Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Wasit Goblok

11 Agustus 2002 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PEMAIN atau penonton mengeroyok wasit sudah lumrah di negeri ini. Tapi yang terjadi di Desa Popongan, Karanganyar, Jawa Tengah, sungguh keterlaluan. Kali ini justru wasit yang bermain tinju di lapangan sepak bola. Peristiwa itu berlangsung Kamis dua pekan lalu, saat big match antara tim dari Desa Popongan dan tim Desa Pengin dalam turnamen menyambut hari kemerdekaan. Saking tegangnya "perang antarkampung" ini, para pe-main sudah berebut bola walau wasit Suroto, 22 tahun, belum meniup peluit tanda pertandingan dimulai. Tapi si wasit, yang masih berada di pinggir lapangan, membiarkan saja. Melihat adegan aneh itu, Mbah Arjo, seorang penonton, kesal. Sebagai penggila bola yang menonton hampir semua pertandingan pada Piala Dunia lalu, dia sangat paham aturan bermain sepak bola. Lelaki 60 tahun itu pun tidak betah untuk tidak berkomentar. "Wasit guoblok!" teriaknya berkali-kali. Nama-nama satwa di kebun binatang juga dia lontarkan dengan bahasa Jawa untuk mengumpat sang wasit. Merasa dicaci, darah muda Suroto cepat mendidih. Dia sudah masuk ke tengah lapangan, tapi buru-buru balik lagi ke pinggir untuk menghampiri Mbah Arjo, tetangganya sendiri. Suroto lalu meninju muka dan tubuh kakek yang sehari-hari dikenal sebagai tukang kayu itu. Para pemain yang semula asyik berebut bola turut mengerumuninya. Bukannya melerai, mereka malah turut menghajar si kakek. Hujan bogem mentah itu membuat Mbah Arjo tersungkur. Belum puas juga, pengeroyok lalu menginjak-injak tubuh kerempeng itu dengan kaki yang bersepatu bola. Setelah Mbah Arjo pingsan, barulah pengeroyokan berhenti. Si korban langsung dibawa ke Rumah Sakit Muhammadiyah, Karanganyar. Selama seminggu dia dirawat di sana karena tiga tulang iganya patah dan tulang dagunya melesak masuk. Akibat insiden ini, bukan hanya pertandingan hari itu bubar, tapi turnamennya pun dihentikan. Namun lurah setempat berhasil mendamaikan mereka setelah Suroto bersedia mengganti seluruh biaya pengobatan Mbah Arjo. "Saya menyesal, ternyata dia menghabiskan banyak biaya," kata Suroto, yang masih berstatus mahasiswa. Hanya, Poniyem, istri Mbah Arjo, masih menggerutu. "Suami saya tidak bisa bekerja lagi. Bagaimana kami bisa makan sehari-hari?" Agung Rulianto, Dewi Retno, Imron Rosyid (Solo)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus