Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati berbicara soal rendahnya penetrasi industri asuransi di Indonesia yang dihitung dari persentase premi terhadap PDB. Menurut dia, salah satu penyebabnya adalah terbatasnya kemampuan industri untuk mengumpulkan permodalan.
"Asuransi itu sangat capital intensive," kata Sri Mulyani dalam rapat kerja bersama Komisi Keuangan DPR untuk membahas Protokol ke-7 jasa keuangan AFAS (ASEAN Framework Agreement on Services) di Jakarta, Senin, 5 Oktober 2020.
Sebelumnya, Otoritas Jasa keuangan (OJK) mencatat hingga 2020, penetrasi industri asuransi Indonesia masih di bawah 4 persen, kalah dari negara di ASEAN lain seperti Singapura yang sudah 6 sampai 7 persen.
Secara produk, angka bisa lebih kecil lagi. Per Juli 2020, OJK mencatat tingkat penetrasi asuransi jiwa misalnya, masih sebesar 1,1 persen.
Sri Mulyani mengatakan semenjak krisis ekonomi 1997/1998, industri keuangan Indonesia sudah terbuka dengan modal asing. Bahkan, sebelum protokol AFAS ini diratifikasi bertahap sejak 1997.
Saat ini pun, kepemilikan asing diizinkan hingga 80 persen di industri jasa asuransi umum, baik konvensional maupun syariah. Ini sudah diatur dalam UU Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian dan PP Nomor 3 Tahun 2020 tentang Kepemilikan Asing pada Perusahaan Asuransi. "Kita sudah terbuka," kata Sri Mulyani.
Menurut dia, Indonesia sebagai negara berpendapatan menengah tentu akan melahirkan permintaan terhadap jasa keuangan. Masalahnya, industri dalam negeri masih perlu dibangun, baik dari sisi permodalan maupun kemampuan teknologi.
Cara yang ditempuh di negara lain ada dua: mengundang modal asing dan meningkatkan kapasitas teknologi dan cara kerja industri. Dalam pembahasan selama ini, pelaku industri pun sudah mengakui adanya keterbatasan permodalan ini.
Maka, masalah-masalah inilah yang akan terus dibicarakan Sri Mulyani di tingkat ASEAN. Di saat yang bersamaan, ia menilai Indonesia perlu meratifikasi Protokol ke-7 Jasa Keuangan AFAS ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Beberapa manfaat itu di antaranya meningkatkan akumulasi modal untuk pengembangan industri asuransi umum syariah, mendorong alih teknologi untuk peningkatan kualitas SDM dan inovasi produk, hingga membuka kontribusi bagi penyedia jasa keuangan Indonesia untuk mengakses industri jasa keuangan ASEAN.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
FAJAR PEBRIANTO
Baca juga: Sri Mulyani Sebut Alasan Protokol ke-7 AFAS Perlu Diratifikasi