Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Sebuah kebanggaan dan kecemasan

Kerusakan pada jembatan ampera di palembang. bagian kakinya keropos dan kedua bandulnya dicemaskan sewaktu-waktu bisa jatuh. pihak pu menduga kerusakan jembatan itu terlalu dibesar-besarkan. (kt)

11 April 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JEMBATAN itu gagah melintasi Musi. Ia dibanggakan orang Palembang. Ia, jembatan Ampera yang tersohor itu, bahkan jadi lambang kota seperti Tugu Monas bagi kota Jakarta. Tapi bedanya dengan Monas: jembatan hebat itu kini rongsok. Maka kalangan anggota komisi D DPRD di kota itu pun melontarkan pertanyaan serius. Nah, barulah sebuah tim dari Ditjen Bina Marga PU -- lengkap bersama penyelam dari Pertamina -- melakukan penelitian, pertengahan Maret yang lalu. Maka diketahuilah, bahwa ada bagian dari kaki jembatan yang sobek-sobek digerogoti arus. Mengkhawatirkan? Dalam keterangannya kepada TEMPO, Ir. Hasbullah Bandarnata, kepala Dinas PU Sumatera Selatan, menyatakan bahwa kerusakan yang diderita jembatan belum sampai pada tahap yang membahayakan. Tapi Walikota Palembang H.A. Dahlan HY mengharapkan perbaikan yang segera. Kalau tidak, ia khawatir dua bandul jembatan masing-masing seberat 450 ton akan jatuh. "Kalau bandulan jatuh, bisa merobohkan menara jembatan," ujar Ir. Umar Chori kepala Dinas PU Kodya Palembang. Kawat Yang Berkarat Adapun kerusakan jembatan megah itu punya riwayat yang panjang sebenarnya. Bermula pada 11 Februari 1974 tatkala bagian tengah jembatan tidak bisa berfungsi lagi. Penelitian tahun itu menyebutkan bahwa yang rusak adalah mekanisasi untuk menaikkan dan menurunkan bagian itu. Panjang bagian tengah ini sekitar 72 meter, dibuat sedemikian rupa untuk khusus diangkat dan diturunkan. Bila kapal dengan anjungan tinggi lewat di bawah jembatan, maka bagian tengah itu pun dinaikkan. Sejak bagian itu tidak berfungsi lagi, kawat selingnya tidak mungkin lagi dilumuri minyak gemuk. Lama-lama kawat itu berkarat. Ini berbahaya, karena seling ini menyangga bandulan dan bandulan berfungsi untuk mengimbangi bagian tengah jembatan yang berbobot 944 ton. Pacific Consultant International dari Jepang menilai bahwa untuk perbaikan mesin listrik yang berfungsi menaik-turunkan bandul diperlukan biaya Rp 6 milyar. Itu biaya pada tahun 1978. Pihak Pemda Provinsi ataupun Kota Madya waktu itu tidak sanggup mengadakannya. Sekarang apa daya? Akhmad Kori, Ketua DPRD, menyarankan supaya lalulintas di atas jembatan dibatasi, begitu juga tonase kendaraan yang lewat di sana. Tak Terkontrol Bagaimana kalau biaya dari Pusat tidak kunjung dikirimkan sedang jembatan sudah tidak mungkin diperbaiki? "Ada dua alternatif," ujar Kori. "Pertama membangun jembatan baru dari KM 10 arah Prabumulih ke Sungai Gerong yang berupa jalan toll. Ini sudah diajukan sejak tahun 1979 tapi belum ada realisasinya. Kedua, membuat jembatan dari Kertapati ke kampung Karang Anyar yang tembus ke lingkaran IV melintasi Gubernuran, menuju pelabuhan Bombaru." Gagasan yang besar itu menurut Kori punya alasn. Pendapatnya: daripada memperbaiki bandul jembatan Ampera yang menghabiskan dana Rp 6 milyar, lebih baik sekaligus membangun sebuah jembatan baru dan jalan tembus yang memerlukan dana Rp 7 milyar. Jembatan baru dan jalan tembus itu dapat meuunjang perluasan kota. Dan perluasan ini akan terjadi dalam waktu singkat karena adanya pabrik semen Baturaja yang pembungkusannya dikerjakan di Kertapati. Selain itu diingatkannya usaha peng angkutan batubara, terutama untuk pembangkit tenaga listrik di Suralaya (Jawa Barat). Pembangkit tenaga listrik ini diperkirakan membutuhkan 2 juta ton batubara setahun. Pengangkutnya melalui rute kereta api mulai dari Bukit Asam ke Tanjung Karang. Tapi bisa juga dengan kapal laut ke pelabuhan Bombaru. Masalahnya adalah karena lewat sungai melibatkan jembatan Ampera yang ketahanannya sangat mengkhawatirkan. Walikota Dahlan HY tidak berencana sejauh itu. Untuk pengamanan sementara ia minta persetujuan Gubernur agar lalu-lintas di atas jembatan, tonase mobil dan kecepatannya dikurangi. Sekarang ini kecepatan kendaraan di jembatan sudah tidak terkontrol. Terminal cargo yang menjaga kendaraar di ujung jembatan sebelum masuk kota dari arah Kertapati, ternyata juga tidak berfungsi lagi. Semestinya truk bermuatan berat harus menurunkan muatannya di terminal, kemudian berganti kendaraan lain yang lebih kecil. Yang menarik ialah bahwa pihak PU diam-diam yakin bahwa kerusakan Ampera terlalu dibesar-besarkan. Jembatan yang dibangun di tahun 1962 itu diperkirakan masih tahan 10 tahun lagi. Insya Allah.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus