Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Pengacara AS yang Gelapkan Uang Keluarga Korban Jatuhnya Lion Air JT 610, Dituntut 14 Tahun Penjara

Pengacara AS yang didakwa menggelapkan jutaan dolar uang keluarga korban pesawat Lion Air JT 610 tahun 2018, dituntut 1 tahun penjara.

10 Desember 2024 | 07.10 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Pengacara Thomas Girardi dalam sebuah sidang di Los Angeles, 26 Juni 2014. REUTERS/Irfan Khan/Pool

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Pengacara AS, Tom Girardi, yang didakwa menggelapkan jutaan dolar uang keluarga korban jatuhnya pesawat Boeing 737 MAX Lion Air JT 610 tahun 2018, dituntut hukuman 14 tahun penjara oleh jaksa federal Amerika Serikat.

Tuntutan ini menjadi kontroversi karena Girardi, 85 tahun, disebut sudah mengalami dimensia dan sakit-sakitan.

Jaksa federal mengatakan mereka menuntut hukuman penjara 14 tahun bagi pengacara California yang dicabut izinnya itu, setelah ia didakwa mencuri dana klien senilai jutaan dolar dan dinyatakan bersalah atas penipuan pada Agustus 2024.

Meskipun mengakui bahwa ia berusia 85 tahun dan memiliki "sedikit gangguan kognitif," jaksa berpendapat dalam memo vonis yang diajukan pada hari Jumat, 6 Desember 2024, di pengadilan federal Los Angeles bahwa Girardi harus menerima "hukuman kurungan yang signifikan" di penjara federal.

"Pencurian dana klien selama bertahun-tahun dari rekening perwalian firma hukumnya dan berbagai kebohongan yang ia katakan untuk menutupi pencuriannya merupakan pengkhianatan yang terencana dan menghancurkan terhadap orang-orang yang meminta bantuannya di saat-saat tergelap mereka," kata jaksa seperti dikutip Reuters.

Girardi kemungkinan besar akan meninggal di penjara, pembela umum federalnya berpendapat dalam memo vonis mereka pada hari Jumat. Mereka mengatakan bahwa ia harus dijatuhi hukuman seumur hidup di fasilitas medis. Girardi akan menjadi "salah satu kandidat yang paling meyakinkan di negara ini untuk pembebasan medis" dari penjara, kata mereka kepada pengadilan.

Juru bicara kantor kejaksaan AS di Distrik Pusat California menolak berkomentar.

Pengacara Girardi tidak segera menanggapi permintaan komentar.

Girardi dihukum oleh juri atas empat tuduhan penipuan lewat kawat setelah jaksa federal menuduhnya mencuri dana penyelesaian senilai $15 juta dari klien.

Pemberian vonis dalam kasus Girardi ditetapkan pada 20 Desember mendatang. Vonis tersebut dapat memengaruhi apakah jaksa federal di Chicago membatalkan tuntutan pidana mereka sendiri terhadap Girardi, yang dituduh dalam kasus tersebut menggelapkan lebih dari $3 juta dana klien yang menjadi utang keluarga korban kecelakaan Boeing 737 MAX Lion Air Penerbangan 610 tahun 2018 di Indonesia.

Girardi pernah menjadi tokoh terkemuka di pengadilan penggugat AS. Kasus terhadap perusahaan utilitas California menginspirasi film pemenang Oscar "Erin Brockovich." Ia adalah mantan suami bintang "Real Housewives of Beverly Hills" Erika Jayne Girardi.

Para pembela Girardi terus-menerus berpendapat bahwa ia menderita demensia bahkan ketika hakim federal menganggapnya cukup kompeten untuk diadili. Mereka memberi tahu Hakim Distrik AS Josephine Staton bahwa fasilitas federal tidak dilengkapi untuk menangani seseorang dengan kebutuhan seperti Girardi, bahwa ia tidak membahayakan masyarakat dan bahwa ia tidak berisiko melakukan tindak pidana lagi.

Sejak pertama kali dituduh mencuri dana klien pada tahun 2020, Girardi "telah mengalami kehancuran pribadi, keuangan, profesional, dan reputasi yang begitu dahsyat dan dahsyat sehingga hampir tak tertandingi," tulis pengacaranya.

Pengadilan Menangkan Keluarga Korban Lion Air JT 610

Hakim AS di Texas pada 21 Oktober 2022 memutuskan bahwa penumpang yang tewas dalam dua kecelakaan Boeing 737 MAX, Lion Air JT 610 dan sebuah maskapai Ethiopia pada 2018 dan 2019 secara hukum dianggap sebagai "korban kejahatan". Keputusan ini akan menentukan solusi apa yang harus diberikan.

Pada Desember 2021, kerabat korban kecelakaan mengatakan Departemen Kehakiman AS melanggar hak hukum mereka karena pada Januari 2021 menangguhkan tuntutan mereka pada Boeing atas dua kecelakaan yang menewaskan 346 orang.

Keluarga korban berpendapat pemerintah "berbohong dan melanggar hak-hak mereka melalui proses rahasia" dan meminta Hakim Distrik AS Reed O'Connor untuk mencabut kekebalan Boeing dari tuntutan pidana - yang merupakan bagian dari perjanjian $ 2,5 miliar - dan memerintahkan pembuat pesawat itu secara terbuka didakwa atas kejahatan.

Kronologi Kecelakaan

Komite Nasional Keselamatan Transportasi atau KNKT telah menuntaskan hasil investigasi terhadap kecelakaan pesawat Lion Air JT610 pada Jumat, 25 Oktober 2019. Dalam paparannya, KNKT menyampaikan kronologi kecelakaan pesawat nahas yang terbang dari Jakarta menuju Pangkal Pinang setahun lalu.

"Pada 29 Oktober 2018, pukul 06.32 WIB, pesawat Boeing 737-8 MAX registrasi PK-LQP yang dioperasikan oleh Lion Air dengan nomor penerbangan LNI 610 dalam penerbangan dari Bandara Soekarno Hatta Jakarta menuju Depati Amir Pangkal Pinang," ujar Ketua KNKT Soerjanto Tjahjono di kantornya, Jumat, 25 Oktober 2019.

Soerjanto mengatakan pesawat hilang dari layar radar pengatur lalu-lintas udara setelah pilot melaporkan adanya beberapa gangguan. Gangguan itu terjadi pada kendali pesawat, indikator ketinggian, dan indikator kecepatan.

Tiga hari sebelum kecelakaan terjadi, yaitu pada 26 Oktober 2019, Soerjanto mengatakan Lion Air telah mendeteksi adanya gangguan. Ia mengatakan gangguan indikator kecepatan dan ketinggian di pesawat JT 610 terdeteksi dalam penerbangan dari Tianjin, Cina ke Manado.

Kerusakan terjadi berulang hingga 28 Oktober 2019. Menurut Soerjanto, Lion Air kala itu telah melakukan perbaikan. Adapun malam sebelum kecelakaan, yakni pada 28 Oktober 2018, Lion Air mengganti angle of attack (AOA) pada sensor kiri. AOA kala itu diperbaiki di Denpasar, Bali.

"AOA sensor kiri yang dipasang mengalami deviasi sebesar 21 derahat yang tidak terdeteksi pada saat diuji setelah dipasang," tuturnya. Deviasi ini mengakibatkan perbedaan penunjukan ketinggian dan kecepatan antara instrumen kiri dan kanan di cockpit.

Ketidasesuaian itu juga berkontribusi mengaktifkan stick shaker dan Maneuvering Characteristics Augmentation System (MCAS) pada penerbangan dari Denpasar ke Jakarta.

Dalam penerbangan dari Denpasar ke Jakarta, pilot berhasil menghentikan MCAS dengan memindahkan stab strim ke posisi mati atau cut out. Setelah mendarat di Jakarta, pilot melaporkan kerusakan yang terjadi. Namun kala itu, pilot tidak melaporkan stick shaker dan pemindahan stab strim ke posisi mati. Sementara itu, lampu peringatan AOA Disagree juga tidak tersedia sehingga pilot tidak melaporkannya.

"Masalah yang dilaporkan ini hanya dapat diperbaiki menggunakan prosedur perbaikan AOA Disagree," ucapnya.

Pada pagi harinya, yakni 29 Oktober 2018, pesawat yang dioperasikan oleh dua pilot dari Jakarta ke Pangkal Pinang kembali mengalami gangguan. Flight data recorder kala itu merekam kerusakan yang sama, yang terjadi pada penerbangan ini.

Belum 10 menit terbang, pilot terekam melakukan beberapa prosedur non-normal. Kepala Sub-bidang Komite Penerbangan KNKT Nurcahyo Utomo mengatakan pilot terdeteksi melakukan pengaktifan MCAS berulang-ulang. Pilot juga melakukan komunikasi dengan air traffic controller atau ATC selama beberapa kali untuk melaporkan kesulitannya dalam mengendalikan pesawat.

Karena ketidakmampuan pilot mengendalikan laju pesawat, pesawat lalu jatuh di perairan Karawang, Jawa Barat. Dalam kejadian itu, setidaknya 180 penumpang dan awak tewas.

KNKT menemukan adanya sembilan poin yang berkontribusi menyebabkan kecelakaan terjadi. Beberapa di antaranya adalah kesalahan desain MCAS Boeing yang mengandalkan satu sensor. Desain ini rentan terhadap gangguan.

Selanjutnya, pilot uga mengalami kesulitan melakukan respons yang tepat terhadap pergerakan MCAS karena tidak ada petunjuk dalam buku panduan dan pelatihan. Kemudian, KNKT menemukan bahwa indikator AOA Disagree tidak tersedia di pesawat Boeing 737-8 Max 8 PK-LQP.

"Ini mengakibatkan informasi AOA Disagree tidak muncul pada saat penerbangan dengan penunjukan sudut AOA yang berbeda antara kiri dan kanan," ujarnya. Karenanya, perbedaan ini tidak dapat dicatatkan oleh pilot sehingga teknisi tidak dapat mengidentifikasi kerusakan AOA sensor.

Reuters dan Francisca Christy Rosana berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Pilihan editor Terungkap SPBU Curang Kurangi Takaran di Yogyakarta, Gunakan 'Tuyul'?

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus