Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Masyarakat Adat Menolak Proyek Food Estate di Merauke

Masyarakat adat di Merauke menolak proyek strategis nasional food estate di Merauke. Proyek tersebut dianggap merusak hutan dan merugikan warga lokal.

3 Desember 2024 | 06.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Masyarakat adat Merauke menyurati Dewan Perwakilan Daerah RI untuk menolak Proyek Strategis Nasional (PSN) Food Estate yang sedang digarap pemerintah dan sejumlah perusahaan di sana. Kelompok Solidaritas Merauke menyebut proyek itu telah mengakibatkan perusakan lahan hingga 10 ribu hektare.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Solidaritas Merauke mewakili masyarakat adat Malind, Makleuw, Yei, dan Khimaima yang terdampak PSN tersebut menyatakan menolak food estate di Merauke. “Karena menimbulkan pelanggaran HAM serius, hak hidup orang asli Papua dan kerusakan lingkungan hidup,” kata Teddy Wakum, juru bicara Solidaritas Merauke, dalam surat kepada DPD tertanggal Senin, 2 Desember 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PSN food estate di Merauke disebut bertentangan dengan UUD 1945 serta berbagai peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan hak asasi manusia, hak masyarakat adat, hak petani, hak atas kebebasan berekspresi, serta hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.

Menurut kelompok itu, kebijakan PSN food estate di Merauke diterbitkan tanpa persetujuan masyarakat luas. Solidaritas Merauke juga mengatakan PSN food estate tersebut dilakukan tanpa disertai kajian sosial dan lingkungan hidup yang memadai, maupun melibatkan masyarakat adat yang terdampak.

“Hingga saat ini, kami belum mendapatkan dan memperoleh bahan Kajian Lingkungan Hidup Strategis, Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) dan dokumen lingkungan hidup lainnya,” kata Teddy.

Berdasarkan catatan Solidaritas Merauke, pemerintah dan perusahaan Jhonlin Group beserta 10 perusahaan perkebunan tebu dan bioetanol yang menjalankan PSN food estate telah merusak 10 ribu hektare hutan, savana, dan lahan gambut di Merauke. Lahan yang rusak tersebut merupakan tempat sumber mata pencaharian, sumber pangan, sekaligus tempat sakral bagi masyarakat setempat. Masyarakat semakin khawatir karena pemerintah berencana meluaskan proyek food estate di Merauke hingga 2 juta hektare.

Persoalan lain yang disampaikan Solidaritas Merauke adalah mengenai keberadaan TNI di proyek food estate. Keberadaan pasukan TNI tersebut menimbulkan ketakutan rasa tidak aman masyarakat kampung.

Teddy belum bisa memastikan jumlah personel TNI yang ditugaskan di sana. “Tapi yang jelas sudah ada pembentukan batalyon khusus di Wanam, yaitu 801 untuk amankan PSN,” kata dia kepada Tempo lewat pesan singkat di WhatsApp, Senin malam. 

Panglima TNI Agus Subiyanto meresmikan Batalyon Infanteri 801/Nduka Adyatama Yuddha atau Yonif TP 801/NAY di bawah kendali Kodam XVII/Cenderawasih sebagai salah satu Batalyon Infanteri Penyangga Daerah Rawan (PDR) pada 2 Oktober 2024.

Solidaritas Merauke meminta pimpinan DPD RI, Ketua Komite II DPD RI, serta para anggota DPD RI asal pemilihan Provinsi Papua Selatan agar mendesak Presiden Prabowo Subianto dan kementerian yang berkaitan untuk menghentikan proyek food estate di Merauke.

Sebelumnya, kelompok masyarakat adat Merauke menyambangi Kantor Kementerian Pertahanan untuk berunjuk rasa pada Rabu, 16 Oktober 2024. “Proyek berlangsung brutal, tanpa ada sosialisasi dan tanpa didahului konsultasi mendapatkan kesepakatan persetujuan masyarakat adat,” kata Pastor Pius Manu, tokoh agama dan pemilik tanah adat dalam konferensi pers usai unjuk rasa.

Food estate Merauke tercatat masuk daftar PSN per November 2023. PSN tepatnya bernama “Kawasan Pengembangan Pangan dan Energi Merauke di Provinsi Papua Selatan” yang dipromosikan dan dicanangkan seluas lebih dari dua juta hektare pada Kawasan Sentra Produksi Pangan (KSPP).

Pada praktiknya, PSN food estate Merauke terbagi menjadi dua. Pertama, proyek cetak sawah baru dan tanaman lain yang dikelola oleh Kementerian Pertahanan dan Kementerian Pertanian, serta perusahaan swasta Jhonlin Group dengan lahan seluas total satu juta hektare.

Kedua, pengembangan perkebunan tebu dan bioetanol yang dikelola 10 perusahaan dengan lahan seluas lebih dari 500 ribu hektare. Bagian ini ditetapkan didukung Satuan Tugas Percepatan Swasembada Gula dan Bioetanol.

Irsyan Hasyim berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus