TAK semua orang suka menggunakan komputer. Bahkan. Dr. An Wang, 73 tahun, pendiri perusahaan komputer Wang, tak mau memiliki komputer di mejanya. Ia menganggap pemakaian komputer "terlalu sulit". An Wang tak sendirian. Banyak manajer tak punya waktu untuk belajar menggunakan komputer. Selain itu, pemanfaatan komputer dalam sebuah kantor biasanya menyebabkan perubahan proses kerja. Bagi kantor yang proses kerjanya luwes alias tak berstruktur, komputerisasi memang tak selalu mudah. Ini agaknya disadari oleh Stephen R. Levine, anak buah An Wang yang me-ngepalai bidang perancangan. Maka, selama dua tahun, Levine memimpin tim untuk merancang cara agar komputer "mudah" digunakan. Hasilnya adalah sistem Freestyle, alias "gaya bebas". Ini bukan komputer baru. Sebab, Freestyle ternyata dirancang bagi para pemilik komputer pribadi (PC) jenis IBM compatible. Dengan menambah beberapa program dan perangkat keras elektronik, jaringan PC yang ada menjadi "mudah" digunakan. Perangkat keras itu, antara lain, adalah pena dan kertas elektronik. Program Freestyle menyebabkan pemakai PC dapat menggunakan pena dan kertas elektronik itu seperti pensil dan kertas betulan. Program ini memang dirancang untuk meniru cara kerja para manajer sebelum memakai komputer. Misalnya memberi komentar berupa coretan di atas proposal. Biasanya dokumen itu bertumpuk di atas meja sang manajer, dalam keranjang bertuliskan in atau "masuk" Semua kegiatan ini, oleh Freestyle, dikomputerkan. Pada mulanya layar komputer akan tampil seperti permukaan meja manajer. Lengkap dengan keranjang berisi dokumen "masuk", "keluar", bahkan keranjang sampah dan stapler. Tentu saja semuanya dalam bentuk gambar. Si manajer, dengan menggerakkan "pensil" di atas kertas elektroniknya, dapat memanipulasi gambar-gambar itu tanpa perlu menggunakan papan ketik (keyboard)nya. Bila "pensil" ditekan, sebuah noktah akan tertera di layar komputer untuk menandakan posisi "pensil" itu. Lantas, dengan menggerakkan noktah itu ke keranjang "masuk", dokumen yang terdapat di situ dapat dibaca. Kalau perlu, diperbesar atau diperkecil. Untuk mengeluarkan perintah "perbesar" atau "perkecil" dan perintah-perintah lainnya, pemakai cukup menggerakkan noktah ke kotak menu yang terdapat di ujung layar. Jadi, mirip penggunaan mouse pada komputer Macintosh yang populer itu. Bila dianggap perlu, pemakai dapat membubuhkan coretan apa saja di atas dokumen itu seperti menggores dengan pensil. Kemudian dokumen tersebut dapat dikirim ke pemakai Freestyle lainnya. Tentu saja melalui pos elektronik. Jika alamat yang dituju tak memiliki Freestyle, dokumen itu dapat dikirim dengan facsimile. Maklum, sistem buatan Wang ini memang memadukan kemudahan facsimile dengan komputer. Bahkan segala surat yang dikirim dari luar melalui facsimile dapat pula langsung masuk ke komputer. Adapun dokumen berbentuk kertas lainnya, misalnya sebuah artikel menarik di sebuah majalah, dapat dimasukkan ke dalam komputer melalui scanner. Alhasil, sistem ini memang cocok bagi perusahaan yang telah memiliki banyak dokumen berbentuk kertas. "Pokoknya, semua perusahaan yang banyak menggunakan dokumen akan menjadi pasar kami," kata Kiran Desai, manajer pemasaran PT Metrodata Indonesia. Agen Wang di Indonesia ini memamerkan kepiawaian Freestyle di Jakarta, dua pekan lalu. Kepiawaian yang menarik minat pengunjung adalah pemaduan suara ke dalam sistem ini. Sebab, sambil memberikan coretan di atas dokumen, pemakai Freestyle dapat mengirim perintah lisannya, sekaligus. Freestyle akan merekam paduan suara dan gerakan pensil serta mengirimkannya ke tujuan, sehingga penerima dapat meli hat jalannya goresan pengirim sambil mendengar pesan. Seolah-olah melihat hasil rekaman video saja. "Kami memang memasarkan pengolahan informasi, bukan hanya data," kata Ir. Hermanto Murniadi, general manager Metrodata. Sayangnya, pengiriman suara hanya dapat dilakukan antara sesama PC yang tergabung dalam sebuah Loca Area Network (LAN) berfasilitas Freestyle. Bila dikirim melalui facsimile, hanya dokumen data yang bisa diteruskan. Karena itu, Freestyle memang hanya cocok bagi pemilik LAN. Dan pengguna sistem ini harus memiliki kemampuan menyimpan data yang besar. Sebab, semua dokumen yang dimasukkan ke komputer melalui scanner memakan. banyak tempat. Maklum. dokumen itu dianggap komputer sebagai grafik (gambar), bukan teks. Satu helai dokumen -- yang di-scan dengan kerapatan 300 titik per inci menghabiskan memori 50 kb. Padahal, bila dianggap teks, hanya memerlukan sekitar 3 kb. Tak heran jika Wang melengkapi tawaran Freestyle ini dengan disket optik berkapasitas 2 milyar bytes (2 Gb). Itu berarti disket berharga 500 dolar ini mampu menyimpan 40 ribu dokumen. Hanya saja harga alat pembaca disket ini cukup mahal, sekitar US$ 35 ribu sebuah. Selain itu, data yang telah direkam ke disket tak akan dapat dihapus lagi. Dan lama waktu menggali data di disket bisa mencapai 30 detik. Kendati demikian, Wang mengaku sudah berhasil menjual seribu sistem ini di seluruh dunia. Padahal, di AS, baru dipasarkan sejak Desember tahun lalu. Sedangkan di pasar internasional baru diperkenalkan mulai Januan lalu. Bagaimana di Indonesia? "Sudah ada bank yang menjajaki," kata Hermanto. Selain itu, sistem ini sedang diuji coba di kantor Setneg. Namun, pasar di Indonesia memang tak luas. Sebab, belum banyak LAN yang dapat memanfaatkan Freestyle ini. Lagi pula harganya tak bisa disebut murah. Perangkat pensil dan kertas elektronik saja berharga hampir 2.000 dolar. Sedangkan interface untuk memadukan suara berharga sekitar 1.500 dolar. Padahal, di sini, tenaga sekretaris dan pesuruh masih murah. Bambang Harymurti (Jakarta)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini