Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Perindustrian berpendapat perizinan untuk industri kembang api seharusnya diberikan pemerintah pusat dengan pertimbangan aspek pengelolaan bahan berbahaya dan beracun (B3). Di samping itu, industri kembang api harus berada di dalam kawasan industri walaupun tergolong skala industri kecil.
“Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 142 Tahun 2015 tentang Kawasan Industri, ditegaskan bahwa industri harus berada di dalam kawasan industri,” kata Direktur Jenderal Industri Kimia, Tekstil, dan Aneka Kementerian Perindustrian Achmad Sigit Dwiwahjono dalam keterangan tertulis, Senin, 6 November 2017.
Baca: Pabrik Kembang Api Kebakaran, Polisi: 20 Orang Tewas Terpanggang
Pernyataan Sigit menanggapi kejadian kebakaran pabrik kembang api dan petasan di Kosambi, Kabupaten Tangerang, akhir Oktober lalu. Kebakaran terjadi di PT Panca Buana Cahaya Sukses di Jalan Raya SMP Negeri 1 Kosambi, RT 20 RW 10, Desa Belimbing, Kecamatan Kosambi, Kabupaten Tangerang. Perusahaan yang bergerak di bidang pembuatan kembang api kawat itu sudah beroperasi dua bulan.
Lebih jauh, kata Sigit, kalaupun ada pengecualian, sebuah industri bisa berada di luar kawasan industri apabila suatu daerah kabupaten belum mempunyai kawasan industri, tapi tetap harus di dalam kawasan peruntukan industri. “Pengecualian lain di PP tersebut, industri yang boleh di luar kawasan industri adalah industri kecil yang tidak menghasilkan B3, tapi kalau mengeluarkan B3, tetap harus di dalam kawasan industri."
Sigit menuturkan saat ini Kementerian Perindustrian sedang menyiapkan regulasi tentang produksi, penangananm dan distribusi bahan kimia serta regulasi tentang tanggap darurat penanganan kecelakaan yang diakibatkan tumpahan bahan kimia. Industri kembang api saat ini masih diklasifikasikan sebagai industri yang menggunakan bahan peledak berkekuatan rendah (low explosive), sehingga perizinannya didelegasikan kepada gubernur atau pemerintah kabupaten/kota.
“Perizinannya mengikuti Keputusan Presiden Nomor 125 Tahun 1999 tentang Bahan Peledak yang mengatur produksi, pengadaan, penyimpanan, dan pendistribusian bahan peledak setelah mendapat izin dari Menteri Pertahanan,” tutur Sigit.
Di dalam Peraturan Menteri Pertahanan Nomor 5 Tahun 2016 tentang Pembinaan dan Pengembangan Industri Bahan Peledak, Menteri Pertahanan mendelegasikan kewenangan kepada Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) untuk izin terkait dengan penanaman modal terhadap badan usaha bahan peledak.
Sementara itu, menurut Sigit, melalui Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 71 Tahun 2009 tentang Jenis Industri yang Mengolah dan Menghasilkan B3 dan Jenis Industri Teknologi Tinggi yang Strategis, ditegaskan bahwa jenis industri selain industri amonium nitrat, industri barang peledak (bubuk propelan dan bahan peledak olahan), industri dinamit, industri detonator, serta industri pendorong roket, perizinannya berada pada gubernur atau bupati/wali kota sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini