa menit pasukan TNI melakukan penyisiran dengan berjalan kaki ke arah perbukitan. Ia tidak mendengar komandan AGAM tertembak.
Panglima AGAM wilayah Aceh Besar, Tengku Tanzura, menguatkan berita bahwa jatuh banyak korban di pihak TNI karena TNI rupanya sudah ditunggu-tunggu di Jiem-jiem. Kalau TNI mengatakan sebaliknya, menurut juru penerangan Komando Pusat AGAM, Tengku Maad Muda, itu menunjukkan TNI tidak berdaya menangkap komandannya.
Sumber lain di Aceh menyebutkan, Tengku Abdullah Sjafii saat ini berada di Jakarta untuk berobat. Ia, kata sumber itu, kini menginap di tempat seorang pengusaha terkenal Aceh di Jakarta, di sebuah tempat yang sangat dirahasiakan. Yang benar? Wallahualam.
Ais Basofi Tersangka Narkoba? |
SETELAH Agus Isrok, sekarang Mochamad Charis Basofi yang kena urusan narkotik. Putra kedua bekas gubernur Jawa Timur Basofi Sudirman itu tengah menanti hasil evaluasi Kepolisian Daerah Jawa Timuryang mungkin menyeretnya sebagai tersangka. Ini gara-gara penggerebekan di Kamar 146 Hotel Equator, Surabaya, akhir tahun lalu. Tapi, selama itu, Ais, panggilannya, hanya berstatus saksi. Rabu pekan lalu, kasusnya dievaluasi lagi oleh sejumlah pejabat teras di Polda Jawa Timur.
Penggerebekan di kamar Hotel Equator itu berlangsung seru. Pada pukul 05.30 itu, Ais di sana bersama Denok, Yanti alias Bella (pegawai menengah sebuah diskotek di Surabaya), juga Robert dan Lettu Pol. Agus, anggota Polda Jatim yang baru divonis lima tahun penjara dan dipecat oleh Mahkamah Militer Surabaya. Petugas menduga saat itu semuanya sedang fly akibat pesta shabu-shabu. Polisi menemukan seperangkat alat isap dan paket shabu milik Denok dan Robert. Untuk memperkuat temuannya, polisi melakukan tes urin dan darah di Laboratorium Forensik Polri Cabang Surabaya. Hasil tes Ais: urin dan darahnya negatif, sementara milik si tertangkap yang lain terbukti positif mengandung narkoba.
Basofi Sudirman, kini mustasyar Pengurus Wilayah Partai Kebangkitan Bangsa Jawa Timur, terkejut mendengar informasi ini. Begitu diketahui hasil tes darah anaknya negatif, Basofi menyuruh Ais melakukan klarifikasi di pers. Ais mengaku tertidur di sofa dan tidak tahu-menahu tentang apa yang diperbuat teman-temannya. Dalam penggerebekan itu, polisi menemukan alat pengisap shabu-shabu yang disembunyikan di bawah meja.
Kapolwiltabes Surabaya, Kolonel Pol. Bambang Sutrisno, menegaskan bahwa Ais belum ditahan karena tidak cukup bukti. "Bila Ais ditahan, sementara belum ada bukti-bukti kuat untuk penyidikan, bisa saja Polwiltabes digugat praperadilan," kata Bambang Sutrisno. Tapi, mengapa Ais ada di kamar itu? Fakta inilah yang mendorong jajaran Polda Jat-Tim menggelar evaluasi perkara tersebut. Kaditserse Polda Jatim, Kolonel Pol. Suharto, jelas mengatakan, Ais bisa jadi tersangka. "Pengembangan penyidikan tidak menutup kemungkinan berubah jadi tersangka," Kolonel Suharto menjelaskan.
Rusuh Lagi di Masohi |
KERUSUHAN berlatar belakang agama kembali pecah di Masohi, ibu kota Kabupaten Maluku Tengah, Selasa pagi pekan lalu. Saling serang antarpemeluk agama mengakibatkan Gereja Zebaot dan Masjid Al Ikhzan terbakar, walau aparat mencoba menghalanginya. Dilaporkan bahwa seorang warga terluka dan dirawat di rumah sakit Masohi. Satu orang dari kelompok "merah" (Kristen) tewas tertembak aparat Batalyon Infanteri 611 Kostrad. Maluku Tengah pun kembali tegang. Sejumlah keluarga, termasuk anak-anak dan wanita, mulai diungsikan ke tempat-tempat aman.
Menurut Kepala Dinas Penerangan Kepolisian Daerah Maluku, Mayor Polisi Jekriel, berdasarkan laporan dari Kepolisian Resor Maluku Tengah, insiden itu terjadi lantaran adanya ledakan bom, yang segera diikuti saling serang tempat ibadah. "Aparat keamanan telah berusaha memadamkan api supaya tidak membakar habis bangunan ibadah dan melakukan penyekatan supaya dua kelompok tidak bertikai," katanya. Tapi masjid dan gereja akhirnya tak bisa dipakai juga.
Kejaksaan Membentuk Tim Khusus Komisi Penyelidik Tim-Tim |
KABAR baru dari hasil rekomendasi Komisi Penyelidikan Pelanggaran Hak Asasi Manusia Timor Timur untuk Kejaksaan Agung: pekan ini lembaga itu akan membentuk tim khusus. Tim ini dipimpin Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Ramelan dan Jaksa Agung Muda Intel Letjen (Purn.) Yusuf Kertanegara. Kedua petinggi itu akan merampungkan tugasnya selama 10-14 hari.
Namun, banyak yang menyangsikan Yusuf Kertanegara. Mengapa? Sebagai bekas militer, yang tentu saja punya kedekatan dengan Jenderal Wiranto, ia dianggap bisa "kurang obyektif" menangani kasus itu. Sebagai anggota keluarga besar Cilangkap, markas besar TNI, tentu ia "sungkan" dan berada dalam posisi yang tak mengenakkan untuk menangani para bekas koleganya.
Tapi Jaksa Agung Marzuki Darusman menampik dugaan ini. Kata Marzuki, sekalipun berasal dari Cilangkap, Yusuf akan bertindak obyektif dan selama ini telah membuktikan profesionalismenya di posisi Jaksa Agung Muda Intel (Jamintel). Mantan Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia ini tidak membantah bahwa masuknya Yusuf sebagai Jamintel karena rekomendasi Jenderal Wiranto. Tapi, "Tidak perlu dikhawatirkan soal itu. Anggap saja ini kewajaran yang mesti diterima. Saya berani menjamin Yusuf tidak membuka kesempatan dimasuki kepentingan TNI karena ia bekerja dalam tim," kata Marzuki.
Hal senada diyakini mantan Jamintel, Syamsu Djalaluddin. "Yusuf itu anak baik dan sangat patuh pada Saptamarga. Saya optimistis ia bisa menjalankan tugasnya dengan obyektif," ujar mantan Komandan Pusat Polisi Militer ini. Tunggu saja nanti.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo