Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Restoran Asep Stroberi menjadi sasaran amukan warga di tengah penertiban kawasan Puncak yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor pada Senin, 26 Agustus 2024. Musababnya, warga merasa penertiban ini tidak adil karena hanya menargetkan lapak pedagang kaki lima (PKL), sementara restoran besar seperti Asep Stroberi dibiarkan tetap berdiri.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mereka menilai restoran tersebut juga melanggar aturan karena tidak memiliki izin yang sah, namun tetap lolos dari pembongkaran. Apalagi restoran Asep Stroberi diketahui hanya dikenakan sanksi denda sebesar Rp 50 juta oleh Pemkab Bogor.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebagai bentuk protes, sejumlah warga sempat menghalangi dan mengarahkan alat berat yang dibawa oleh Pemkab Bogor ke Restoran Asep Stroberi. Bahkan beberapa warga yang marah juga melempari bagian luar restoran dengan telur busuk.
"Ya tentu saja kami kecewa dan marah, mereka tebang pilih dalam penertiban ini. Kami akan mencari keadilan dan kami akan laporkan Pemkab Bogor ke Ombudsman," kata Saepudin, warga Cisarua sekaligus pedagang yang lapaknya ikut terkena penggusuran, Senin, 26 Agustus 2024.
Lantas, siapa sebenarnya pemilik resto Asep Stroberi yang tidak dibongkar di tengah penggusuran yang masif terhadap PKL di kawasan Puncak?
Pemilik Resto Liwet Asep Stroberi
Asep Stroberi adalah restoran keluarga yang menawarkan hidangan khas Sunda. Restoran ini dimiliki oleh Asep Haelusna, pria kelahiran Tasikmalaya pada 11 Maret 1971.
Melansir situs resminya, pria yang akrab disapa Kang Asep itu berasal dari keluarga sederhana. Ia pernah menempuh pendidikan di IKIP atau yang sekarang dikenal dengan nama Universitas Pendidikan Indonesia (UPI). Asep mengambil jurusan Seni Rupa karena dia menyukai bidang seni rupa.
Selama kuliah, Asep menambah penghasilan dengan berbagai pekerjaan seperti menyablon, mendesain baliho, dan membuat dekorasi acara pernikahan. Penghasilan tersebut ia gunakan untuk membiayai pendidikan adik-adiknya. Setelah lulus, Asep menjalankan bisnis di bidang eksterior-interior, terutama untuk proyek pertamanan dan pervilaan.
Asep mulai terjun ke bisnis kuliner ketika bertemu dengan seorang dokter yang mempercayakan lahannya untuk dikelola. Bersama dokter tersebut, Asep memulai budi daya stroberi dengan konsep petik sendiri. Karena lokasi kebun jauh dari restoran, Asep sering memasak nasi liwet untuk para pekerja di sana.
Suatu hari saat sedang memasak nasi liwet, sekelompok orang tertarik dengan aroma kemangi yang tercium dari nasi tersebut. Mereka mencicipi nasi liwet Asep dan kembali keesokan harinya dengan membawa 75 orang untuk mencoba masakannya. Dari situlah, kabar tentang nasi liwet Asep menyebar dan penjualannya pun meningkat.
Pada 2006, Asep dan istrinya membuka restoran nasi liwet pertama mereka di Nagreg. Selain itu, mereka juga mengembangkan kebun stroberi. Awalnya, mereka belum menemukan nama yang pas untuk restoran tersebut. Namun akhirnya dipilihlah nama Asep Stroberi atau disingkat ASSTRO karena dianggap mudah diingat oleh banyak orang.
Berkat kerja kerasnya, kini Asep Haelusna memiliki 20 cabang restoran Asep Stroberi yang tersebar di Jawa Barat. Restoran ini juga berkembang pesat dengan berbagai fasilitas seperti tempat pemancingan, penginapan, dan kebun stroberi. Asep juga mendukung para pengusaha UMKM, termasuk pengrajin dan produsen makanan, dengan menyediakan tempat bagi mereka untuk berjualan.
Mahfuzulloh Al Murtadho berkontribusi dalam penulisan artikel ini.