Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Ekonomi

Berita Tempo Plus

Jeritan Petani Akibat Ekspor Sawit Merosot

Penurunan ekspor CPO menekan penerimaan negara. Permintaan sawit Indonesia melemah, disalip pasokan minyak bunga matahari.

29 Agustus 2024 | 00.00 WIB

Pekerja melakukan bongkar muat tandan kelapa sawit di PTPN IV Cibungur, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, 12 Juli 2024. ANTARA/Henry Purba
Perbesar
Pekerja melakukan bongkar muat tandan kelapa sawit di PTPN IV Cibungur, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, 12 Juli 2024. ANTARA/Henry Purba

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Ringkasan Berita

  • Total volume ekspor CPO dan produk turunannya pada Juli 2024 hanya 1,62 juta ton atau turun dari 2,67 juta ton pada Juni 2024.

  • Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Eddy Martono mengungkapkan permintaan CPO dari sejumlah negara tujuan ekspor sudah terasa sejak awal tahun ini.

  • Cina sebagai importir CPO Indonesia terbesar saat ini sedang melirik minyak bunga matahari. Musababnya, harga minyak bunga matahari lebih murah ketimbang minyak sawit.

SERIKAT Petani Kelapa Sawit (SPKS) mengeluhkan dampak penurunan ekspor minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) belakangan ini. Kepala Departemen Advokasi SPKS Marselinus Andry mengatakan penurunan ekspor CPO berimbas langsung pada harga tandan buah segar atau TBS produksi petani. 

Ekspor CPO turun ketika permintaan global terhadap CPO anjlok. Berkurangnya pasokan CPO di pasar internasional pada akhirnya menekan harga CPO di pasar dunia. Untuk mengurangi kerugian akibat penurunan ekspor dan penumpukan pasokan di dalam negeri, pabrik sawit menekan harga pembelian TBS dari petani. "Lebih terkena dampak lagi petani swadaya yang rantai pasoknya panjang," ujar Marselinus kepada Tempo, kemarin, 28 Agustus 2024.

Adapun SPKS mencatat harga TBS milik petani swadaya kini Rp 1.700-2.000 per kilogram. Sedangkan penetapan harga TBS saat ini sebesar Rp 2.500-2.800 per kilogram. Beban petani bertambah berat akibat perubahan musim. Di Musi Banyuasin, Sumatera Selatan, misalnya, Marselinus berujar, perubahan musim dari hujan ke kemarau saat ini membuat produksi merosot. 

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Riani Sanusi Putri

Lulusan Antropologi Sosial Universitas Indonesia. Menekuni isu-isu pangan, industri, lingkungan, dan energi di desk ekonomi bisnis Tempo. Menjadi fellow Pulitzer Center Reinforest Journalism Fund Southeast Asia sejak 2023.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus