Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Laporan terbaru International Business Machine Corporation (IBM) mengungkapkan hanya 17 persen dari jumlah perusahaan di Asia Tenggara yang mumpuni dari sisi strategi penerapan kecerdasan buatan atau AI. Dalam kajian berjudul AI Readiness Barometer: AI Landscape, IBM menyurvei perspektif 372 pemimpin entitas teknologi dan data di Singapura, Indonesia, Thailand, Malaysia, serta Filipina.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Untuk menggarap laporan tersebut, IBM menggandeng Ecosystm, penyedia jasa riset yang kemudian yang mengumpulkan data ihwal kesiapan penerapan teknologi AI. Tim Ecosystem menyisir proses bisnis berbagai organisasi, kemudian memberikan skor. Penilaiannya berdasarkan berbagai metrik, mulai dari budaya di manajemen maupun fondasi data perusahaan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Merujuk laporan tersebut, mayoritas korporasi sudah mencoba untuk mengadopsi AI dalam proses bisnis. “Hal bagusnya adalah tidak ada bisnis yang sama sekali tidak mencoba AI,” kata CEO Ecosystm, Ullrich Loeffler, dalam agenda THINK on Tour 2024 yang digelar IBM di Marine Bay Sands Convention Centre Singapura, Kamis, 15 Agustus 2024.
Sebanyak 85 persen dari pemimpin perusahaan teknologi yang disurvei mengakui penggunaan AI bisa membantu pencapaian target strategis. “Secara keseluruhan, upaya awal difokuskan pada peningkatan produktivitas,” kata Ullrich. “Ada beberapa keberhasilan, namun hal ini dapat diperluas.”
Kendati begitu, studi yang sama menunjukkan bahwa kebanyakan organisasi belum mampu untuk memanfaatkan AI secara efektif. Dalam survei, hanya 17 persen responden yang mengaku memiliki tim data science dalam organisasi, sisanya tidak memiliki spesialis AI.
Sebagian besar kepala perusahaan dan organisasi yang disurvei juga belum memprioritaskan tata kelola data dan kepatuhan regulasi. Padahal, tata kelola ini dibutuhkan untuk mengetahui risiko dari regulator terhadap bisnis-bisnis yang berjalan. Pada 2024 dan 2025, AI hanya diprioritaskan untuk bukti konsep dan peningkatan kualitas data.
“Kesiapan AI memerlukan kepemimpinan yang kuat, strategi data yang tangguh, bakat yang tepat, dan kerangka tata kelola yang dipikirkan dengan matang,” kata General Manager IBM Asia Tenggara, Catherine Lian.
Dia mengimbuhkan, tata kelola tersebut juga untuk memastikan penggunaan AI yang bertanggung jawab dan etis. Tanpa fondasi yang kuat, ucap Catherine, perusahaan berisiko hanya memakai AI dari sisi kemampuan teknologi. “Tetapi gagal mempertimbangkan dampak jangka panjang terhadap bisnis.”