Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Bos LPS: Saya Pernah Ngomong Soal Simpanan Jumbo Dipelintir

Ketua Dewan Komisioner LPS Purbaya Yudhi Sadewa bercerita omongannya tentang simpanan jumbo yang dipelintir.

26 Mei 2023 | 12.46 WIB

Image of Tempo
material-symbols:fullscreenPerbesar
Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Purbaya Yudhi Sadewa memberikan keterangan pers terkait hasil rapat berkala KSSK tahun 2022 di Kementerian Keuangan, Jakarta, Senin, 1 Agustus 2022. Namun KSSK juga mewaspadai sejumlah risiko dari perekonomian global yang dapat berdampak pada sistem keuangan dan ekonomi di dalam negeri. Tempo/Tony Hartawan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan atau DK LPS Purbaya Yudhi Sadewa bercerita omongannya tentang simpanan jumbo yang dipelintir.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Saya pernah ngomong simpanan jumbo terus dipelintir. Katanya kalau simpanan jumbo besar, atau yang jumbo besar yang kecil turun, katanya ada peningkatan kesenjangan kesejahteraan," kata Purbaya dalam konferensi pers virtual pada Jumat, 26 Mei 2023.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dia pun mengingatkan ekonom yang berkomentar seperti itu agar tidak melihat data dari satu titik. Menurut dia, data harus dikonfirmasikan dengan data-data yang lain.

"Kalau dilihat (simpanan) yang kecil turun terus dibilang, di bawah 100 juta, pertumbuhan DPK (Dana Pihak Ketiga)-nya turun, yang kaya makin kaya, yang miskin makin miskin. Terjemahan seperti itu salah. Gimana kalau yang Rp 100 juta itu menurun karena kelasnya naik ke Rp 2 miliar atau lebih?" papar Purbaya.

Memang kalau dari data, kata dia, pertumbuhan simpanan di atas Rp 5 miliar masih cukup kuat. Dia pun menengarai hal tersebut disebabkan dua hal.

"Pertama, perusahaan untungnya banyak atau masih tumbuh ekspansi. Yang kedua, banyak orang makin kaya," ujar Purbaya.

Dia kembali menegaskan untuk tidak mudah menerjemahkan suatu data. Menurut dia, kondisi tersebut menunjukkan masyarakat Indonesia masih cukup mengalami peningkatan kemakmuran. 

Sementara itu, pengamat ekonomi dari Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira, menilai tumbuhnya rekening di atas Rp 5 miliar menandakan adanya ketimpangan. 

Hal ini dia ungkap usai LPS merilis data pertumbuhan simpanan tier di atas Rp 5 miliar meningkat dari 4,9 persen year on year (yoy) pada Januari 2019 (sebelum pandemi) menjadi 9,6 persen yoy pada Maret 2023. 

Adapun rata-rata nominal per rekening juga meningkat. Sedangkan simpanan di bawah Rp 100 juta melambat dari 9,3 persen yoy pada Januari 2019 menjadi 3,6 persen pada Maret 2023. 

Kondisi tersebut juga diiringi penurunan rata-rata nominal per rekening dari Rp 2,9 juta menjadi Rp 1,96 juta. “Itu membuat ketimpangan pasca pandemi semakin lebar,” ujar Bhima.

Ditambah lagi, kata dia, menurut data Februari 2023 masih ada 8 juta orang yang menganggur. Artinya, itu menjadi suatu tantangan. 

Dia menilai, orang kaya bahkan bisa mendapatkan uang tanpa kerja keras karena uang yang bekerja. Sementara orang miskin harus berjuang dan bersaing dengan untuk mendapatkan pekerjaan yang layak.

AMELIA RAHIMA SARI | MOH. KHORY ALFARIZI

Amelia Rahima Sari

Amelia Rahima Sari

Alumnus Antropologi Universitas Airlangga ini mengawali karire jurnalistik di Tempo sejak 2021 lewat program magang plus selama setahun. Amel, begitu ia disapa, kembali ke Tempo pada 2023 sebagai reporter. Pernah meliput isu ekonomi bisnis, politik, dan kini tengah menjadi awak redaksi hukum kriminal. Ia menjadi juara 1 lomba menulis artikel antropologi Universitas Udayana pada 2020. Artikel yang menjuarai ajang tersebut lalu terbit di buku "Rekam Jejak Budaya Rempah di Nusantara".

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus