Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Perusahaan global di bidang keamanan siber, Palo Alto Networks, memprediksi deepfake atau konten manipulasi berbasis suara akan menjadi salah satu ancaman siber utama pada 2025. Regional Vice President Palo Alto Networks ASEAN, Steven Scheurmann, mengatakan modus ancaman siber lewat fitur suara mudah dilakukan oleh peretas.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Mereka mau menggunakan yang paling mudah untuk berkompromi," kata Steven dalam diskusi yang digelar secara daring di Jakarta pada Selasa, 14 Januari 2025, dikutip dari Antara.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Steven, teknologi AI generatif yang canggih mempermudah pembuatan deepfake suara. Bahannya bisa didapat dari berbagai sumber, terutama dari figur yang sering tampil di publik. Suara tipuan bisa dibuat menjadi sangat realistis, sehingga sulit dibedakan oleh korban penipuan. “Mudah dilakukan, mudah dikirim, dan mudah mendapatkan hasil.”
Technical Solutions Manager Palo Alto Networks Indonesia Arthur Siahaan menyebut AI generatif tidak hanya mempermudah pembuatan manipulasi suara. Peretas juga disebut bisa menciptakan pesan elektronik yang tampak meyakinkan seperti pesan asli. Target lebih mudah terjebak dengan kombinasi email phishing dan deepfake suara.
"Hal-hal seperti ini yang kita lihat akan populer pada 2025," tutur Arthur.
Untuk menghadapi ancaman deepfake suara, Steven mengingatkan soal pentingnya pendekatan keamanan siber yang lebih menyeluruh. Artinya, sistem keamanan tidak bisa hanya memgandalkan firewall, tapi juga platform keamanan terpadu untuk mendeteksi ancaman siber,
Lembaga Riset Keamanan Siber Communication and Information System Security Research Center (CISSReC) sebelumnya juga mengidentifikasi beberapa ancaman siber di Indonesia yang harus diwaspadai pada 2025. Kejahatan yang paling berbahaya mulai dari rekayasa sosial, kemudian AI genetik atau agen AI yang bisa beradaptasi, serta ransomware yang berkembang secara otomatis.
Menurut Pratama Persadha, Ketua CISSReC, jenis ancamannya semakin kompleks seiring kemajuan teknologi. “Masih banyak serangan siber yang dihadapi oleh Indonesia,” katanya melalui keterangan tertulis pada 31 Desember 2024.