YAN Darmadi, 43 tahun, pengusaha judi yang banyak dibicarakan
inl, akhir-akhir ini merasa kewalahan. Soal pesangon telah
menyita waktunya yang sangat berharga.
Dia telanjur dikenal sebagai pemilik tunggal 3 rumah judi
terbesar di Jakarta. Padahal, katanya, itu sama sekali tidak
benar. Kepada A. Muthalib dari TEMPO Yan menyatakan bahwa di
rumah judi NIAC (Jakarta Theatre) dan Petak Sembilan (PIX) ia
punya saham resmi antara 49%-51%. Di Copacabana cuma 25%.
Toh baik di NIAC maupun di PIX namanya tercantum sebagai pemilik
saham 80%. Kok begitu? "Selebihnya milik orang lain yang
diatas-namakan saya," ungkapnya. "Ini memang pelajaran buat
saya. Lain kali kalau ikut, lebih baik nama sendiri-sendiri
saja. Sekarang ini kan saya sendiri yang repot."
Bicara soal pesangon, Yan menyesalkan sikap karyawan. "Secara
pribadi saya ingin karyawan langsung berunding dengan saya.
Sebab saya yakin, kalau kami rundingan langsung, tidak akan
sampai seperti ini," katanya menyesalkan. Bahwa Yan dapat
melontarkan kata-kata seperti ini agak mengherankan juga.
Menurut pihak SB Par, sejak 24 Februari Tim P3HK secara resmi
telah mengundang perusahaan judi se-DKI untuk bermusyawarah.
Jawaban positif tidak ada. Hal ini dilaporkan Tim P3HK kepada
Wagub DKI Bidang I dan barulah kemudian atas prakarsa DKI
perundingan pertama diselenggarakan tanggal 3 Maret '81.
Mana yang benar, kini sudah tidak begitu penting lagi. Yan
Darmadi pendeknya punya dalih: tuntutan pesangon 4 kali PMP
menurut pendapatnya bisa menjadi semacam preseden. "Para
investor akan ngeri dan ragu-ragu untuk menanam modal di
Indonesia. Terutama dalam masalah menghadapi karyawan nantinya,"
ucap Yan lancar.
Tentang ini Djoko Daulat yang ditemui di kantor S.B. Par Jl.
Mangunsarkoro membantah sengit. Dia juga punya dalih. "Saya
kurang sependapat," cetusnya. "Kasus perburuhan kali ini
merupakan kasus istimewa, tidak bisa disamakan dengan kasus di
sektor lain. Sebab sifat perusahaan judi ini pun khusus dan
istimewa." Dan karena perusahaan judi tidak akan dihidupkan
lagi, maka Djoko yakin tidak akan terjadi preseden seperti yang
dikhawatirkan oleh Yan Darmadi.
Menyinggung soal penyediaan lapangan kerja, meskipun ia
pengusaha yang bergerak di pelbagai bidang, Yan Darmadi tidak
berani menjanjikan apa-apa. Dia mengakui punya beberapa
perusahaan, antara lain di Bandung dan Surabaya, tapi tidak
terpikir olehnya untuk menyalurkan bekas karyawan judi ke sana.
"Rekruitmen susah," katanya, "karena skill mereka lain.
Paling-paling untuk bekerja rendahan mungkin bisa," ujarnya
ragu-ragu.
Tapi hari Minggu pekan lalu itu, penampilan Yan luar dari biasa.
Di Hall B Senayan, silih berganti ia dikerubuti karyawan,
ditanyai ini itu. Sambil menerima gaji terakhir, karyawan
menggunakan kesempatan untuk bicara dari ke hati dengan majikan.
Dan ketika pukul 1 siang itu Yan meninggalkan Senayan, langkah
kakinya diiringi sorak-sorai karyawan.
Hari-hari berikutnya, Yan seperti biasa sulit dijumpai. Ketika
dicari ke kantornya di Setia Budi Building satu dari empat
sekretarisnya -- yang semua wanita -- mengatakan bahwa Pak Yan
tidak di tempat. Tidak dijelaskan di mana. Yang pasti, Yan tidak
pergi berburu saat-saat ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini