Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Digital

Respons Berbagai Pihak Saat Meutya Hafid Batasi Akses Pembuatan Media Sosial oleh Anak-anak

Berbagai pihak menanggapi langkah Menkomdigi Meutya Hafid batasi akses pembuatan akun media sosial oleh anak-anak. Apa kata mereka?

6 Februari 2025 | 20.01 WIB

Menteri Komunikasi dan Digital Meutya Hafid memberikan keterangan pers usai melakukan pertemuan tertutup dengan Presiden Prabowo Subianto, di Komplek Istana Kepresidenan, Jakarta, 13 Januari 2025. TEMPO/Imam Sukamto
Perbesar
Menteri Komunikasi dan Digital Meutya Hafid memberikan keterangan pers usai melakukan pertemuan tertutup dengan Presiden Prabowo Subianto, di Komplek Istana Kepresidenan, Jakarta, 13 Januari 2025. TEMPO/Imam Sukamto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemkomdigi) batasi pembuatan akun anak-anak di media sosial dengan membentuk Tim Penguatan Regulasi Perlindungan Anak di Ranah Digital. Menteri Komdigi Meutya Hafid, menyatakan pembentukan tim tersebut dalam rangka pembentukan regulasi guna memperkuat perlindungan anak di ruang digital.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

“Sesuai arahan dan semangat Presiden Prabowo Subianto untuk memperkuat perlindungan anak di ruang digital yang disampaikan kepada kami beberapa waktu lalu, maka kami menindaklanjuti dengan pembentukan tim kerja untuk pengaturan perlindungan anak di internet,” ujarnya dalam konferensi pers di depan gedung Kementerian Pendidikan Dasar (Kemendikdasmen), Jakarta Pusat pada Ahad, 2 Februari 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Penetapan pembentukan tim tersebut tertuang dalam surat keterangan (SK) yang telah ditandatangani beberapa perwakilan lintas kementerian, di antaranya Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemkomdigi), Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen), Kementerian Kesehatan (Kemenkes), dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA).

Lebih lanjut, kata Meutya, Tim Penguatan Regulasi Perlindungan Anak di Ranah Digital terdiri dari perwakilan pemerintah, akademisi, praktisi, dan perwakilan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) anak. Nantinya, kata dia, regulasi yang dibuat tidak hanya bertujuan untuk memperketat pengawasan dan meningkatkan literasi digital bagi anak-anak serta orang tua, tetapi juga untuk memastikan adanya penegakan hukum yang lebih tegas terhadap pelaku dan penyebar konten berbahaya.

Adapun dalam kesempatan berbeda, Meutya menegaskan kebijakan untuk memperkuat perlindungan anak di ruang digital itu diwujudkan dengan pembatasan akses pembuatan akun anak-anak di media sosial dan bukan pembatasan akses internetnya.

"Pada dasarnya untuk menjelaskan persepsi yang beredar di media massa saat ini, apapun persepsi kita bersama. Yang terjadi atau yang sedang dirancang adalah bukan pembatasan akses media sosial, tetapi pembatasan akses membuat akun-akun anak di media sosial," ujar Meutya dalam rapat kerja di Komisi I DPR RI, Jakarta, dilansir dari Antara, Selasa, 4 Februari 2025.

Menurutnya, apabila penggunaan media sosial didampingi oleh orang tua, serta menggunakan akun medsos dari orang tuanya hal itu tidak menjadi masalah. Menkomdigi lebih lanjut menjelaskan, kementeriannya akan mengatur dari segi teknologi platform media sosial yang dapat mendeteksi apakah akun tersebut merupakan akun anak-anak berusia di bawah 16 tahun atau bukan.

Sementara itu, sejak diumumkan, kebijakan ini telah menua respon dari berbagai pihak, sebagai berikut.

PP Persis: Langkah yang tepat

Ketua Bidang Informasi dan Komunikasi Pimpinan Pusat Persatuan Islam (PP Persis) Ihsan Setiadi Latief, menyebut langkah pemerintah melalui Kemkomdigi yang membentuk Tim Penguatan Regulasi Perlindungan Anak di Ranah Digital sebagai langkah yang tepat.

"Langkah tegas Menkomdigi sesuai arahan Presiden Prabowo Subianto yang menegaskan arti penting perlindungan anak di ruang digital adalah langkah yang tepat," ujar Ihsan dilansir dari Antara, Senin, 3 Februari 2025.

Dia menilai, anak-anak memang sudah harus mendapat perlindungan di ruang digital dan negara menurutnya, sudah harus hadir mengurus permasalahan ini. "Karena, anak-anak berpotensi terpapar konten berbahaya di antaranya judi online, pornografi, perundungan, hingga kekerasan seksual serta eksploitasi digital," kata dia.

Lebih lanjut, Infokom PP Persis menegaskan akan membantu lewat berbagai ahlinya untuk mendampingi tim yang sudah dibuat, dalam memperkuat data, fakta, dan argumentasi. Ia pun mengimbau kepada seluruh orang tua agar selalu memperhatikan putra-putri mereka ketika sedang bermedia sosial. "Jangan berikan ruang yang bebas ketika anak-anak sedang memegang gadget, HP, atau alat media sosial lainnya," kata Ihsan.

Pengamat Budaya dan Komunikasi Digital: Perlu lebih inklusif

Pengamat Budaya dan Komunikasi Digital dari Universitas Indonesia (UI) Firman Kurniawan, menyebutkan bahwa apabila pengaturan keamanan media sosial di Indonesia diterapkan ada baiknya perlu lebih inklusif untuk masyarakat yang lebih luas.

"Jadi lebih baik pengaturannya untuk penggunaan media sosial secara lebih luas. Jadi bukan hanya anak-anak saja yang harus dilindungi tapi semua pengguna media sosial. Karena kita lihat banyak juga korban-korban media sosial yang tidak cuma anak-anak di bawah umur tapi juga ada korban seperti ibu dan perempuan-perempuan dewasa yang jadi korban," kata Firman dilansir dari Antara,  Jumat, 31 Januari 2025. 

Firman mencontohkan salah satu ancaman negatif dari media sosial yang dimaksud seperti kasus sextortion atau kekerasan seksual online yang berakhir memeras korban karena ketidakpahamannya mengenai menjaga privasi di ruang digital. Karena itu, dibandingkan menyiapkan pengaturan yang sengaja membatasi kelompok umur tertentu, menurut dia, ada baiknya Pemerintah bisa menghadirkan mekanisme pengaturan media sosial bisa lebih inklusif.

"Jadi lebih baik pemerintah mengatur pembagian peran. Misalnya terkait relasi orang tua dengan anak dalam bermedia sosial, itu dijelaskan apa peran orang tua, apa peran anak. Lalu ada juga apa peran komunitas, dan apa peran platform, serta peran pemerintah. Jadi bukan mengatur pembatasan usia tertentu tapi lebih pas mengajarkan bagaimana menggunakan media sosial dengan cara yang tepat," kata Firman.

Genre Indonesia: Cegah anak muda dare brain rot

Ketua Umum Forum Generasi berencana (Genre) Indonesia 2024-2026 I Putu Arya Aditia Utama, menyebut pembatasan media sosial dapat mencegah anak-anak muda dari brain rot atau menghabiskan waktu berjam-jam hanya untuk menggulir (scroll) layar ponsel tanpa tujuan.

"Kita tahu ya, brain rot itu sekarang anak-anak muda ini saking seringnya scroll-scroll, jadi mendapatkan informasi eksternal yang banyak dengan begitu cepat, itu mengakibatkan brain rot, dan kita merasakan itu terjadi pada orang dewasa juga yang seharusnya bisa mengontrol dirinya, maka kita punya program menggaungkan literasi," kata dia pada Kamis, 23 Januari 2025.

Ia menegaskan, sebaiknya anak-anak yang belum berusia 10 tahun memang tidak diperbolehkan mengoperasikan ponsel terlebih dahulu, kecuali dalam pengawasan ketat orang tua.

Hanin Marwah berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus