BEGITU kenaikan BBM diumumkan, berbagai reaksi muncul di seantero penjuru Tanah Air. Jumat pekan lalu, di Kabupaten Sukabumi, 108 kendaraan angkutan umum menolak penumpang lalu melakukan aksi demonstrasi antara Bogor dan Sukabumi. Di Pelabuhanratu, sekitar 50 nelayan mogok menangkap ikan karena kenaikan harga solar. Akibatnya, suplai ikan merosot 60%. Di Tangerang, harian Kompas memberitakan seorang sopir mikrolet yang mencoba menaikkan tarif, dikeroyok oleh para penumpang. Kendati tak diharapkan, tekanan ekonomi kelak bisa saja memacu laju tindak kriminalitas. Pemerintah memang sudah menjelaskan alasanalasan kenaikan BBM, tapi ada pakar yang mempertanyakan, apakah Pertamina sudah bekerja efisien. Agar lebih transparan, Iwan Qodar Himawan dari TEMPO mewawancarai Direktur Utama Pertamina, Faisal Abda'oe. Petikannya: Kenaikan harga BBM sudah lama dilakukan, tapi mengapa konsumsi BBM tetap menggelembung begitu pesat? Konsumsi meningkat pesat sejalan dengan pertumbuhan penduduk, peningkatan kegiatan ekonomi, serta meluasnya daerah pelayanan. Tingkat harga lama tampaknya belum cukup mendorong ke arah penghematan dan efisiensi. Pada tahun 1991-92 peningkatan konsumsi tak sampai 6%. Tahun 1992-93 konsumsi diperkirakan naik sekitar 11%. Ini karena peningkatan kegiatan ekonomi, sementara diversifikasi energi belum efektif. Konsumsi BBM dalam tahun fiskal mendatang diperkirakan 42,7 juta kiloliter. Bagaimana kalau realisasinya lebih? Adalah tugas utama Pertamina menyediakan dan menyalurkan BBM untuk keperluan dalam negeri. Namun lebih baik kalau usaha diversifikasi energi dilakukan secepatnya, misalnya dengan pemanfaatan gas, panas bumi, dan batu bara. Harga pokok BBM ratarata Rp 317,44. Logikanya harga pokok semua BBM jauh di atas itu. Mengapa minyak bakar masih dihargai Rp 240 per liter? Meskipun berat, Pemerintah bertindak bijaksana dalam menentukan harga BBM, baik aspek ekonomi maupun nonekonomi. Dalam hal ini salah satu parameter yang menentukan adalah seyogianya tidak mengakibatkan industri nasional kita terganggu dalam bersaing di pasar internasional. Meskipun subsidi BBM pada dasarnya dihindari, prinsip subsidi silang masih dipertahankan. Banyak yang mengkritik begini: sebelum harga BBM dinaikkan, sebaiknya Pertamina memperbaiki efisiensinya dulu. Tanggapan Anda? Kami tidak berpretensi bahwa efisiensi kami sudah maksimal. Tapi upaya peningkatan efisiensi terus dilakukan. Kapasitas kilangkilang Pertamina yang terpasang adalah 820 MBCD. Realisasi produksi kilang pada tahun 1986-87 baru 598,9 MBCD (sekitar 73%) pada tahun 199192 sudah mencapai 98,7%. Dengan kenaikan pemanfaatan kapasitas kilang tadi, faktor kehilangan minyak pengilangan turun dari 7,37% menjadi 6,23%. Artinya, telah terjadi penghematan sebesar 1,14% dari volume minyak mentah. Pada periode yang sama rendemen hasil pengilangan (BBM dan nafta) juga naik dari 71,44% menjadi 73,14%. Realisasi plant realibility hydroskimming units juga telah meningkat. Tahun 198687 tercatat 76,4% telah naik menjadi 94,9% di tahun 199192. Biaya pengolahan termasuk biaya pengilangan BBM telah diturunkan dari US$ 2,18 per barel dua tahun lalu, ke US$ 1,93 per barel tahun 199192. Tapi biaya pemeliharaan dari US$ 0,11 per barel naik menjadi US$ 0,22 di masa datang. Sekadar perbandingan, biaya serupa di Singapura adalah US$ 0,30, sedangkan di Jepang US$ 0,50 per barel. Dalam kegiatan distribusi, efisiensi terlihat dari indikator produktivitas tenaga karyawan. Pada tahun 198798 tiap pegawai menjual 2.750.000 kiloliter, sedangkan di tahun 199192 menjadi 3.740.000 kiloliter. Semua angka itu sudah diaudit? Kewajaran biaya dan angkaangka kegiatan selalu diperiksa oleh BPKP. Seperti diketahui, sejak tahun 198890 sampai tahun 199091 Pertamina telah memperoleh penilaian wajar tanpa syarat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini