Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Putusan Ganjil di Ambang Pensiun

Mahkamah Agung membebaskan terpidana penipuan dalam kasus reekspor 30 kontainer BlackBerry dan minuman keras. Disebut-sebut ada salah kutip data dalam dasar putusan, vonis ini sarat praktek mafia kasus.

6 Januari 2013 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

WAJAH Djoko Sarwoko mendadak tampak serius saat membaca tiga lembar surat tanpa kop yang disodorkan Tempo, Rabu tiga pekan lalu. Kening hakim agung yang pensiun pada 21 Desember lalu ini berkerut memperhatikan alinea demi alinea surat yang ditujukan kepada Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Abraham Samad itu. "Saya pernah terima surat ini," katanya dengan suara bergetar.

Surat bertanggal 27 Agustus 2012 itu diteken seseorang bernama Agus Asep Sunarya. Isinya tulisan terperinci mengenai permainan gelap mafia hukum di Mahkamah Agung dalam perkara Peninjauan Kembali Nomor 66 yang diajukan Jonny Abbas, terpidana kasus penipuan dan penggelapan dalam reekspor 30 kontainer BlackBerry dan minuman keras senilai Rp 500 miliar.

Surat itu menyebutkan operasi pembebasan Jonny dilakukan oleh seorang pejabat eselon II di Mahkamah Agung. Djoko, yang menjadi ketua majelis perkara, dikatakan sudah menyetujui permohonan PK, yang baru didaftarkan pada akhir Juli lalu. "Ada uang jutaan dolar Amerika untuk memenangkan perkara ini," ujar Agus.

Masih menurut surat yang sama, pejabat tersebut telah mendatangi ruang kerja Andi Abu Ayyub Saleh dan Achmad Yamanie, dua hakim agung yang menjadi anggota majelis. Kepada mereka ditawarkan masing-masing US$ 100 ribu sebagai uang muka jika bersedia membuat putusan membebaskan Jonny. Kabar bahwa Djoko sudah memberi lampu hijau "dijual" guna meyakinkan Andi dan Yamanie.

Menurut Djoko, surat serupa sudah ada sebelumnya, tapi isinya bertolak belakang karena menyebutkan suap justru datang dari lawan Jonny. "Saya abaikan karena hanya untuk menekan," katanya.

Dua bulan berselang, apa yang tertulis dalam surat gelap itu menjadi kenyataan. Dalam rapat permusyawaratan Mahkamah Agung yang digelar pada 18 Oktober lalu, Djoko dan Yamanie sepakat mengabulkan permohonan PK Jonny. Sedangkan Andi Ayyub memilih membuat putusan yang berbeda (dissenting opinion).

Seorang hakim agung yang enggan dituliskan namanya mengatakan isi dua surat kaleng tentang maraknya praktek suap itu menceritakan kejadian sebenarnya. Menurut dia, rasuah bukan datang dari kubu Jonny, melainkan dari kubu Nurdian Cuaca, pelaku utama dalam perkara itu. Berbeda dengan Jonny yang sudah menghabiskan masa hukuman, Nurdian masih menyandang status tersangka dan buron Interpol (red notice) karena kabur ke Singapura.

Menurut hakim agung itu, Nurdian berkepentingan agar permohonan peninjauan kembali Jonny dikabulkan. Sebab, putusan itu bakal menjadi senjata pamungkas lepas dari status pesakitan. "Kubu Nurdian yang memasok peluru untuk operasi pembebasan Jonny," ucapnya. "Jumlahnya mencapai Rp 10 miliar."

Jonny sebelumnya divonis bersalah dan dihukum 22 bulan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 14 April 2011. Dia terbukti secara bersama-sama dengan Nurdian Cuaca ikut melakukan penipuan dan penggelapan uang senilai Rp 1,2 miliar dan US$ 100 ribu dalam kegiatan reekspor.

Namun, saat banding, Pengadilan Tinggi Jakarta membebaskan Jonny. Belakangan Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta menemukan kelalaian jaksa penuntut umum Trimo yang tidak mengajukan permohonan kontra memori banding, sehingga majelis hakim memutus tidak bersalah. Trimo kemudian dikenai sanksi karena dinilai lalai melaksanakan tugas. Jonny kembali masuk bui setelah majelis kasasi memvonis dia bersalah.

Tak perlu waktu lama bagi Nurdian untuk menikmati "berkah" bebasnya Jonny. Meski Mahkamah Agung baru menerbitkan petikan pada pertengahan Desember lalu, rencana pembebasan Nurdian sudah menjadi bahan diskusi hangat di Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya sejak sebulan sebelumnya.

Impian pria yang selalu tampil necis itu untuk menjadi orang bebas akhirnya terwujud setelah Direktorat Reserse Kriminal Khusus melakukan gelar perkara pada 4 Desember lalu. Hadir dalam pertemuan tiga saksi ahli, pelapor, dan Indriyanto Seno Adji, selaku kuasa hukum Nurdian.

Hasilnya mudah diterka. Terhitung sejak 10 Desember, terbit Surat Penghentian Penyidikan Nomor S. Tap/135/XII/2012 buat Nurdian. Status tersangka dan red notice lelaki 48 tahun ini resmi dicabut. Dia bisa bebas melenggang pulang ke Tanah Air.

Indriyanto menegaskan, PK 66 itu sepenuhnya untuk kepentingan Jonny. "Kebetulan saja pasal yang dikenakan itu penyertaan (bersama-sama dengan Nurdian)," katanya.

Djoko membantah pernah menerima suap. Sebaliknya, dia menuduh Andi Ayyub yang menerima uang. "Saya curiga hakim dissenting yang terima," ujarnya.

Dituduh mantan koleganya, Andi Ayyub meradang. "Dari mana logikanya, saya DO (dissenting opinion) kok dituding menerima suap?" katanya.

n n n

KABAR bebasnya Jonny Abbas mengejutkan kantor hukum Rajah & Tann LPP di Singapura. Sebagai kuasa hukum 16 perusahaan asal Singapura yang menggugat Mctrans Cargo, perusahaan milik Nurdian Cuaca, di Pengadilan Tinggi Singapura, Rajah & Tann menyebutkan putusan PK 66 mengandung sejumlah kejanggalan.

Gugatan ke-16 perusahaan itu diajukan karena Mctrans Cargo dianggap menahan 30 kontainer yang bukan miliknya. Para penggugat diwakili oleh Antariksa Logistics, perusahaan milik Hari Mulya. Dalam putusannya, Pengadilan Tinggi Singapura memenangkan penggugat dan menyebut Mctrans telah melakukan pencurian.

Dalam surat bertanggal 26 Desember 2012 yang ditujukan kepada Yusril Ihza Mahendra-kuasa hukum Kim Sutandi, pelapor kasus Jonny-yang salinannya diperoleh Tempo, Tann menilai kesimpulan dalam PK 66 itu salah mengutip atau misinterpretasi isi putusan Pengadilan Tinggi Singapura. Dia menjelaskan, para penggugat telah berhasil meyakinkan ketua majelis hakim Belinda Ang Saw Ean, yang memutuskan Mctrans mesti bertanggung jawab karena mengurus barang milik orang lain secara tidak benar. Dalam bahasa hukum Singapura, perbuatan itu sama dengan pencurian.

Tann menyorot langkah banding yang ditempuh Mctrans ke Pengadilan Tinggi Singapura. "Artinya, jika mereka menang, tidak perlu menempuh upaya banding," ucapnya.

Pengadilan Tinggi Singapura juga telah menemukan hubungan antara Nurdian Cuaca, Jonny Abbas, Radius, dan Fabian Tan, yang menjabat Direktur Penjualan Mctrans. Menurut Tann, terungkap juga bahwa D'League, perusahaan milik Nurdian, yang membayar Sin$ 15 ribu untuk pengacara Mctrans. Dalam surat itu, Rajah & Tann menyebutkan empat poin kesalahan mengutip putusan Pengadilan Singapura oleh majelis hakim PK Mahkamah Agung (lihat "Lolos di Sana, Bebas di Sini").

Djoko membenarkan telah menggunakan putusan Pengadilan Tinggi Singapura sebagai novum dan dasar putusan PK 66. Semula dia mengatakan putusan itu memenangkan Jonny. "Oh, begitu, ya? Tapi itu perkara perdata," katanya setengah terkejut saat Tempo menyodorkan salinan putusannya.

Namun Djoko membantah telah keliru memutus perkara. Menurut dia, tuduhan penipuan terhadap Jonny tidak terbukti karena ia telah melakukan reekspor. "Kami meluruskan kekeliruan putusan hakim kasasi," ujarnya. Adapun Indriyanto menolak berkomentar soal salah kutip dalam putusan. "Itu kewenangan Mahkamah Agung."

Hari Mulya, yang dihubungi lewat telepon, membenarkan soal surat dari kantor hukum Rajah & Tann. "Betul, dia mempersoalkan salah kutip PK 66," katanya singkat.

n n n

GADUH perkara ini tidak hanya soal salah kutip dan penentuan novum. Sumber Tempo di Mahkamah Agung mengatakan kasus ini juga sarat permainan "kotor" sejak awal. Menurut dia, Nurdian, yang dikenal kaya raya, membuat para makelar kasus bergentayangan ingin ambil bagian. "Terbukti Djoko Sarwoko mesti terjun langsung menjadi ketua majelis," ucapnya. "Padahal sekilas hanya pidana umum biasa."

Pejabat itu mengatakan semula Ketua Mahkamah Agung Hatta Ali telah menunjuk Hakim Agung Ketua Kamar Pidana Umum Artidjo Alkostar sebagai ketua majelis, mendampingi Andi Abu Ayyub dan Yamanie. Namun belakangan Djoko meminta menjadi ketua majelis. "Artidjo akhirnya mundur," ujarnya.

Kepada Tempo pada pertengahan Desember lalu, Artidjo membenarkan Djoko meminta jadi ketua majelis. "Kalau melihat kasus itu, sebenarnya memang jatah saya," katanya. Dia mengatakan tidak terlalu mempersoalkannya.

Sebaliknya, Djoko membantah sudah ada penunjukan ketua majelis sebelumnya. Namun dia mengakui sengaja meminta menjadi ketua majelis. "Sebab, saya dengar ada yang tidak beres di tahap kasasi," ucapnya. "Banyak cerita suap."

Sebuah kejadian menarik juga berlangsung menjelang putusan PK diambil. Sumber Tempo mengatakan Hari Mulya dihubungi di kantornya di Singapura oleh seorang lelaki yang mengaku bisa membantu "mengamankan" perkara Jonny Abbas. Targetnya: PK Jonny akan ditolak dan Nurdian tidak akan bisa bebas.

Orang tersebut meminta dana untuk operasi rahasia. Menurut sumber itu, semula jumlah yang diminta Rp 1 miliar. Namun, menjelang sehari sebelum sidang majelis PK, jumlah yang diminta melonjak menjadi Rp 7,5 miliar. "Namun terbukti hanya janji kosong," kata sumber tadi.

Djoko membantah dipengaruhi pihak lain dalam memutus membebaskan Jonny. Dia membenarkan pernah mendapat kabar soal keterlibatan Ifa Sudewi dan Nenny Yulianny, hakim di Pengadilan Negeri Depok. "Nenny memang bilang bahwa dia didatangi seorang pengacara terkait dengan kasus itu," ujarnya.

Saat ditemui Tempo, Nenny membenarkan soal itu. Sang pengacara memintanya memastikan Djoko tidak diintervensi pihak lain. "Karena ditanya soal reputasi, saya jawab saja beliau tidak mudah diintervensi," katanya.

Ifa menyangkal terlibat "mengurus" perkara itu. Dia mengatakan tidak pernah bertemu dengan Jonny dan Celine Rumansi, ketua majelis perkara ini di Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. "Semua itu fitnah," ucapnya.

Meski bantahan datang dari pelbagai penjuru, dugaan penyimpangan perkara PK 66 sudah dilaporkan ke Komisi Yudisial. Wakil Ketua Komisi Bidang Investigasi dan Pengawasan Hakim Suparman Marzuki menyebutkan masih meneliti laporan itu. "Sedang kami lacak," katanya.

Djoko menyatakan tidak khawatir terhadap laporan itu. Dia mewanti-wanti pilihan putusannya membebaskan Jonny tidak bisa dipersoalkan. "Putusan hakim agung memutus perkara tidak bisa dijerat hukum," ujarnya sambil tersenyum.

Setri Yasra, Maria Rita Hasugian, Ilham Tirta, Sohirin


Lolos di Sana, Bebas di Sini

Dua kali terhadang jerat hukum, dua kali itu pula Jonny Abbas lolos. Dua tahun lalu, bersama sang "bos", Nurdian Cuaca, Jonny lepas dari masalah hukum penyelundupan 30 kontainer berisi BlackBerry dan minuman keras. Berikutnya, pada Oktober tahun lalu, majelis peninjauan kembali Mahkamah Agung membebaskannya, juga Nurdian, dari perkara pidana penipuan dan penggelapan. Ini menambah panjang deretan narapidana yang bebas di tahap upaya hukum luar biasa.

Bukti Janggal
Majelis peninjauan kembali dituding keliru mengutip pertimbangan putusan Pengadilan Tinggi Singapura yang menyebutkan Nurdian dan Jonny bersalah menguasai secara sepihak 30 kontainer.

Tuduhan
Jonny dan Nurdian didakwa melakukan penipuan sebesar Rp 1,2 miliar dan US$ 100 ribu.

Majelis Terbelah
Tiga hakim agung tidak satu suara dalam memutus perkara Jonny.

PK 66Pengadilan Tinggi Singapura
Hasil Gugatan
Mctrans tidak terbukti menipu (halaman 101).Terbukti menipu (alinea 40-41).
Tidak ada perintah mengembalikan barang (halaman 106).Belum ada putusan.
Maksud Mctrans Tdak Mngembalikan Barang
Mctrans tidak pernah menyangkal akan
mengembalikan barang (halaman 114).
Tergugat sengaja menahan barang (alinea 94-95).
Mctrans tidak mencari tahu siapa pemilik
barang, tapi membalas melalui pengacara(alinea 102).
Tidak ada hubungan Jonny-Nurdian(halaman 121).Ongkos legal dibiayai Nurdian (halaman 64).

Jejak-jejak Perkara Smokel

2009

20 Februari
Sebanyak 30 kontainer BlackBerry dan minuman keras yang tidak memiliki izin masuk secara gelap ke Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta.

18 Agustus
Pengadilan Tata Usaha Negara mengabulkan gugatan Jonny Abbas atas penangkapan 30 kontainer oleh Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai Tanjung Priok.

11 September
Direktorat Bea dan Cukai memberikan surat persetujuan reekspor ke Singapura.

4 November
Pemilik Antariksa Logistic melaporkan Jonny dan Nurdian Cuaca ke Kepolisian Daerah Metro Jaya dengan tuduhan melakukan penipuan dan penggelapan.

2010

Januari
Sepuluh anggota Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat dipimpin Aziz Syamsuddin mendatangi kantor Bea dan Cukai Tanjung Priok, meminta operasi penangkapan kontainer BlackBerry dihentikan.

17 September
Jonny dan Nurdian ditetapkan sebagai tersangka. Nurdian kabur ke Singapura.

27 September
Nurdian ditetapkan masuk daftar pencarian orang dan jadi buron Interpol (red notice).

2011

14 April
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menghukum Jonny 1 tahun 10 bulan penjara. Dia divonis bersalah turut melakukan kejahatan bersama-sama Nurdian. Jonny kemudian mengajukan permohonan banding.

4 Juli
Pengadilan Tinggi DKI Jakarta membebaskan Jonny.

Agustus
Kejaksaan Tinggi Jakarta menemukan kelalaian jaksa penuntut umum Trimo yang tidak mengajukan permohonan kontra memori banding.

September
Kejaksaan mengajukan permohonan kasasi.

2012

14 Februari
Mahkamah Agung mengabulkan kasasi jaksa penuntut umum dan memutuskan Jonny tetap bersalah.

30 Juli
Pengadilan Tinggi Singapura memutuskan Nurdian dan Jonny bersalah karena secara sepihak menguasai 30 kontainer.

18 Oktober
Majelis peninjauan kembali MA membebaskan Jonny.

12 Desember
Polda Metro Jaya mencabut status tersangka dan red notice Nurdian.

Naskah: Setri Yasra
Sumber: Pusat Data dan Analisa Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus