Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Layanan internet satelit milik Elon Musk, Starlink asal Amerika Serikat resmi masuk ke Indonesia. Banyak pro dan kontra terkait masuknya Starlink di Indonesia. Menurut Pakar keamanan siber Alfons Tanujaya, kekhawatiran terbesar masyarakat dari masuknya Starlink adalah kebocoran data penggunanya.
"Ada yang menghubungkan dengan kebocoran data dan khawatir data orang Indonesia bocor hanya karena menggunakan Starlink, tetapi mereka tidak khawatir dengan kabel fiber (FO) yang notabene juga melewati negara asing seperti Singapura dan menuju pusat internet dunia Amerika Serikat," ujar Alfons lewat keterangan tertulis yang diterima Tempo, Rabu, 22 Mei 2024.
Namun, Alfons juga mengatakan tidak perlu mengkhawatirkan hal tersebut sebab teknologi terus berkembang dan kanibal teknologi baru dengan teknologi lama sudah biasa terjadi. "Sebenarnya data internet ini terenkripsi dan secara teknis sangat sulit untuk membaca data yang terenkripsi ini," ucapnya.
Internet satelit adalah internet yang media transmisinya berbasis satelit dengan cara kerja mengirimkan sinyal dari internet service provider atau ISP langsung ke satelit. Kemudian, sinyal tersebut akan dipantulkan menuju bumi sesuai dengan cakupan satelit dan diterima oleh Very Small Aperture Terminal atau VSAT.
Sementara untuk internet kabel yang saat ini umum digunakan di Indonesia masih menggunakan kabel sebagai alat transmisinya. Transmisi data internet kabel melalui proses yang lebih panjang dibandingkan dengan internet satelit. Data akan disimpan baru dikirim menuju base transceiver station atau BTS baru kemudian ditransmisikan menggunakan jaringan elektromagnetik untuk ditangkap perangkat seluler.
Internet BTS ini adalah internet yang sangat umum digunakan masyarakat Indonesia. Banyak provider yang menyediakan internet seperti Telkomsel, XL, Smartfren dan lain sebagainya. Sejauh ini, sistem internet BTS di Indonesia paling menguntungkan bagi penggunanya karena memiliki kecepatan jaringan yang stabil, biaya yang terjangkau, jangkauan luas, dan transmisi data tidak akan terganggu dengan kondisi cuaca.
Namun, dengan hadirnya layanan internet berbasis satelit seperti Starlink membuat Dewan Perwakilan Rakyat atau DPR RI berasumsi memunculkan potensi untuk meninggalkan internet dengan kabel atau BTS. Meskipun sampai saat ini belum ada keputusan terkait hal tersebut karena masih dalam proses mengkaji.
“Dari beberapa pakar konon bahwa dengan adanya Starlink tidak perlu lagi memiliki atau membangun BTS yang kemarin itu," ucap anggota Komisi I DPR RI Mayjen (Purn) TB Hasanuddin
Starlink juga menawarkan banyak kemudahan bagi penggunannya karena bersifat fleksibel. Starlink juga mengklaim bahwa internet yang disediakan oleh mereka dapat diakses dimana saja dan kapan saja. Hal ini dibuktikan dengan paket internet yang memiliki fitur jelajah dan kapal. Fitur-fitur tersebut terlihat menjanjikan bagi penggunanya yang suka menjelajah.
Kementerian Komunikasi dan Informatika atau Kominfo bahkan mengatakan teknologi yang ditawarkan oleh Starlink sangat membantu daerah terpencil, terdepan, dan terdalam atau 3T karena jaringannya dapat menyasar daerah yang sulit dijangkau. Hal ini dikarenakan infrastruktur internet fiber optic sulit tembus ke daerah 3 T.
Namun, biaya yang harus dikeluarkan tidak murah dan akses yang internet yang didapatkan juga tidak stabil karena menggunakan satelit tersebut. Kecepatan internet satelit yang mampu dicapai pun saat ini hanya sebesar 25 Mbps hingga 220 Mbps, dengan rata-rata sekitar 100 Mbps.
ADINDA ALYA IZDIHAR | HENDRIK KHOIRUL MUHID | SULTAN ABDURRAHMAN | ANANDA RIDHO SULISTYA
Pilihan editor: Kenali Paket yang Ditawarkan Starlink Berikut Fitur-fiturnya
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini