TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Perindustrian mengakui pertumbuhan
industri elektronika tak terlampau moncer dalam rentang beberapa terakhir. Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika atau ILMATE Kementerian Perindustrian Harjanto mengatakan pada 2018 hingga 2019, pertumbuhan industri komputer, barang elektronik, dan optik bahkan mencapai minus.
“Pada 2018, pertumbuhan industri elektonik kita -12,10 persen. Sedangkan pada 2019 -3,86 persen,” ujar Harjanto saat ditemui di kantor Kementerian Komunikasi dan Informatikan, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Jumat, 2 Agustus 2019.
Kontribusi industri elektronik terhadap pendapatan domestik bruto nasional pun kurang memuaskan ketimbang industri lainnya. Sektor ini hanya menyumbang 0,46 persen terhadap PDB pada triwulan I 2019. Bahkan, berdasarkan data yang dipaparkan, elektronik tergolong penyumbang PDB terendah kedua setelah industri mesin dan perlengkapan yang tidak termasuk dalam lainnya.
Sedangkan menurut data ekspor dan impor, sektor elektronik mengalami defisit neraca perdagangan sejak 2015 hingga triwulan I 2019. Pada 2015, Kementerian Perindustrian mencatat industri barang komputer, elektronik, dan optik mengalami defisit neraca perdagangan mencapai 6,4 persen. Angka ini menajam pada 2017. Kala itu defisit perdagangan mencapai 7,2 persen.
Sedangkan pada triwulan I 2018, neraca defisit neraca perdagangan masih terjadi, yakni sebesar 2,81 persen secara year on year dan triwulan I 2019 ialah 2,43 persen. Meski menurun, Harjanto mengakui tren industri dalam sektor ini masih negatif.
Harjanto mengatakan, pada 2019, pemerintah berderap mempebaiki kondisi industri tersebut dengan sejumlah kebijakan. Salah satu kebijakan untuk merekondisi industri elektronik adalah adanya rancangan peraturan validasi IMEI yang telah disepakati tiga kementerian--Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, serta Kementerian Komunikasi dan Informatika.
Kebijakan itu memungkinkan pengaktifan ponsel mesti melalui sistem pairing atau pencocokan antara nomor ponsel mobile subsriber integrated services digital network number atau MSISDN dan kartu SIM. Cara ini bertujuan untuk mengendalikan penjualan ponsel gelap atau black market yang disinyalir dapat merusak pasar.
"Dengan ponsel IMEI kita berharap ada multiplier efek di bidang ekonomi,” ujar Harjanto.
Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara mengatakan peraturan menteri tentang IMEI rencananya diteken pada pertengahan Agustus 2019. "Target kita memanfaatkan momentum 17 Agustus, memanfaatkan hari kemerdekaan," ujar Rudiantara di kantornya pada Jumat sore.
Rudiantara mengatakan pengendalian penjualan ponsel black market akan berdampak menyehatkan pertumbuhan
industri ponsel. Selain itu, langkah pemerintah mengerem penjualan ponsel selundupan berpotensi mendorong pendapatan pajak. Menurut dia, penjualan ponsel-ponsel ilegal itu selama ini telah mengganggu ekosistem industri.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini