Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Program makan siang gratis pemerintah diharapkan bisa menjadi bagian dari solusi untuk mengatasi masalah konsumsi protein penduduk Indonesia yang masih lebih rendah dibanding negara-negara lain di wilayah Asia Tenggara. Spesialis gizi klinik dari Universitas Indonesia, Luciana B. Sutanto, mengatakan kekurangan protein bisa menghambat pertumbuhan dan perkembangan anak.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Data Badan Pusat Statistik pada Maret 2023 menyebut konsumsi protein hewani dan nabati penduduk Indonesia rata-rata masih 62,3 gram per kapita per hari. Sebagai perbandingan, konsumsi protein per kapita per hari penduduk Kamboja sudah 63,3 gram, Thailand 66,5 gram, Filipina 73,1 gram, Myanmar 78,3 gram, Malaysia 89,1 gram, dan Vietnam 94,4 gram.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Dampak kekurangan protein yaitu gangguan kesehatan, hambatan tumbuh kembang, hingga stunting," kata Luciana, Senin, 7 Oktober 2024.
Ganggu kekebalan tubuh
Selain bisa menghambat pertumbuhan fisik dan perkembangan otak anak, ia mengatakan kekurangan protein bisa mengganggu kekebalan tubuh, membuat anak lebih rentan sakit. Karena itu, anak harus mendapatkan asupan protein sesuai kebutuhan, baik dari sumber hewani maupun nabati.
"Anjuran konsumsi protein nabati batita adalah 10 persen dari isi piring atau pada balita anjurannya 35 persen adalah protein hewani dan nabati," jelas Luciana.
Ia juga menjelaskan pentingnya mengonsumsi sumber protein hewani dan nabati secara seimbang. Luciana mengatakan program makan siang gratis bagi anak sekolah yang dicanangkan pemerintah dalam pelaksanaan sebaiknya memperhatikan pemenuhan kebutuhan gizi, termasuk protein.