Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kapokja Integrasi Narapidana dan Anak Binaan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjen Pas) Kementerian Hukum dan HAM, Cipto Edy, mengaku adanya ketimpangan antara jumlah petugas lembaga pemasyarakatan atau lapas dengan narapidana penghuni lapas.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hal ini ia sampaikan dalam acara peluncuran laporan Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) tentang situasi hukuman mati di Indonesia, pada Kamis, 10 Oktober 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Cipto Edy, atau yang akrab disapa Tody, membenarkan ucapan Koordinator Badan Pekerja KontraS, Dimas Bagus Arya, soal infrastruktur lapas yang dinilai overcrowded atau kelebihan kapasitas populasi. “‘Beberapa lapas memiliki jumlah petugas yang timpang dengan jumlah narapidana’, oh ini betul,” tutur Tody ketika membacakan laporan KontraS.
Ia mengatakan populasi penghuni lapas di seluruh Indonesia itu mencapai 273.978 orang dengan jumlah lapas ada 338. Ia merinci, terdapat sebanyak 33 lapas perempuan, 33 lapas anak atau Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA), 4 Lembaga Penempatan Anak Sementara (LPAS), dan sebanyak 162 rumah tahanan atau rutan.
Menurut dia, perbandingan antara jumlah petugas dengan jumlah penghuni di hampir semua lapas di seluruh Indonesia sangat jauh. Ia mencontohkan Lapas Cipinang, petugas lapas hanya ada sekitar 300 orang, sementara penghuni lapas ada sekitar 2000 narapidana. “Kalau kita bicara ideal, sangat tidak ideal untuk pengawasan, pengamanan, untuk pembinaan sangat jauh,” kata Tody.
Pada kesempatan yang sama, KontraS sempat menyoroti infrastruktur lapas di Indonesia. “Kami juga melihat ada infrastruktur yang juga tidak memadai di lapas,” kata Koordinator Badan Pekerja KontraS, Dimas Bagus Arya.
Ia mencatat ada permasalahan serius terkait overcrowding dan ketimpangan rasio petugas dengan narapidana di lapas. “(Lapas) dalam konteks ini menjadi arena penantian bagi mereka yang divonis mati, dengan eksesnya adalah tekanan psikologis,” tutur Dimas.
Selain itu, ada juga permasalahan yang berkaitan juga dengan fasilitas di lapas. “Fasilitas baik itu layanan rohani, layanan psikologis, layanan yang sifatnya berkaitan dengan kebutuhan primer dari terpidana,” ucap Dimas.