Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Ringkasan Berita
Ketegangan antara pegawai dari kalangan polisi dan non-polisi terjadi di KPK.
Pemicu ketegangan itu antara lain penolakan terhadap revisi Undang-Undang KPK.
Sejumlah pegawai KPK memilih hengkang.
PERDEBATAN sengit terjadi di mailing list (milis) pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi pada 30 September lalu. Seusai jam makan siang, seorang pegawai berinisial AN mengirimkan surat elektronik berisi kegelisahannya terhadap surat kaleng yang menyebar di media sosial empat hari sebelumnya. Isi surat kaleng tersebut antara lain mempersoalkan keterlibatan anggota Wadah Pegawai KPK dalam unjuk rasa menolak revisi Undang-Undang KPK.
Si penulis, mengklaim dirinya sebagai anggota staf yang telah bekerja sepuluh tahun di lembaga antirasuah, juga menuding segelintir pegawai berkongsi dengan pimpinan KPK untuk mempercepat pengusutan perkara yang melibatkan menteri dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat. Di akhir tulisan, dia melampirkan foto percakapan di grup WhatsApp “WP for All”, lengkap dengan identitas dan nomor telepon anggotanya.
Dalam suratnya ke milis pegawai KPK, AN mengaku mendapat panggilan telepon dan pesan dari nomor yang tak dikenal. AN merasa privasinya terganggu akibat surat kaleng tersebut. Pegawai di bagian penyelidikan itu menilai penyebaran nomor telepon pribadinya merupakan tindakan tercela. Ketua Wadah Pegawai KPK Yudi Purnomo membenarkan adanya percakapan di milis tersebut. “Betul, memang ada percakapan di antara pegawai di milis,” ujar Yudi saat dihubungi pada Jumat, 20 Desember lalu.
Salah satu balasan datang dari seorang penyidik, polisi, berinisial ARD. Menulis dalam huruf kapital, sebagian berwarna merah, ARD menantang nama-nama yang ada di surat kaleng untuk menjawab benar-tidaknya isi surat kaleng tersebut. “Jika karena nama dan nomornya tersebar, kenapa takut diteror?” begitu tulis ARD. Seorang pegawai yang tak berasal dari kepolisian merespons tulisan ARD tersebut: “Jangan lupa kerja, tugasmu mengayomi,” katanya.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo