Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dituntut lebih rasional dalam memberikan target pengembangan pada kampus sekaligus menaikkan subsidi untuk Perguruan Tinggi Negeri (PTN). Ini mengacu pada masalah tunggakan Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang dialami ratusan mahasiswa Institut Teknologi Bandung (ITB).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ketua Yayasan Beasiswa Luar Biasa (BLB) Amelia Sakinah, yang mengelola program beasiswa dari alumni ITB, menilai pentapan target dan subsidi perlu diperhatikan secara cermat. Sebagai Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTN BH), ITB mesti mengembangkan diri.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“ITB kan sebenarnya diberi target untuk membangun kampus cabang di Jatinangor, di Cirebon, terus menambah kapasitas mahasiswa,” ujar Amelia, ketika dihubungi Tempo pada Selasa, 30 Januari 2024.
Kebutuhan biaya untuk pengadaan infrastruktur teknik seperti laboratorium yang banyak di ITB juga terus meningkat. Amelie mencontohkan, biaya pembangunan laboratorium kimia bisa seharga satu gedung.
"Jadi pemerintah harus lebih rasional ketika memberikan target kepada PTN BH,” lanjutnya.
Tuntutan pengembangan ini memaksa kampus mencari pendanaan mandiri salah satunya dari UKT. Hal ini jadi bermasalah karena tidak semua mahasiswa mampu menanggung beban UKT tersebut.
Sementara bantuan untuk mahasiswa banyak yang belum tepat sasaran, seperti penyaluran Kartu Indonesia Pintar Kuliah (KIP-K) atau Beasiswa Bidik Misi. Amelia menyarankan adanya pelibatan kampus dalam menentukan dan mengukur partisipasi masyarakat, serta melibatkan lembaga keuangan atau kredit finansial untuk memastikan bahwa beasiswa tepat sasaran.
“Misalnya DJP (Direktorat Jenderal Pajak) untuk minta validasi, atau misalnya melibatkan lembaga kredit scoring,” tutur Amelia. Menurutnya, ini bisa digunakan untuk melihat kemampuan membayar dan memastikan bantuan tersebut digunakan untuk kebutuhan primer.
Selain itu, menurut Amelia, adanya partisipasi lembaga keuangan juga bisa membantu kampus mengukur cara penentuan UKT. Karena sampai saat ini, penentuan UKT juga seringkali tak sesuai dengan kondisi finansial mahasiswa.
“Untuk beberapa kampus besar seperti ITB, UI, UGM, (situasi) ini kan sangat dilematis. Seringkali orang-orang yang sebenarnya nggak sesuai kapasitasnya mendapatkan UKT yang nggak tepat,” ia menjelaskan.
Sebelumnya, sebanyak 120 mahasiswa ITB melaporkan kesulitan mengisi Formulir Rencana Studi (FRS) karena masih memiliki tunggakan UKT. ITB kemudian menawarkan opsi cicilan pembayaran melalui pinjaman online dari Danacita. Meski memberikan alternatif, skema bunga pinjol (pinjaman online) yang diterapkan oleh Danacita dinilai memberatkan mahasiswa dan tidak menyelesaikan masalah tunggakan.
ADINDA JASMINE PRASETYO