KINERJA PT Indofarma Tbk dan PT Kimia Farma Tbk menunjukkan anomali. Pada saat perusahaan farmasi swasta mendulang untung setelah masa pandemi, rapor anggota
holding BUMN farmasi tersebut masih merah.
Indofarma mencatat kerugian sebesar Rp 191 miliar pada kuartal III 2023. Nilainya lebih tinggi ketimbang realisasi sepanjang 2022 yang merugi Rp 183 miliar. Kerugian Kimia Farma juga membengkak sepanjang periode 2022-2023, dari Rp 261 juta menjadi Rp 1,8 miliar.Kerugian yang dialami dua emiten farmasi pelat merah tersebut merupakan anomali di tengah tumbuhnya industri farmasi. Industri kimia, farmasi, dan obat tradisional bahkan menyumbang devisa besar pada 2023 dengan pertumbuhan ekspor sebesar 8,78 persen dibanding pada 2022 dengan nilai ekspor US$ 543,7 juta. Data Badan Pusat Statistik pun menyebutkan industri kimia, farmasi, dan obat tradisional tumbuh 8,1 persen secara tahunan pada triwulan I 2024.
Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance, Abra Talattov, menyebutkan penyimpangan pengelolaan perusahaan menjadi faktor utama di balik kerugian tersebut, khususnya di Indofarma. "Juga ada unsur kesalahan dalam perencanaan bisnis, seperti importasi yang tidak sesuai dengan penjualan, jadi banyak sisa stoknya," kata dia kepada
Tempo, kemarin.
Seorang pembeli di Apotek Kimia Farma Salemba, Jakarta, 3 Juni 2024. TEMPO/Tony Hartawan
Belakangan, penyimpangan tersebut disoroti Badan Pemeriksa Keuangan. Institusi tersebut mengembangkan hasil pemeriksaan Kepatuhan atas Pengelolaan Pendapatan, Beban, dan Kegiatan Investasi Tahun 2020 sampai Semester I Tahun 2023 pada Indofarma, anak perusahaan, dan instansi terkait. Hasilnya tertuang dalam Laporan Hasil Pemeriksaan Investigatif atas Pengelolaan Keuangan Indofarma, anak perusahaan, dan instansi terkait lainnya pada 2020-2023. Hasil audit tersebut kemudian diserahkan kepada Kejaksaan Agung pada 20 Mei lalu.
Penyerahan laporan ini bukannya tanpa alasan. BPK menemukan penyimpangan pengelolaan keuangan Indofarma serta anak usahanya yang berindikasi tindak pidana. Hal ini mengakibatkan kerugian negara pada Indofarma dan anak perusahaan sebesar Rp 371,8 miliar. "Besar harapan kami Kejaksaan Agung dapat memanfaatkan hasil pemeriksaan tersebut untuk proses hukum," ujar Wakil Ketua BPK Hendra Susanto pada 20 Mei lalu.
Salah satu penyimpangan terjadi saat perusahaan melakukan pengadaan masker pada masa pandemi Covid-19. Menurut dokumen audit yang diperoleh Tempo, Indofarma tercatat menggandeng perusahaan bermasalah untuk menyediakan masker karena diduga hanya nominee dan tidak mampu mencapai target produksi. BPK juga menemukan dugaan perusahaan mendongkrak harga pembelian bahan baku masker hingga Rp 19,4 miliar. Akibatnya, perusahaan punya sisa bahan yang tidak bisa diproduksi serta sisa masker yang tak terjual karena kedaluwarsa.
Penyebab kerugian juga muncul dari penyimpangan jual-beli alat kesehatan. Namun kali ini terjadi di dalam anak usahanya, yaitu PT Indofarma Global Medika (IGM). Masalahnya adalah IGM menjual alat kesehatan kepada perusahaan terafiliasi, yaitu PT Promosindo Medika, yang tidak memiliki kemampuan membayar. Dari proyek ini tercatat piutang macet sebesar Rp 124,9 miliar.
Dugaan penyimpangan juga muncul di Kimia Farma. Manajemen menemukan dugaan pelanggaran integritas penyediaan data laporan keuangan yang terjadi di anak usaha mereka, yakni PT Kimia Farma Apotek. Manajemen tengah menggelar audit investigasi untuk mengatasi masalah tersebut. Penyimpangan itu diduga menjadi salah satu penyebab kerugian perseroan pada 2023 sebesar Rp 1,82 triliun.
Untuk membalikkan keadaan, Abra menilai perlu inovasi dari perusahaan. Pasalnya, ia tak melihat kendala di industri jika berkaca pada performa pemain swasta lainnya. Setelah masa pandemi pun, kesadaran masyarakat terhadap kesehatan terus meningkat sehingga mendongkrak kebutuhan akan obat dan alat kesehatan.
Salah satu kuncinya adalah menambah utilitas produksi untuk mengejar tambahan pendapatan. "Makanya perlu ditagih juga realisasi dari rencana efisiensi produksi obat-obatan dan alat kesehatan yang disiapkan Indofarma serta Kimia Farma," kata Abra.
Di sisi lain, perlu ada evaluasi di hilir lantaran tak masuk akal penjualan perusahaan turun saat aset apotek milik Kimia Farma tersebar luas. "Ini apakah memang dari sisi marketing tidak efektif menguasai pasar atau ada persoalan lebih fundamental, yaitu produk yang tak kompetitif," katanya. Abra mengatakan ada potensi produk tidak bisa bersaing di pasar karena banjir impor obat hingga produk herbal. Isu ini butuh campur tangan pemerintah untuk diatasi.
Di tengah penurunan kondisi keuangan anak usahanya, Bio Farma secara tidak langsung menjadi juru selamat, membantu biaya operasional perusahaan sementara. Kepala Riset Praus Capital Alfred Nainggolan mengatakan kondisi ini akan memberatkan induk holding jika dibiarkan. "Menurut perhitungan saya pada 2023, holding Bio Farma membukukan kerugian konsolidasi akibat rugi bersih Kimia Farma dan Indofarma yang naik signifikan," ujarnya.
Menurut Alfred, butuh pembenahan dari sisi manajemen dan pengawasan untuk mengatasi masalah di tubuh holding. Selain itu, butuh dukungan kebijakan sektoral. Salah satunya untuk menyelesaikan isu klasik, seperti banjir produk impor di sektor kesehatan.
Anggota Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat, Herman Khaeron, pun menilai manajemen buruk menjadi pemicu utama munculnya beragam masalah di tubuh holding BUMN farmasi. Pasalnya, penggabungan perusahaan farmasi di bawah Bio Farma sebenarnya menghadirkan ekosistem yang baik, dari produksi hingga distribusi obat dan alat kesehatan. Dari sisi permintaan pun Herman tak melihat ada gangguan karena sejumlah perusahaan farmasi swasta berhasil mengantongi laba tahun lalu.
Itulah sebabnya, ia meminta Menteri Badan Usaha Milik Negara Erick Thohir merombak kembali jajaran direksi dan komisaris di Kimia Farma serta Indofarma jika tak ada perbaikan. Jika perlu, pemerintah membajak sumber daya kompeten dari perusahaan swasta. "Orang sakit setiap hari banyak sekali butuh obat, tapi perusahaan obat sendiri rugi itu kan bagaimana, ya," tuturnya.
Herman juga mendorong perusahaan farmasi pelat merah bekerja sama dengan swasta mendongkrak kinerja. Cabang holding yang tersebar di seluruh Indonesia bisa menjadi daya tawar tersendiri. "Ekstremnya, kita joint operation saja dengan swasta."
Suasana kantor Indofarma di Manggarai, Jakarta, 3 Juni 2024. TEMPO/Tony Hartawan
Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo mengatakan pemerintah tengah berfokus pada pengusutan dan penyelesaian kasus dugaan fraud di tubuh Indofarma. Selain itu, pemerintah berupaya membantu mengurangi tekanan pada keuangan perusahaan. "Kami akan melakukan restrukturisasi dengan dukungan Bio Farma."
Sementara itu, Staf khusus Menteri BUMN, Arya Sinulingga, mengatakan pemerintah belum bisa menyampaikan skema penyehatan Indofarma. “Kita tunggu hasil PKPU (penundaan kewajiban pembayaran utang) dulu,” ujarnya.
Adapun Direktur Utama Kimia Farma David Utama mengatakan perusahaan tengah berbenah untuk memperbaiki kinerja perusahaan. Salah satunya dengan menggandeng auditor independen untuk memeriksa laporan keuangan konsolidasi seluruh anak perusahaan.
Kimia Farma juga mengubah orientasi bisnis seluruh anak usahanya. "Reorientasi yang dijalankan meliputi penataan fasilitas produksi, portofolio produk, optimalisasi channel penjualan, cost leadership, dan transformasi sumber daya manusia," ujar David.
Sementara itu, dalam keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia kemarin, Indofarma membenarkan soal laporan hasil pemeriksaan investigatif BPK yang diserahkan kepada Kejaksaan Agung. "Tidak ada informasi atau kejadian penting lain yang material dan dapat mempengaruhi kelangsungan hidup perusahaan serta bisa mempengaruhi harga saham perusahaan," kata Corporate Secretary Indofarma Warjoko Sumedi.