Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hari-hari ini Ngaragani, 5 tahun, begitu senang memainkan ponsel Nokia tipe E63 milik ibunya. Maklum, sang ibu, Teni Nurlaela, baru saja meng unduh beberapa permainan di situs tentang anak dengan alamat http://perkembangananak.com. Ada tiga permainan atau game yang membuat ibu 34 tahun ini kesengsem, yaitu Bahana, Enrich, dan Mantap. ”Ini bukan sembarang game,” kata Teni, Rabu pekan lalu.
Sesuai dengan namanya, ketiga permainan yang diunduh Teni bisa menjadi teman belajar anak kesayangannya. Bahana berarti belajar huruf, angka, dan warna. Enrich adalah English for Kids. Adapun Mantap adalah matematika untuk anak pintar. ”Game yang mendidik, cocok untuk belajar dan bermain anak,” kata Teni.
Tengok saja Gani ketika memainkan Mantap. Siswa taman kanak-kanak di Bandung ini betah berlama-lama memelototi layar telepon. Ia mengge rakkan jari-jari mungilnya ke kanan dan ke kiri untuk menjawab teka-teki seputar belajar matematika, dari membaca angka, menghitung, meng urutkan, sampai menjumlahkan angka. Layar penuh warna dengan menampilkan aneka binatang dan buah-buahan menambah daya tarik permainan.
Lebih-lebih ketika suara nyaring terdengar. Misalnya ”Bagusss sekali!” atau ”Luarrr biasa!” sebagai pertanda jawaban benar. Sesekali senyum Gani pun merekah. Tapi dahi Gani tiba-tiba mengernyit manakala suara nyaring lainnya terdengar, ”Ups, coba lagi!” Teni mengaku senang karena secara tak sadar Gani mau belajar matematika dengan gembira. ”Jarang-jarang ada aplikasi permainan semacam ini,” kata Teni.
Teni patut berterima kasih kepada si pembuat game. Adalah Fahma Waluya, siswa kelas satu Sekolah Menengah Pertama Salman Al-Farisi, Bandung, yang membuat ketiga permainan itu. Ia melakukannya saat masih duduk di bangku sekolah dasar. Berkat Bahana, Enrich, dan Mantap, Fahma dinobatkan sebagai salah satu juara lomba teknologi informasi tingkat nasional dalam INAICTA 2010, akhir Juli lalu. ”Ayo, buat game dari anak untuk anak,” kata Fahma.
Fahma, kini 12 tahun, laiknya bocah pada umumnya, sangat suka game. Awalnya putra pasangan Yusep Rosmansyah, 39 tahun, dan Yusi Elsiano, 34 tahun, ini tidak berpikir membuat game sendiri meski sanggup membuat animasi menggunakan flash lite Adobe. Kemampuan itu didapatnya dari kursus privat semasa Fahma duduk di kelas empat Sekolah Dasar Cendekia, Bandung.
Ide membuat game muncul pada saat Fahma duduk di kelas lima. Saat itu adik kesayangannya, Hania Pracika, mulai belajar di taman kanak-kanak B Cendekia, Bandung. Hania sangat suka belajar. Pada waktu senggang, keduanya sering belajar bersama sembari bermain. Namun Fahma menda pati adiknya masih terbata-bata mengeja huruf. Setelah belajar, Hania mempunyai kebiasaan memainkan telepon seluler tipe E71 milik ibunya.
Nah, untuk membuktikan rasa sayang terhadap Hania, Fahma ditantang ayahnya membuat aplikasi di telepon seluler milik sang ibu. ”Bagaimana agar Hania bisa bermain sambil belajar,” tutur Fahma tentang arahan sang ayah.
Yusep, dosen teknik elektro dan informatika Institut Teknologi Bandung, berpikir waktu setahun belajar animasi cukup bagi Fahma untuk memulai proyek membuat game sendiri. Terlebih Fahma pernah menjuarai lomba menggambar di sekolahnya. ”Fahma memiliki kesempatan dan keahlian membuat game,” kata Yusep. Ide, konsep, dan eksekusi pembuatan game sepenuhnya dia serahkan ke Fahma.
Fahma sempat tertegun mendapat tantangan sang ayah. Alasannya, ia tidak mempunyai bayangan permainan seperti apa yang akan dibuatnya. Meski masih bersekolah tingkat dasar, Fahma paham, membuat aplikasi di telepon seluler sedikitnya harus melalui empat tahap, yaitu analisis atau ide, peran cangan ide, pelaksanaan membuat game, dan uji coba game.
Tapi tak butuh waktu lama bagi Fahma untuk mendapatkan ide, lantaran tantangannya membuat permainan be lajar adiknya di telepon seluler. Kebetulan Fahma memang ingin adiknya cepat membaca dan menulis. Pengalaman bermain Fahma dan Hania dijadikan ide untuk mulai membuat aplikasi di telepon seluler milik ibunya, tentang cara mengenal huruf sekaligus bagaimana cara menulisnya.
Hari selanjutnya, Fahma membuat perancangan dengan menggambarkan ide di pikirannya. Ketak-ketik di komputer jinjing yang dilengkapi program flash, lahirlah Bahana, permainan three in one (tiga dalam satu) yang memungkinkan seseorang belajar huruf, warna, dan angka sekaligus. Tak lupa Fahma meminta Hania sebagai pengisi suara di game buatannya itu.
Tempo mencoba Bahana di telepon seluler apa pun yang dilengkapi aplikasi flash. Pada awal permainan, sebuah judul berwarna-warni terbaca, Belajar, Huruf, Warna, dan Angka. Cara memainkannya mudah sekali, tinggal arahkan tanda penunjuk di layar telepon seluler ke judul itu. Permainan membaca dan cara menulis huruf plus angka pun bisa dimulai. Misalnya dengan mengarahkan tombol ke huruf A dari 26 huruf yang terpampang di layar. Sekejap mata, layar di telepon berubah menampilkan dua gambar huruf A yang berbeda cara penulisannya. Satu huruf besar, satu lagi huruf kecil. Selanjutnya, suara nyaring Hania pun terdengar, ”Ini huruf A.”
Sejak Bahana tercipta, Fahma mulai ketagihan membuat game. Ia bahkan tidak butuh waktu lama untuk menciptakan satu game. Saat ditemui di rumahnya di kawasan Cikondang, Bandung, Fahma berkata, ”Dalam sepuluh menit Kakak mau dibuatkan game apa?” Benar saja, Fahma mampu menjawab tantangan membuat game yang berhu bungan dengan profesi wartawan. Sebuah game tentang fotografer yang bertugas memotret pun sekejap dibuatnya.
Game buatan Fahma terus bertambah. Selain Bahana, Enrich, dan Mantap, ada Doa Anak Muslim dan Duit. Kini Fahma sedang menyelesaikan proyek terbarunya: membuat game membaca nama-nama Allah atau asmaul husna. Sama, ide-ide itu muncul saat adik kecilnya, Hania, kesulitan belajar menghafal salah satu mata pelajaran yang dihadapinya. ”Hania inspirasiku,” kata Fahma.
Sayang, Fahma tidak memiliki waktu luang yang cukup untuk berfokus membuat game saja. Rutinitas sekolah, mengerjakan pekerjaan rumah, kursus, dan bermain menyita banyak waktunya. Fahma merasa tak sabar menjadi dewasa dan membuat game sesuai dengan keinginannya. ”Wah, enak ya jika sudah lulus sekolah atau kuliah, bisa bikin aplikasi sepanjang hari,” katanya tersenyum.
Yusep mengaku sangat bangga melihat bakat besar anaknya. Tapi, sebagai orang tua, dia memilih untuk tidak terlalu ”bernafsu” mendorong anaknya berprestasi. ”Orang tua perlu menjalankan trik agar anak tetap merasa bermain sembari berprestasi,” kata doktor lulusan University of Surrey, Inggris, ini.
Rudy Prasetyo
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo