Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Institute for Demographic and Poverty Studies (Ideas) Yusuf Wibisono merespons soal usul penggunaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) untuk program makan siang gratis. Menurut Yusuf, usulan yang diungkapkan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto itu berpotensi menimbulkan masalah baru.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Program makan siang gratis adalah janji kampanye pasangan calon presiden-wakil presiden nomor urut 2, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. Berdasarkan perhitungan perolehan suara sementara, ada kemungkinan pasangan ini terpilih menjadi presiden. Polemik mengenai program makan siang gratis muncul karena hingga sekarang belum ada gambaran jelas dari mana duit untuk membiayai program tersebut. Sebab, program itu membutuhkan anggaran yang sangat besar di tengah kondisi keuangan negara yang terbatas. Hingga muncul berbagai usulan, termasuk mengalihkan dana BOS untuk makan siang gratis.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Apabila usulan itu direalisasikan, Yusuf mengungkapkan masalah baru yang berpotensi muncul tidak kalah besar dan beresiko dibandingkan memperlebar defisit anggaran dan menambah utang pemerintah. "Dialihkannya dana BOS yang alokasinya sekitar Rp 60 triliun, akan berpotensi merusak wajib belajar 12 tahun," ucap Yusuf kepada Tempo, Senin, 4 Maret 2024.
Yusuf menjelaskan, dana BOS selama ini berperan penting dalam menjamin terselenggaranya program wajib belajar minimal 12 tahun. Program ini membuat peserta didik bisa bersekolah tanpa dipungut biaya.
Untuk memenuhi amanat wajib belajar minimal 12 tahun, menurut Yusuf, pemerintah seharusnya menambah anggaran dana BOS. Tujuannya, agar tidak hanya mencakup sekolah negeri namun juga mencakup sekolah swasta.
Karena itu, ia meyakini pengalihan dana BOS yang masih belum ideal itu akan membuat pemerintah melakukan pelanggaran berat atas Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003. Beleid tersebut mengamanatkan kepada pemerintah untuk memfasilitasi wajib belajar gratis 12 tahun.
Dana BOS juga merupakan bagian tidak terpisahkan anggaran pendidikan. Sehingga, menurut Yusuf, dialihkannya dana BOS untuk program makan siang gratis akan membuat pemenuhan kewajiban konstitusi anggaran pendidikan minimal 20 persen dari APBN akan terganggu. Bahkan, rencana itu juga membuat kewajiban anggaran pendidikan berpotensi tidak terpenuhi.
Terlebih, ia menilai program makan siang gratis termasuk kategori belanja bantuan sosial. Sehingga, sangat sulit dikategorikan sebagai anggaran pendidikan. Walhasil, dialihkannya dana BOS untuk program makan siang gratis akan menurunkan anggaran pendidikan secara signifikan.
Yusuf mencatat, selama ini anggaran BOS menyumbang sekitar 10 persen dari total anggaran pendidikan. Dengan demikian, mengalihkan dana BOS menjadi program makan siang gratis akan berpotensi besar membuat pemerintah melangkahi konstitusi, yaitu melanggar amanat Pasal 31 ayat 4 Undang-undang Dasar Tahun 1945. Beleid tersebut mewajibkan pemerintah menetapkan anggaran pendidikan minimal 20 persen dari APBN.
Lebih jauh, Yusuf menilai pengalihan dana BOS untuk program makan siang gratis berpotensi besar menurunkan angka partisipasi sekolah. Terutama, angka partisipasi sekolah dari kelompok miskin. Sehingga, langkah itu akan memperburuk kualitas SDM di masa depan.
Dengan tingkat pendidikan dan kualitas SDM yang semakin rendah, Yusuf menegaskan bonus demografi akan semakin sulit mendorong pertumbuhan ekonomi. "Sehingga cita-cita Indonesia Emas 2045 hanya akan menjadi mimpi," ujarnya.
Pilihan Editor: Serikat Guru Tolak Prabowo Alihkan Dana BOS untuk Makan Siang Gratis: Tidak Berpihak pada Pendidikan