Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Bisnis

5 Poin Isi Surat Sri Mulyani kepada Menteri ESDM dan BUMN

Sedikitnya ada lima poin penting yang disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam surat yang ditujukan kepada Menteri ESDM dan BUMN.

28 September 2017 | 10.57 WIB

Surat  Sri Mulyani Indrawati ke Menteri BUMN dan ESDM. istimewa
Perbesar
Surat Sri Mulyani Indrawati ke Menteri BUMN dan ESDM. istimewa

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Surat yang dilayangkan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati ditujukan kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral serta Menteri Badan Usaha Milik Negara dan diduga bocor ke publik belakangan memicu polemik. Dalam surat tertanggal 19 September 2017 disebutkan kondisi keuangan PT PLN (Persero) yang terancam gagal membayar utang.

Surat bersifat penting dan segera itu pada intinya menjelaskan tentang perkembangan risiko keuangan negara yang bersumber dari kondisi keuangan PLN. Dalam hal ini yang dimaksud adalah kondisi keuangan perusahaan setrum negara dalam rangka memenuhi target penyediaan infrastruktur kelistrikan (Program 35 GW).

Baca: Ini Tanggapan Dua Kementerian yang Disurati Sri Mulyani

Sedikitnya ada lima poin yang disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani dan ditembuskan pada Kepala Kantor Staf Kepresidenan, Direktur Utama PLN dan Dewan Komisaris PLN. Kelima poin itu adalah:

1. Kinerja PLN ditinjau dari sisi keuangan terus menurun seiring semakin besarnya kewajiban untuk memenuhi pembayaran pokok dan bunga pinjaman yang tidak didukung dengan pertumbuhan kas bersih operasi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

"Hal ini menyebabkan dalam tiga tahun terakhir, Kementerian Keuangan harus mengajukan permintaaan waiver kepada pemberi pinjaman (lender) PLN sebagai dampak terlanggarnya kewajiban pemenuhan covenant PLN dalam perjanjian pinjaman untuk menghindari cross default utang PLN yang mendapatkan jaminan pemerintah," seperti dikutip dari surat yang ditandatangani oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati tersebut.

2. Terbatasnya internal fund PLN untuk melakukan investasi dalam rangka melaksanakan penugasan pemerintah berdampak pada bergantungnya pemenuhan kebutuhan investasi PLN dari pinjaman.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Baik melalui pinjaman kredit investasi perbankan, penerbitan obligasi, maupun dari lembaga keuangan internasional," kata Sri Mulyani.

3. Berdasarkan profil jatuh tempo pinjaman PLN, kewajiban pokok dan bunga pinjaman PLN diproyeksikan terus meningkat dalam beberapa tahun mendatang.

"Sementara itu pertumbuhan penjualan listrik tidak sesuai dengan target dan adanya kebijakan pemerintah meniadakan kenaikan tarif tenaga listrik (TTL) dapat berpotensi meningkatkan risiko gagal bayar PLN," seperti dikutip dari surat tersebut.

4. Dengan mempertimbangkan bahwa sumber penerimaan utama PLN berasal dari TTL yang dibayarkan pelanggan dan subsidi listrik dari pemerintah, kebijakan peniadaan kenaikan TTL perlu didukung dengan regulasi yang mendorong penurunan biaya produksi tenaga listrik.

"Selain itu kami mehgarapkan saudara dapat mendorong PLN melakukan efisiensi biaya operasi (utamanya energi primer) guna mengantisipasi peningkatan risiko gagal bayar di tahun-tahun mendatang," ucap Sri Mulyani dalam suratnya.

5. Terkait dengan penugasan program 35 GW, Sri Mulyani berpendapat perlu dilakukan penyesuaian target penyelesaian investasi PLN dengan mempertimbangkan ketidakmampuan perusahaan memenuhi pendanaan investasi dari arus kas operasi, tingginya profil utang jatuh tempo, serta kebijakan pemerintah terkait tarif, subsidi listrik, dan penyertaan modal negara (PMN).

"Hal ini diperlukan untuk menjaga sustainabilitas fiskal APBN dan kondisi keuangan PLN yang merupakan salah satu sumber risiko fiskal pemerintah," kata Sri Mulyani lebih lanjut.

Direktur Utama PLN Sofyan Basir sebelumnya menyatakan, kondisi keuangan perseroan masih sehat. “Cash flow perusahaan sekitar Rp 63 triliun,” ujar dia, kemarin. Dia menjelaskan, aset total PLN sekitar Rp 1.300 triliun dengan ekuitas Rp 890 triliun. “Pendapatan kami sekitar Rp 300 triliun. Dengan kondisi ini, keuangan kami masih aman.”

Sofyan mengaku belum membaca surat Menteri Keuangan Sri Mulyani. “Saya cek masih di sekretariat.”

AHMAD FIKRI

RR Ariyani

Lulus dari Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik Universitas Diponegoro pada tahun 2000. Bergabung dengan Tempo pada tahun 2004. Kini menulis untuk desk ekonomi dan bisnis yang mencakup isu makro ekonomi, finansial, korporasi, sektor riil hingga investasi.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus