Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Bisnis

Banyak SPBU Jual Pertamax Green 95, Pengamat: Jangan untuk Gantikan Pertalite

Pengamat energi sebut Pertamax Green 95 atau Pertamax hijau belum efektif diterapkan untuk ramah lingkungan lantaran masih berbahan energi fosil

30 Mei 2024 | 08.05 WIB

PT Pertamina (Persero) telah resmi memasarkan Pertamax Green 95 sejak Senin, 24 Juli 2023. Produk Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis baru itu merupakan hasil pencampuran Pertamax dengan Bioetanol sebesar 5 persen (E5). Perpaduan ini menghasilkan produk baru yang diklaim memiliki Research Octane Number (RON) sebesar 95. TEMPO/Tony Hartawan
Perbesar
PT Pertamina (Persero) telah resmi memasarkan Pertamax Green 95 sejak Senin, 24 Juli 2023. Produk Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis baru itu merupakan hasil pencampuran Pertamax dengan Bioetanol sebesar 5 persen (E5). Perpaduan ini menghasilkan produk baru yang diklaim memiliki Research Octane Number (RON) sebesar 95. TEMPO/Tony Hartawan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat energi Universitas Gajah Mada (UGM), Fahmy Radhi mengatakan pemakaian Pertamax Green 95 atau Pertamax hijau belum efektif diterapkan untuk ramah lingkungan lantaran masih menggunakan energi fosil. "Pertamina mengembangkan green yang harganya sekitar Rp 13.500 per liter nah ini masuk kategori menaikkan harga jika itu merupakan pengganti pertalite," kata Fahmy kepada Tempo melalui saluran telepon pada Rabu, 29 Mei 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Fahmy menilai jika Pertamax Green 95 dipakai sebagai pengganti pertalite maka otomatis konsumen dipaksa membeli bahan bakar yang lebih mahal. "Saya kira itu keputusan yang tidak tepat kecuali kalau aktivitas diversifikasi sehingga konsumen punya pilihan memakai Pertamax, Pertalite atau Pertamax Green," ujarnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Fahmy menjelaskan bahan dari Pertamax Green adalah campuran dari bahan baku fosil dan etanol. "Jadi persentasenya sekitar 30 dan 30 persen sama dengan konsep biodisel pencampuran sawit dan solar," ujarnya.

Kontribusi untuk lingkungan diklaim Fahmy belum signifikan untuk pengurangan karbon. "Campurannya masih energi fosil kecuali kalau semuanya etanol atau sawit itu baru memberikan dampak pada lingkungan," paparnya.

Dari segi harga Pertamax Green 95 juga lebih tinggi dibanding pertalite. Selain itu, etanol di Indonesia disebut Fahmy masih terbatas sehingga belum bisa disebut penerapan untuk penghematan. "Etanol di Indonesia belum mencukupi akhirnya impor. Nah ini impor pertamax juga etanol sama-sama akan menguras devisa. Tapi kalau itu upaya pengembangan diversifikasi saya kira boleh-boleh saja asal tidak menggantikan pertalite," ujarnya.

Sebelumnya, pemerintah sempat mengonfirmasi tengah melakukan persiapan penyediaan BBM bioetanol untuk mengganti Pertalite atau Pertamax. Salah satunya persiapannya dengan membentuk Satuan Tugas (Satgas) Percepatan Swasembada Gula dan Bioetanol di Kabupaten Merauke, Provinsi Papua Selatan. Tujuan pembentukkan satgas itu disebut untuk menyiapkan bahan baku biofuel sebagai pengganti Pertalite atau Pertamax yang akan mulai digunakan pada 2027. Pembentukan Satgas Gula dan Bioetanol ini tertuang dalam Keputusan Presiden Republik Indonesia (Keppres) Nomor 15 Tahun 2024 yang ditandatangani Presiden RI Jokowi pada 19 April 2024.

Dikutip dari Koran Tempo Rabu, 29 Mei 2024 ketersediaan Pertamax hijau baru ada di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi hingga April 2024 total sudah ada 65 di stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) yang menyediakan bahan bakar Pertamax Green 95.

Juru bicara PT Pertamina Patra Niaga Regional Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara, Taufiq Kurniawan mengatakan pihaknya saat ini masih membatasi produksi Pertamax Green 95. Produk ini yakni bioetanol dengan campuran 5 persen etanol dari molase tebu ke dalam Pertamax. Produk tersebut sebenarnya sudah diluncurkan sejak Juni 2023 lalu. Taufiq memperkirakan konsumsi Pertamax Green 95 bisa mencapai 96 ribu kiloliter per tahun. "Untuk membuat BBM sebanyak itu Pertamina membutuhkan etanol sebanyak 4.800 sampai 5.000 kiloliter per tahun," kata Taufiq dikutip di Koran Tempo.

Bahan bakar itu diperoleh dari PT Enero yang merupakan anak perusahaan PT Perkebunan Nusantara. Saat ini pemakaian Pertamax Green 95 diminati oleh pengguna kendaraan mesin berkompresi tinggi atau rasio 11-12:1 seperti mobil merek BMW, Toyota Zenix dan Toyota Camry.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus