Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi mengatakan masyarakat tak perlu khawatir dengan kondisi PT Bank Syariah Indonesia Tbk atau BSI usai Pimpinan Pusat Muhammadiyah disebut menarik dana dari bank pelat merah itu. Dia menyebut keuangan BSI tak akan pengaruh kalau dana yang diambil sebesar Rp 12-15 triliun.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
BSI tercatat mengelola Rp 297 triliun dana pihak ketiga atau DPK per akhir Maret 2024. “Tidak berpengaruh, masyarakat tidak perlu takut. Kalau ditarik dari BSI kemudian tidak ada uangnya ini akan menjadi masalah,” kata Ibrahim saat dihubungi pada Rabu, 12 Juni 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Kendati demikian, Ibrahim tak menampik sikap PP Muhammadiyah akan berpengaruh terhadap sentimen masyarakat terhadap BSI. Dia mengatakan kondisi itu wajar terjadi, apalagi Muhammadiyah merupakan organisasi masyarakat terbesar di Indonesia.
Ia pun mengatakan tren negatif perdagangan saham BSI tak akan lama. “Gonjang-ganjing terhadap saham emiten BSI di bursa efek. Saya optimis penurunan saham di bursa efek ini bersifat sesaat,” kata dia.
Dalam laporan Koran Tempo edisi Senin, 10 Juni 2024, menunjukkan perdagangan saham emiten berkode BRIS ini langsung turun 20 basis poin ke level Rp 2.260 per lembar. Kondisi ini terjadi usai PP Muhammadiyah resmi mengumumkan penarikan dana dari BSI pada Rabu, 5 Juni 2024. Pelemahan terus berlanjut hingga akhir pekan lalu, Jumat, 7 Juni 2024, sahamnya ditutup di Rp 2.180 per lembar. Padahal, pada awal pekan, BRIS mampu bertahan di zona hijau.
PP Muhammadiyah tak menyebutkan terang-terangan jumlah dana yang bakal mereka tarik dari BSI. Ketua PP Muhammadiyah Anwar Abbas hanya menjelaskan bahwa mereka butuh menyebar simpanan Amal Usaha Muhammadiyah yang lebih banyak di BSI ke bank syariah lain, seperti Bank Syariah Bukopin, Bank Mega Syariah, Bank Muamalat, serta bank syariah lain di daerah.
“Fakta yang ada menunjukkan bahwa penempatan dana Muhammadiyah terlalu banyak berada di BSI sehingga secara bisnis dapat menimbulkan risiko konsentrasi,” kata dia.
Ia menyebut PP Muhammadiyah ingin berkontribusi meningkatkan persaingan di antara perbankan syariah. Lantaran BSI mendominasi dana kelolaan, dia menilai bank syariah lain tak bisa berkompetisi dengan margin yang ditawarkan BSI, baik dalam hal penempatan dana maupun pembiayaan.
Ibrahim mengapresiasi langkah Muhammadiyah untuk menyimpan uang mereka di bank syariah grade 2 seperti Bank Syariah Bukopin, Bank Mega Syariah, Bank Muamalat, serta bank syariah lain di Indonesia. Dia menyebut langkah itu akan membantu bank grade 2 ini untuk bergerak dan beroperasi.
“Dana itu tidak terpusat di BSI,” kata dia. Posisi BSI sebagai bank dengan grade 4 alias tinggi, kata dia, membuat aturan di sana semakin kuat. Ia menilai kondisi ini yang menjadi alasan Muhammadiyah menarik dana dari BSI.
Menurut Ibrahim polemik kebijakan pemerintahan Presiden Joko Widodo belakangan ini juga turut menyulut sentimen masyarakat. Dia mencontohkan beberapa kebijakan yang banyak diprotes masyarakat seperti Ibu Kota Negara atau IKN Nusantara dan PP Tabungan Perumahan Rakyat atau Tapera.
Apalagi, kata dia, saat ini Komisi Pemilihan Umum atau KPU juga tengah menyiapkan pemilihan kepala daerah atau Pilkada pada akhir tahun 2024. “Karena dipolitisasi,” kata dia.
ADIL AL HASAN | KORAN TEMPO