SEGERA sesudah RAPBN dikumandangkan, para pengusaha meninjau kembali program kerja tahun 1993 yang sudah disusun sejak akhir tahun lalu. Bagi para bankir, revisi itu bukanlah soal berat. ''Kami sudah berpengalaman menghadapi hal seperti itu. Kami bisa melakukan penyesuaian (adjustment) dengan cepat,'' kata Direktur Utama BCA, Abdullah Ali. Dan para pengusaha barangkali bisa melakukan revisi yang juga cepat, terutama karena Pemerintah mengayunkan langkahlangkah pembukaan yang susulmenyusul. Kamis malam pekan lalu, Menteri Pertambangan dan Energi sekaligus mengumumkan kenaikan harga BBM dan tarif listrik. Lalu disusul oleh Menteri Perhubungan dengan revisi tarif angkutan. Dua hari kemudian, giliran Menteri Perdagangan mengumumkan penyesuaian harga semen. Dari langkahlangkah Pemerintah tadi, para pengusaha sudah bisa membayangkan bahwa prospek pasar Indonesia di tahun 1993 akan menciut. Semua perusahaan akan menghadapi kenaikan biaya sehingga mereka harus menaikkan harga, sementara daya beli masyarakat belum tentu bertambah. Yang pasti, ibuibu rumah tangga harus menggelembungkan anggaran transpor anak sekolah dan tagihan listrik. Belum lagi kenaikan harga barangbarang di pasar. Karyawan yang bermobil juga harus memperbesar biaya untuk premium. Itu saja sudah akan menciutkan nafsu orang membeli mobil. Sedangkan harga mobil tentu akan naik. ''Saya sudah berpikir harus menaikkan upah karyawan. Itu berarti akan ada kenaikan biaya produksi,'' kata Rudyanto Hardjanto, presiden direktur PT Toyota Astra Motor (TAM). Diperkirakannya, pasar mobil akan tetap lesu, tapi penjualan masih bisa bertahan seperti tahun lalu. Lalu, pendapatan para petani pasti akan tersunat. ''Angkutan sayuran tidak dibebankan kepada pembeli, tapi menjadi beban petani yang menjual,'' kata Kosim, seorang pedagang sayuran di Pasar Ciroyom, Bandung. Hanya pegawai negeri yang pendapatannya naik. Toh lonjakan antara 12% dan 18% itu pastilah tidak bisa mengimbangi loncatan harga barang kebutuhan seharihari yang sudah lebih dulu terbang tinggi. Secara makro, RAPBN 199394 juga telah menggambarkan bahwa pasar dalam negeri tidak akan begitu cerah. RAPBN itu ternyata akan menyedot dana dari masyarakat dalam jumlah lebih besar, dibandingkan dengan rupiah yang akan dikucurkan kembali oleh Pemerintah ke masyarakat. Instrumen penyedot dana dalam bentuk pajak, cukai, dan alatalat lainnya ditargetkan bakal mengisap rupiah dari masyarakat sebanyak Rp 37.641,4 milyar. Sedangkan jumlah rupiah yang akan dicurahkan Pemerintah di pasar dalam negeri hanya Rp 35.992 milyar. Sehingga ada pakar ekonomi menyebut RAPBN itu bersifat kontraktif. ''Sifat kontraktif ini akan terus berulang. Karena bujet Pemerintah semakin lama semakin mengandalkan penerimaan dari pajak, otomatis bujet Pemerintah akan bersifat kontraktif,'' kata Dono Iskandar, staf ahli bidang anggaran dari Departemen Keuangan. Namun pakar ekonomi Dr. Soekarno Wirokartono berpendapat lain. ''Kita mesti memperhatikan dampak ganda (multiplier effect) dari pajak dan anggaran,'' ujar Kepala Biro Moneter Bappenas ini. Perhitungan Soekarno, efek ganda dari anggaran Pemerintah adalah 1,5 kali. Sedangkan efek ganda dari pajak hanyalah 0,85%. ''Bila faktor pengganda itu dihitung, selisih belanja Pemerintah akan menjadi 1,5 e Rp 5,1 trilyun r Rp 8,16 trilyun. Sedangkan selisih efek ganda dari pajak adalah 0,85 e Rp 5,1 trilyun r Rp 3,8 trilyun.'' Berdasarkan perhitungan itu, Soekarno menyimpulkan, RAPBN 199394 mestinya bersifat ekspansif. Apa pun hitungannya, dari data yang diuraikan Menteri Perencanaan Pembangunan/Ketua Bappenas Saleh Afiff, terlihat bahwa anggaran Pemerintah akan diturunkan pada proyekproyek di subsektor pembangunan daerah, desa dan kota (Rp 3.551,6 milyar), subsektor pembangunan prasarana jalan (Rp 2.900 milyar), pendidikan umum dan generasi muda (Rp 2.040 milyar), transmigrasi (Rp 809 milyar), pembangkit tenaga listrik (Rp 755 milyar), kesehatan (Rp 747 milyar), pertanian (Rp 647 milyar), dan pengairan (Rp 546 milyar). Memang, kalangan pengusaha tentulah tidak bisa mengharapkan hidup hanya dari proyekproyek Pemerintah. Seperti diketahui, konsumsi nasional terdiri dari unsur konsumen rumah tangga, investasi swasta, investasi Pemerintah, serta sisa dari ekspor kurang impor. Dalam analisa Dekan FEUI Prof. Dr. Arsjad Anwar, peran pengeluaran rumah tangga pada tahun 1991 masih paling besar, yakni sekitar 54%. Peran pengeluaran Pemerintah cuma sekitar 9%. Sedangkan investasi swasta yang disebut sebagai pembentukan modal tetap domestik bruto (PMTDB) sekitar 27%. Sementara itu, selisih ekspor dan impor di tahun 1991 sekitar 7%. Menteri Keuangan J.B. Sumarlin mengatakan, untuk tahun 199394 diharapkan investasi Pemerintah dan swasta akan berjumlah Rp 75 trilyun. Adapun rencana investasi Pemerintah dalam RAPBN sebesar Rp 25,2 trilyun. Berarti, investasi swasta diharapkan sebesar Rp 50 trilyun. Soekarno memperhitungkan, investasi swasta akan berkurang karena Pemerintah akan mengintensifkan penarikan pajak, hingga pengaruhnya tentulah merasuk ke dunia usaha. Katanya, dana yang dirancang untuk ditanam kini harus dipakai melunasi pajak. Sementara itu, dana perbankan akan tergantung suplai uang dan pilihan likuiditas (apakah masyarakat gemar belanja, senang menabung, atau spekulasi). Sedangkan pengusaha akan mengambil kredit dengan melihat faktor biaya serta prospek keuntungan. Melihat kebijaksanaan Pemerintah serta pilihan likuiditas masyarakat, bankir Abdullah Ali ragu kalau investasi swasta bakal mencapai Rp 50 trilyun per tahun. ''Pengalaman pahit masa lalu justru menyebabkan ibuibu rumah tangga akan mengerem pemborosan, sedangkan perbankan lebih memperhatikan soal cost effectiveness,'' ujar bankir kawakan itu. Jadi, untuk tahun 1993, BCA merencanakan laju pertumbuhan kredit 10% saja, separuh dari laju tahun 1992. Kendati hargaharga akan naik, dosen dan pengamat ekonomi dari FEUI, Dorodjatun KuntjoroJakti, mendukung beleid Pemerintah tersebut. ''Saya rasa apa yang dilakukan Pemerintah adalah membuat perekonomian Indonesia berintegrasi dengan ekonomi dunia,'' ujarnya. Dampak dari membuka ekonomi Indonesia ke dunia luar (sejak 1967), menurut Dorodjatun, antara lain, ekonomi kita dituntut lebih efisien. Diakuinya, rentetan kenaikan harga BBM akan menyebabkan kenaikan harga. Tapi sementara. Ia setuju RAPBN 199394 ini disebut kontraktif. Bukan hanya karena tarikan pajak akan lebih besar dari anggaran belanja, melainkan juga karena investasi Pemerintah ditekankan pada proyekproyek prasarana dan sumber daya manusia. ''Jadi, Pemerintah dengan hatihati ingin mengerem konsumsi. Dengan demikian, inflasi tidak akan begitu tinggi, mungkin cuma tambah 1w2% dibandingkan dengan tahun lalu,'' kata pengamat dari LPEMUI tadi. Namun, kalau Pemerintah mengharapkan swasta efisien, apakah Pemerintah juga bisa begitu? Soalnya, dalam RAPBN itu anggaran belanja barang Pemerintah naik hampir 24% menjadi Rp 2,9 trilyun. Untuk apa saja uang sebanyak itu? Boleh jadi, naiknya anggaran belanja barang sudah diperhitungkan sebagai akibat kenaikan BBM. ''Kenaikan BBM ini tentu akan berdampak kenaikan harga pada jasa konstruksi,'' kata Sep Siput, direktur umum PT Trikarsa Nusantara dari Yogyakarta. Ia yakin, proyekproyek Pemerintah juga akan mengalami ''penyesuaian'' harga. Ketua Asosiasi Kontraktor Indonesia (AKI), Fathur Rochman, menyambut proyek-proyek Pemerintah itu dengan kepala dingin. ''Kenaikan RAPBN 11% itu relatif sama seperti tahun lalu,'' katanya datar. Menurut Rochman, sepanjang tahun 1992, ketergantungan AKI pada proyekproyek Pemerintah sampai 80%. Tapi, ketika terjadi boom tahun 19891991, ''Pangsa pasar di kalangan swasta sampai 40%,'' kata bekas direktur utama PT Bangun Cipta Sarana itu. Ia berpendapat, tahun 199394 ini, kontraktor besar akan merugi. Tapi ini bisa ditutup dengan subsidi silang dari laba di proyek swasta. ''Yang paling terpukul adalah kontraktor kecil (golongan B dan C) yang belum selesai menangani proyekproyek inpres,'' kata Rochman. ''Adanya kenaikan harga ini, ya mereka mesti nombok.'' Tapi sudah menjadi rahasia umum bahwa kontraktor biasanya justru menyusutkan proyek. Apa pun langkah Pemerintah, pengusaha swasta yang mahir biasanya selalu dan akan tetap untung. Max Wangkar, Laporan Biro-Biro
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini