Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Pay Later Diprediksi Meningkat pada Periode Lebaran, Ekonom Ingatkan Potensi Kredit Macet

OJK memprediksi permintaan pembiayaan produk buy now pay later oleh perusahaan pembiayaan akan meningkat menjelang Lebaran 2025

21 Maret 2025 | 13.08 WIB

Ilustrasi pay later. Shutterstock
Perbesar
Ilustrasi pay later. Shutterstock

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan atau OJK memprediksi permintaan pembiayaan produk buy now pay later oleh perusahaan pembiayaan akan meningkat menjelang Lebaran 2025. Tak hanya itu, pinjaman daring atau fintech peer to peer (P2P) lending juga diproyeksikan akan meningkat.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menanggapi hal ini, Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda memperingatkan adanya risiko peningkatan rasio kredit bermasalah atau non-performing financing (NPF) akibat lonjakan permintaan produk BNPL maupun pinjaman daring.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Menurut Huda, tren peningkatan pembiayaan pay later dan fintech lending memang sudah menjadi siklus tahunan selama periode Lebaran atau Hari Raya Idul Fitri. “Mulai Lebaran itu pasti permintaan naik, bukan hanya BNPL, tapi juga pinjaman daring sampai transaksi gadai,” kata dia ketika ditemui di Kantor Lembaga Bantuan Hukum  (LBH) Jakarta, Kamis, 20 Maret 2025.

Lonjakan permintaan pay later dan fintech lending ini, ungkap Huda, beriringan dengan perubahan pola penggunaan teknologi. Sebelum masyarakat menggunakan teknologi finansial, mereka juga sudah terlebih dahulu mencari pinjaman secara konvensional. “Dulu mungkin mereka ketika mau Lebaran mencari pinjaman ke tetangga. Sekarang masyarakat lebih suka pinjam dengan menggunakan gadget mereka, entah itu BNPL atau pinjaman daring,” ucapnya.

Satu hingga dua bulan setelah Lebaran, Huda melanjutkan, biasanya rasio NPF meningkat, sebelum kembali mengalami penurunan. “NPF-nya pasti akan naik, setelah Lebaran tingkat gagal bayarnya akan cukup meningkat, terutama untuk pay later yang bukan dari bank,” ujarnya. Hal ini lantaran nasabah produk BNPL perbankan lebih sedikit dan proses pelaksanaannya lebih ketat dibandingkan BNPL perusahaan pembiayaan.

Ia pun menegaskan masyarakat perlu memilah dan memprioritaskan kebutuhan selama Ramadan dan Lebaran dengan lebih bijak. Konsumsi yang bukan prioritas, kata Huda, sebisa mungkin ditahan.

Sebelumnya, Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya (PVML) OJK Agusman mengatakan proyeksi ini berdasarkan tren permintaan pembiayaan BNPL oleh perusahaan pembiayaan dan permintaan pinjaman daring pada tahun sebelumnya. Menjelang Hari Raya Idulfitri tahun lalu yang jatuh pada April 2024, outstanding pembiayaan BNPL oleh perusahaan pembiayaan meningkat sebesar 31,45 persen secara tahunan, sedangkan pembiayaan industri fintech lending meningkat 24,16 persen secara tahunan.

“Melihat tren tersebut, diperkirakan juga terjadi peningkatan permintaan pembiayaan BNPL oleh perusahaan pembiayaan dan pinjaman daring menjelang Lebaran tahun ini, namun diharapkan akan lebih terkendali,” ujar Agusman dalam keterangan resmi, dikutip Sabtu, 8 Maret 2025.

Ia mengharapkan bertambahnya permintaan pembiayaan BNPL dan meningkatnya pinjaman daring ini tetap terjaga selama periode Lebaran, supaya tidak menimbulkan peningkatan non-performing financing atau pembiayaan bermasalah.

Agusman melaporkan pembiayaan BNPL oleh perusahaan pembiayaan pada Januari 2025 meningkat sebesar 41,9 persen secara tahunan. Angka pembiayaan produk BNPL itu meningkat menjadi Rp 7,12 triliun dengan NPF bruto sebesar 3,37 persen.

Sementara pada industri fintech lending atau pinjaman daring, outstanding pembiayaan di Januari 2025 meningkat 29,94 persen secara tahunan. Nominal yang tercatat sebesar Rp 78,50 triliun. Pada Januari 2024 lalu, outstanding pembiayaan fintech lending sebesar Rp 60,42 triliun.

Tingkat risiko kredit macet secara agregat (TWP90) industri fintech lending berada di posisi 2,52 persen. Angka ini menurun dari bulan sebelumnya, yakni Desember 2024 sebesar 2,60 persen.

TWP90 merujuk pada tingkat wanprestasi atau kelalaian penyelesaian kewajiban yang tertera dalam perjanjian pendanaan di atas 90 hari sejak tanggal jatuh tempo. OJK sendiri menetapkan batas TWP90 yang dapat ditoleransi di sektor fintech lending maksimal 5 persen.

Ervana Trikarinaputri

Lulusan program studi Sastra Inggris Universitas Padjadjaran pada 2022. Mengawali karier jurnalistik di Tempo sejak pertengahan 2024.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus