Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta -Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menargetkan produksi sawit dapat mencapai 12 ton per hektar lahan dalam lima sampai enam tahun ke depan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Selama ini, kata dia, produksi sawit di Indonesia antara 4 hingga 5 ton per hektar. "Ini hebat kita, Tuhan memberikan berkah pada Indonesia. Tinggal produski per hektar dari empat sampai lima ton kita coba buat ke 10 ton, atau 12 ton dalam 5-10 tahun ke depan," tuturnya di Grand Hotel Sahid Jaya, Jakarta Pusat pada Kamis 7 Juli 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Ia menguraikan beberapa strateginya agar target produksi itu dapat tercapai. Salah satunya adalah menerapkan teknologi genomik. Teknologi itu dapat mengurangi resiko bibit-gagal dalam masa peremajaan. Menurutnya dengan teknologi tersebut, hasil panen sawit akan berangsur meningkat mulai dari 10 ton per hektar.
"Kita mau coba genomik itu bisa sampai 10 juta lebih," tuturnya.
Luhut berujar di Malaysia sistem genomik sudah dilakukan. Hasilnya, panen sawit di Malaysia saat ini sudah mencapai 10 ton per hektar. Ia menuturkan tak ingin petani menggunakan bibit Genetically Modified Organisms (GMO) atau yang dikenal juga dengan teknologi berbasis Bio engineering. Ia ingin petani beralih menggunakan sistem genomik.
"Nanti kita mau coba, harus hati-hati juga. Kita gak mau GMO maunya genomik, beda ya. Yield-nya kita coba supaya naik," kata dia.
Adapun soal harga hasil panen sawit para petani yang masih anjlok, Luhut ia mengaku memang tak mudah menaikkan harganya. Menurutnya kenaikan harga sawit saat ini sangat bergantung dengan kondisi pasar global.
"Memang enggak gampang untuk menaikan harga TBS itu karena kondisi pasar global juga," ujar Luhut.
Ia menuding harga sawit semakin turun akibat banjirnya pasokan minyak goreng biji bunga matahari atau sunflower oil saat ini dari Ukraina. Ia mengatakan, situasi itu menyebabkan peminat crude palm oil (CPO) berkurang dan stabilisasi harga sulit ditangani.
Luhut berujar selama perang Rusia-Ukraina, stok minyak sunflower milik Rusia menjadi menumpuk. Akhirnya pemerintah Ukraina menurunkan pajak ekspornya sehingga mendominasi pasar minyak secara global.
"Selama minyak di Ukraina, minyak sunflower itu kan sudah lama tak terekspor, berapa bulan tuh? Empat-lima bulan kan. Sekarang dia turunin pajak dia bawa ekspor pengaruh lah ke yg lain," tuturnya.
Alhasil ia mengaku tak bisa memprediksi kenaikan harga TBS. Dia mengatakan akan melihat perkembangan ekspor minyak biji bunga matahari itu. "Nggak bisa ngomong sekarang, kita harus lihat Ukraina, dia kan cadangan sunflower-nya gede sekali tuh nggak terekspor kan. Sekarang dibuka, pajaknya dikurangi dia. Maka itu kita harus cari ekuilibrium dan tak gampang," kata dia.