"AKU lego, kata Walikota Drs. Moehadji Widjaja dalam dialek
Surabaya. Dapat segera dimaklumi mengapa hari itu ia merasa
sangat lega dan wajahnya berseri-seri. Senin pagi pekan lalu,
sengketa pesangon antara karyawan judi dan pengusaha NIAC
Surabaya telah selesai.
Berita acara tentang itu ditanda-tangani, disaksikan Walikota
dan Muspida tk. II. Rumus pesangon 2 kali PMP plus, 5 kali PMP
minus yang tersohor itu, pada tahap akhir disepakati menjadi 2
kali PMP plus "kebijaksanaan." Inilah agaknya yang disebut
"cara Surabayan" itu.
Pembayaran pesangon dilakukan keesokan harinya, lewat bank.
Diperkirakan jumlah seluruh pesangon mencapai Rp 2 milyar untuk
683 orang. Dengan demikian pukul rata tiap karyawan akan
memperoleh pesangon Rp 3 juta.
Jika dibandingkan dengan jumlah pesangon untuk karyawan NIAC,
PIX dan Copacabana Jakarta yang ditetapkan sebesar 2 kali PMP
sesuai saran Wagub DKI, maka jelas Rp 3 juta itu masih lebih
besar. Mengutip keterangan Yan Darmadi (lihat box) yang
diucapkan minggu lalu di Hall B Senayan, pesangon keseluruhannya
berjumlah sekitar Rp 5 milyar, untuk 2.355 karyawan. Ini berarti
pukul rata tiap orang hanya akan menerima Rp 2 juta lebih
sedikit.
Mungkin karena jumlah pesangon hanya sekian, sedangkan karyawan
telanjur mengkhayalkan Rp 6 - 8 juta, maka suasana resah hampir
tak dapat dihindarkan.
Jalan Buntu
Proses musyawarah pesangon di Jakarta. Jumat malam pekan lalu
menemui jalan buntu. Pemda DKI, pengusaha judi dan para wakil
karyawan tidak mau beranjak dari konsep masing-masing. Juga
tidak ada kebijaksanaan plus minus seperti yang diatur walikota
Surabaya.
Para wakil karyawan tetap menuntut pesangon 4 kali PMP dengan 3
komponen (uang amplop, uang harian/premi hadir dan PS/persenan).
Sementara itu pengusaha judi bertahan pada pesangon yang 2 kali
PMP dengan dua komponen yaitu uang amplopdan uang harian. Apa
yang disebut persenan dikategorikan bukan sebagai komponen
utama. Jumlahnya dibulatkan jadi Rp 40.000 -- dinilai sekedar
sebagai tambahan.
Meskipun buntu, pesangon akan tetap dibayarkan pada karyawan
yang setuju. Ketentuan berapa jumlahnya sampai Minggu lalu
sengaja tidak diumumkan. Mungkin demi keamanan dan ketertiban.
Pada hari yang sama memang ada pembayaran gaji bulan Maret untuk
karyawan NIAC dan PIX di Hall B dan lapangan tenis Senayan. Pada
amplop gaji, terlampir secarik kupon biru.
"Kartu ini boleh dipakai, boleh tidak. Terserah karyawan
masing-masing," tutur seorang karyawan. Maksudnya, dengan
menunjukkan kartu biru mereka boleh mencairkan pesangon ke BNI
'46 antara tanggal 3 s/d 11 April.
Seperti yang dapat dilihat, sebagian besar karyawan tidak
memanfaatkan kartu itu. Sebaliknya, mereka tetap kumpul-kumpul
di kantor SB Pariwisata Jl. Mangunsarkoro. Melihat situasi
begini, Dandim setempat Jumat lalu mengeluarkan instruksi
meminta kepada Tim P3HK agar para karyawan tidak lagi berkumpul
di situ di luar jam kerja.
Tidak Diakui
Perkembangan yang agak rawan ini bermula sejak 25 Maret yang
lalu, ketika Pemda DKI dan pengusaha tidak lagi mengakui Tim
Panitia Penyelesaian Hubungan Kerja (P3HI) sebagai wakil
karyawan. Ketua SB Pariwisata Oka Mahendra dengan sendirinya
merasa tersinggung. Terutama karena ada tuduhan Tim itu berperan
sebagai calo untuk karyawan.
Oka mengakui bahwa pihak SB Par menerima sumbangan sukarela dari
karyawan, seluruhnya mencapai Rp 325. 000. Sumbangan ini disebut
"Dana Spontanitas" yang kemudian dimanfaatkan untuk fotokopi,
stensil, kertas yang akhirnya juga digunakan untuk keperluan
karyawan. "Uang ini mereka kumpulkan dan pergunakan sendiri.
FBSI tidak mendapat sepeserpun," ucap Mahendra.
Benar atau tidak, yang pasti sekarang Pemda hanya berunding
dengan wakil-wakil karyawan yang tidak terlibat dengan SB
manapun juga. Meskipun Azhar Achmad dari Tim Bantuan Hukum FBSI
menilai bahwa "secara hukum Tim P3HK sah mewakili buruh karena
ada surat kuasa."
Tidak ada tanda-tanda bahwa soal pesangon akan dapat diatasi
secara baik-baik dalam waktu dekat. Sebegitu jauh Depnakertrans
belum mengeluarkan pernyataan apa pun. Tapi Susanto Ismadi SH
dari P4 Pusat menyatakan bahwa berkas-berkas tentang karyawan
Hailai dan Copacabana sudah bertumpuk di mejanya. Dia baru saja
selesai mengikuti seminar HPP (Hubungan Perburuhan Pancasila)
Sabtu pekan lalu dan hanya dapat memastikan bahwa soal pesangon
yang buntu itu akan dibicarakan minggu ini juga.
Dalam pada itu Djoko Daulat menyatakan, andaikata pintu sudah
tertutup untuk perundingan, maka SB Par akan menyerahkan soalnya
kepada P4 Pusat. Dia yakin bahwa proses penyelesaian secara
musyawarah yang akan dilakukan P4 Pusat dapat terlaksana.
Di kalangan buruh Copacabana Ancol sementara itu terdengar
sumpah serapah yang kurang enak didengar. Pesangon 2 kali PMP
plus persenan Rp 40.000 disambut tidak dengan senang hati.
"Sudah kecebur biarlah kecebur sekalian," kata seorang dari
mereka. Temannya menambahkan, "Kami ini termasuk disiplin. Tidak
bikin keributan. Tapi pesangonnya cuma 2 PMP. Untuk kontrak
rumah saja tak cukup."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini