Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Digital

Revolusi di Ujung Cangkul

Bappenas dan PBB membangun pusat komputer dan internet di pedesaan untuk mengurangi kemiskinan. Ada petani yang bisa menjual kodok hingga ke Cina, tapi lebih banyak yang cuek.

1 Mei 2006 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MIMPI itu muncul dari sebuah rumah yang jauh dari keriuhan, di tepi sawah. Di pojok Desa Munceng itulah Sartono menghabiskan malamnya dengan ritual yang tak biasa. Petani yang cuma punya sawah setengah hektare itu tiap malam duduk memelototi layar komputer. Wajahnya grogi. Tapi impian besar sedang menggedor petani berusia 43 tahun itu: ingin hidup sejahtera dengan secuil sawahnya itu.

Di gedung tua itulah dia berkenalan dengan komputer yang menghubungkannya ke berbagai pusat ilmu di seluruh dunia. Petani kampung itu belajar menggunakan Internet. Di kampungnya memang berdiri telecenter (se-ma-cam warnet) atas bantuan Bappenas dan UNDP, badan PBB yang mengurusi pembangunan.

”Saya belajar dua jam setiap malam. Mata saya sakit jika terlalu lama,” kata lelaki lulusan SMEA itu kepada Tempo. Saat penduduk Munceng lainnya terlelap dalam buaian irama gamelan atau dangdut yang mengalir dari radio atau televisi, pikiran Sartono melayang-layang mencari ilmu baru: bagaimana menggemukkan sapi-sapinya. Sapi-nya sudah ia beri ampas tahu tapi tetap lambat gemuk.

Jawaban dari pertanyaan itu dia temukan dari kotak cerdas yang tiap malam dia geluti itu. Dia menemukan teknik membuat pil ajaib penggemuk sapi setelah tersasar di situs peternakan sapi dari Australia (http://www.genaust.com.au). Dengan mengguna-kan Google dan dibantu Suwondo, petani itu akhir-nya menemukan ramuan pil vitamin penggemuk sapi dari situs Badan Tenaga Atom Nasional atau Batan (http://www.batan.go.id/2001/pil_sapi.html). ”Awalnya, ngeri juga saat melo-ngok situs yang menangani tenaga atom di Indonesia itu. ”Jangan-jangan saya nanti dikira hendak membuat bom,” tutur petani yang juga pembuat tahu itu.

Berkat Internet, kini sapinya bisa gemuk dalam waktu satu setengah bulan dan bisa cepat dijual ke para pedagang yang mengirim sapi ke Jakarta. Lelaki yang sudah sembilan tahun beternak sapi itu kini juga bisa menjual pil vitamin untuk sapi. Sawahnya yang cuma sepetak kini produksinya juga meningkat setengah ton dari biasanya.

Komputer telah mendatangkan sejumput keajaiban bagi Muneng, desa di Madiun, Jawa Timur, yang tak terkenal dan sepertiga penduduknya dibalut kemiskinan. Selain Sartono, Sukad adalah yang merasakan manfaat hadirnya Telecenter Madurasa di Muneng. Dengan bantuan pengurus telecenter dia menggali teknik menanam melon. Dia mencoba teknik baru itu di sepetak lahan, dan sepetak sisanya dengan teknik lama. Setelah 37 hari ternyata ilmu barunya membuat melonnya lebih besar dan lebih manis. ”Luar biasa sekali informasi seperti ini tersedia di komputer,” katanya.

Keajaiban di Desa Muneng itu datang sejak Bappenas dan UNDP membangun telecenter di sana. Ada lima komputer, satu pemindai, dan printer di gedung tua yang dilengkapi pendingin itu. Hebatnya, telecenter ini juga dilengkapi proyektor digital serta laptop untuk penyuluhan dan pelatihan.

Telecenter ini memang bukan seperti warung internet (warnet), yang cuma melulu jualan akses internet. ”Kami memfokuskan membangun manusia. Akses Internet hanya alat,” kata Dinar Pandan Sari, petugas dari Bappenas/UNDP yang menangani bidang kerja sama pemberantasan kemiskinan.

Tujuan program ini memang meme-rangi ”desa merah” (desa yang menurut Badan Pusat Statistik memiliki pen-duduk miskin lebih dari 30 persen) lewat pengenalan komputer. Dalam setahun telecenter ini digelontor dana ope-rasional Rp 250 juta sampai Rp 300 juta untuk menggerakkan berbagai kegiatan yang mayoritas justru di luar urusan internet. Contohnya Sukad, yang membikin percobaan dengan melonnya.

Karena itulah program kegiatan telecenter ini mirip sebuah kantor penyuluh-an. Longoklah Telecenter Madurasa di Muneng. Di dindingnya terpasang berbagai program kelompok petani yang sedang menanam melon, kelompok aris-an PKK, pengajian, hingga kelompok pemuda yang membuka jasa pembuat-an desain undangan. Kantor itu dige-rakkan oleh tiga orang: manajer telecenter, penggerak masyarakat, dan ahli komputer.

Program ini dimulai tahun lalu dan saat ini, menurut Dinar, sudah berdiri di tujuh tempat: Telecenter e-Pabelan (di Magelang), Telecenter Madurasa di Muneng (Madiun), Telecenter Semeru di Desa Kertosari (Lumajang, Jawa Timur), Telecenter Lalupu di Kenda-ri (Sulawesi Tenggara), Telecenter Gorontalo di Desa Tuladenggi (Gorontalo), dan telecenter di Papua.

Setiap telecenter biasanya memili-ki program unik. Telecenter Semeru (Lumajang), misalnya, getol memasarkan hasil panen para petani lewat internet. Mereka membuat toko maya di Internet (http://www.indonetworks.co.id/semerutelecenter). Ini semacam toko kelontong di kampung yang menjual apa saja, mulai dari keripik pisang, jahe, perhiasan dari perak, hingga kodok jenis bullfrog. Telecenter menerapkan sistem bagi hasil untuk toko-toko itu. ”Mereka berhasil menjual kodok ke Cina dan perhiasan ke Malaysia,” kata Dinar dengan mata berbinar-binar.

Kesuksesan telecenter juga hadir di Desa Pabelan, Kecamatan Mungkid, Kabupaten Magelang. Kepada Tempo, Fuad Mutaqin menunjukkan karyanya setelah belajar Internet. ”Itu kebun semangka seluas 1.700 meter,” ujar petani itu bangga. Di kebun yang dikelola 10 petani itu, mereka melakukan percoba-an pada semangka tanpa biji dengan tiga perlakuan: ada yang mendapatkan pupuk kimia, pupuk organik, dan campuran keduanya.

Di Pabelan, telecenter ini juga digunakan untuk pelatihan bahasa Inggris, bekerja sama dengan Regional English Language Office Kedutaan Besar Amerika Serikat. Santri-santri dan ustad di Pondok Pesantren Pabelan juga memanfaatkan ”warnet” ini. Bahkan salah satu guru di Pabelan, Muhammad Chotim, berhasil menjuarai kompetisi nasional teknologi informasi yang diadakan oleh Microsoft. Pemuda berusia 19 tahun yang ke mana-mana gemar bersarung itu mengalahkan 150 peserta lainnya untuk kategori kreasi cakram digital (CD). Ia membikin model pengajaran bahasa Arab dengan menggunakan Microsoft Power Point.

Sebelum ada Telecentar e-Pabelan, Chotim benar-benar buta komputer. Tapi kini lelaki yang pintar membaca tulisan Arab gundul (tanpa tanda baca) ini berhak mendapat hadiah Rp 5 juta dan dikirim ke Seoul untuk mengikuti pelatihan Microsoft. ”Uangnya akan saya gunakan untuk membeli kompu-ter, mengajari siswa, dan untuk membuka usaha desain kartu undangan,” kata Chotim, seperti ditirukan Dinar.

Cerita manis tentang santri dan pe-tani yang tercerahkan telecenter itu tak tercipta dengan mudah. Manajer lapangan telecenter harus pintar-pintar mendekati beberapa kelompok masyarakat desa. Mereka ikut pengajian, arisan ibu-ibu PKK, juga berpanas-panas bersama para petani. ”Kami perlu waktu tiga bulan untuk bisa meng-ajak masyarakat ke tempat ini,” ujar Manajer Telecenter Madurasa, Muneng Dwi Murdiyanto. Strategi yang dipa-kai Murdiyanto adalah mengunduh informasi tentang pertanian, cuaca, serta peternakan dari Internet. Setiap kali ada informasi tentang kasus yang sedang naik daun, seperti flu burung dan demam berdarah, ia juga mencetak dan menyebarkan ke masyarakat serta menjelaskan kegunaan Internet.

Tapi taktik itu tak seratus persen manjur. Kini, menurut Dwi, dalam seminggu hanya ada tiga petani yang datang. Bahkan, jika pada musim tanam, tak seorang pun petani yang berkunjung. ”Telecenter ini malah ramai oleh pelajar,” kata Dwi. ”Banyak petani yang lebih suka dicarikan daripada men-cari sendiri.” Untuk sementara proyek revo-lusi di ujung cangkul masih terta-han. Padahal, dalam setahun, proyek ini akan disapih dan harus mandiri.

Burhan Sholihin, Bibin Bintariadi (Madiun), Ari Aji HS (Kebumen), Syaiful Amin (Magelang)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus