Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Bisnis

Gibran Usung Kredit Startup Milenial, Ekonom: Jargon Kampanye Tanpa Fondasi Berpikir

Gagasan kredit startup milenial masih menuai perdebatan akan realisasinya.

9 Desember 2023 | 19.20 WIB

Ilustrasi startup. Shutterstock
Perbesar
Ilustrasi startup. Shutterstock

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Pertumbuhan ekosistem digital di Indonesia telah melahirkan banyak startup sukses yang menjadi tulang punggung ekonomi kreatif.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Pasangan nomor urut 2, Prabowo - Gibran turut mengusung gagasan untuk memberikan program kredit start up milenial. Tujuannya, untuk memberikan opsi pendanaan bagi milenial yang baru terjun di dunia bisnis. Gagasan ini menuai perdebatan dari banyak pihak.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Direktur Ekonomi Digital CELIOS, Nailul Huda meragukan kemungkinan wacana kredit startup milenial ini akan terealisasi, pasalnya startup punya skema pendanaan yang berbeda. “Saya melihat program ini hanya jargon kampanye saja tanpa fondasi berpikir yang kuat. Hanya untuk seolah-olah pro bisnis anak muda yang mengarah ke startup dan milenial,” kata Huda, saat dihubungi Tempo, pada Sabtu, 9 Desember 2023.

Menurut Huda, pembiayaan untuk startup, baik yang bergerak di bidang digital maupun non-digital, dapat menjadi pendorong utama bagi ekosistem ekonomi digital. Namun, ia menegaskan bahwa keberhasilan program kredit startup sangat bergantung pada skema pendanaan yang diterapkan.

“Startup (terutama digital) ini kan mempunyai sistem financing yang unik, dimana startup digital masih akan merugi pada beberapa waktu tertentu. Setelah beberapa tahun, maka baru bisa mendapatkan keuntungan dari model bisnis-nya,” kata dia.

Skema pendanaan yang sesuai untuk startup adalah seeding dengan pendanaan melalui Venture Capital (VC) atau penempatan saham pribadi (private placement). Pendanaan ini tidak menuntut pengembalian dana jangka pendek dan memberikan peluang bagi VC untuk mendapatkan keuntungan melalui penjualan saham di masa depan, seperti melalui Initial Public Offering (IPO).

Menurutnya, hutang perbankan bukanlah pilihan ideal, karena perbankan mengharapkan pembayaran hutang dalam jangka waktu tertentu untuk memutarkan uang ke pemberi dana (penabung/investor). 

“Makannya, mau tidak mau pelaku usaha harus membayar hutang tersebut. Bagi perbankan, yang terpenting adalah bagaimana debtors ini membayar hutang bagaimanapun caranya, tidak peduli debtors lagi untung atau rugi,” kata dia.

Dalam pandangannya, memberikan hutang kepada startup menjadi risiko tinggi, terutama jika perusahaan tersebut masih dalam fase kerugian, karena belum pasti apakah mereka bisa membayar hutangnya dalam waktu yang ditentukan.

Pentingnya penilaian terhadap kemampuan membayar hutang menjadi fokus utama dalam memberikan kredit kepada startup. Ia menyarankan agar skema kredit dapat disesuaikan, seperti menggunakan skema project financing dimana pada tahap awal bisa tidak membayar dengan panjang periode tertentu.

Assessment terhadap startup-nya akan menjadi langkah penting. Terutama dalam melihat kemampuan membayar hutangnya,” kata dia.

Adinda Jasmine

Bergabung dengan Tempo sejak 2023. Alumni President University jurusan International Relations, Strategic and Defense Studies. Menulis tentang Politik, Ekonomi, Seni, dan Gaya Hidup. Bukunya terbit pada 2020, Gender Inequality in Southeast Asia: An Itinerary to the Light.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus