Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Arsip

Berita Tempo Plus

Aplaus Dingin setelah Hormat

Ketegangan terjadi antara pegawai KPK yang berasal dari kepolisian dan pegawai nonpolisi. Sebagian memilih keluar.

21 Desember 2019 | 00.00 WIB

Aksi solidaritas pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi dengan membuat rantai manusia mengelilingi gedung KPK, 6 September 2019.  TEMPO/Imam Sukamto
Perbesar
Aksi solidaritas pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi dengan membuat rantai manusia mengelilingi gedung KPK, 6 September 2019.  TEMPO/Imam Sukamto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Ringkasan Berita

  • Ketegangan antara pegawai dari kalangan polisi dan non-polisi terjadi di KPK.

  • Pemicu ketegangan itu antara lain penolakan terhadap revisi Undang-Undang KPK.

  • Sejumlah pegawai KPK memilih hengkang.

PERDEBATAN sengit terjadi di mailing list (milis) pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi pada 30 September lalu. Seusai jam makan siang, seorang pegawai berinisial AN mengirimkan surat elektronik berisi kegelisahannya terhadap surat kaleng yang menyebar di media sosial empat hari sebelumnya. Isi surat kaleng tersebut antara lain mempersoalkan keterlibatan anggota Wadah Pegawai KPK dalam unjuk rasa menolak revisi Undang-Undang KPK.

Si penulis, mengklaim dirinya sebagai anggota staf yang telah bekerja sepuluh tahun di lembaga antirasuah, juga menuding segelintir pegawai berkongsi dengan pimpinan KPK untuk mempercepat pengusutan perkara yang melibatkan menteri dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat. Di akhir tulisan, dia melampirkan foto percakapan di grup WhatsApp “WP for All”, lengkap dengan identitas dan nomor telepon anggotanya.

Dalam suratnya ke milis pegawai KPK, AN mengaku mendapat panggilan telepon dan pesan dari nomor yang tak dikenal. AN merasa privasinya terganggu akibat surat kaleng tersebut. Pegawai di bagian penyelidikan itu menilai penyebaran nomor telepon pribadinya merupakan tindakan tercela. Ketua Wadah Pegawai KPK Yudi Purnomo membenarkan adanya percakapan di milis tersebut. “Betul, memang ada percakapan di antara pegawai di milis,” ujar Yudi saat dihubungi pada Jumat, 20 Desember lalu.

Salah satu balasan datang dari seorang penyidik, polisi, berinisial ARD. Menulis dalam huruf kapital, sebagian berwarna merah, ARD menantang nama-nama yang ada di surat kaleng untuk menjawab benar-tidaknya isi surat kaleng tersebut. “Jika karena nama dan nomornya tersebar, kenapa takut diteror?” begitu tulis ARD. Seorang pegawai yang tak berasal dari kepolisian merespons tulisan ARD tersebut: “Jangan lupa kerja, tugasmu mengayomi,” katanya.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Raymundus Rikang

Menjadi jurnalis Tempo sejak April 2014 dan kini sebagai Redaktur Pelaksana Desk Wawancara dan Investigasi. Bagian dari tim penulis artikel “Hanya Api Semata Api” yang meraih penghargaan Adinegoro 2020. Alumni Universitas Atma Jaya Yogyakarta bidang kajian media dan jurnalisme. Mengikuti International Visitor Leadership Program (IVLP) "Edward R. Murrow Program for Journalists" dari US Department of State pada 2018 di Amerika Serikat untuk belajar soal demokrasi dan kebebasan informasi.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus