Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Gurun Sahara, salah satu wilayah terkering di bumi berubah menjadi hijau, karena masuknya hujan lebat menyebabkan tumbuhnya tumbuhan di lanskap yang biasanya tandus.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dilansir dari abcnews.go.com, citra satelit yang dirilis oleh National Aeronautics and Space Administration atau NASA memperlihatkan area-area tumbuhan mulai muncul di Gurun Sahara setelah siklon ekstratropis membawa hujan lebat ke sebagian besar wilayah Afrika barat laut pada 7 dan 8 September.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut NASA Earth Observatory, kawasan tanpa pepohonan di Maroko, Aljazair, Tunisia, dan Libya, yang biasanya jarang menerima hujan, kini menunjukkan tanda-tanda tumbuhnya vegetasi hijau.
Setiap tahun, antara Juli dan September, curah hujan di wilayah utara khatulistiwa Afrika meningkat akibat musim hujan. Badai seperti ini terjadi ketika udara tropis dari sekitar khatulistiwa bertemu dengan udara panas dan kering dari wilayah utara. Perbatasan ini disebut Zona Konvergensi Intertropis (ITCZ). ITCZ bergerak ke utara khatulistiwa selama musim panas di belahan bumi utara dan ke selatan selama musim panas di belahan bumi selatan.
Perubahan iklim tidak hanya memengaruhi ITCZ, tetapi ITCZ juga berperan dalam memengaruhi iklim. Penghijauan Sahara yang terjadi baru-baru ini mungkin juga berkaitan dengan musim badai Atlantik yang lebih tenang dari biasanya.
Penyebab Gunung Sahara Menghijau
Dilansir dari cnn.com, fenomena ini ditandai dengan peningkatan cuaca badai yang terjadi ketika udara tropis lembap dari sekitar khatulistiwa bertemu dengan udara panas dan kering dari bagian utara benua.
Zona utama dari cuaca badai ini, yang disebut Zona Konvergensi Intertropis (ITCZ), bergerak ke utara khatulistiwa selama bulan-bulan musim panas di belahan bumi utara dan sebagian besar bergerak ke selatan selama musim panas di belahan bumi selatan.
Namun, sejak pertengahan Juli, zona ini telah bergeser lebih jauh ke utara dari biasanya, memicu badai di Sahara bagian selatan, termasuk wilayah seperti Niger, Chad, Sudan, bahkan hingga Libya utara, menurut data dari NOAA's Climate Prediction Center.
Akibatnya, beberapa bagian Gurun Sahara telah menerima curah hujan dua hingga enam kali lebih banyak dari biasanya. Menurut Karsten Haustein, peneliti iklim dari Universitas Leipzig, ada dua penyebab yang mungkin untuk pergeseran ke utara ini.
"Perubahan dari El Nino ke La Nina telah mempengaruhi seberapa jauh ITCZ bergerak ke utara musim panas ini," kata Haustein. El Nino, pola iklim yang ditandai dengan suhu laut yang lebih hangat di Pasifik khatulistiwa, biasanya menyebabkan kondisi lebih kering di Afrika Barat dan Tengah. Sebaliknya, La Niña yang baru muncul dapat menyebabkan efek yang berlawanan.
"Zona Konvergensi Intertropis, yang menyebabkan penghijauan Afrika, bergerak lebih jauh ke utara seiring dengan pemanasan global," kata Haustein. "Setidaknya itulah yang ditunjukkan oleh sebagian besar model."
Dilansir dari theweek.com, peningkatan terbesar dalam kehijauan tahun ini terlihat di bagian selatan Chad, selatan Sudan, dan Eritrea, sementara sebagian Mali, Nigeria, Chad, Sudan, dan Eritrea mengalami curah hujan yang paling signifikan.
"Yang menarik juga adalah danau-danau yang biasanya kering di Sahara kini terisi air akibat fenomena ini," kata Moshe Armon, dosen senior di Institute of Earth Sciences dan Hebrew University of Jerusalem, dalam rilis Earth Observatory.
SUKMA KANTHI NURANI I THE WEEK I CNN I ABC NEWS
Pilihan Editor: 5 Fakta tentang Gurun Sahara