Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Tolak Tiket Pulau Komodo Rp 3,75 Juta, Warga NTT: Selain Sangat Mahal, Melanggengkan Monopoli

Forum Masyarakat Penyelamat Pariwisata (Formapp) Manggarai Barat menolak rencana kenaikan tiket menjadi Rp 3.750.000 dan berbagai praktik monopoli bisnis berbasis korporasi di Taman Nasional Komodo.

18 Juli 2022 | 14.32 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Forum Masyarakat Penyelamat Pariwisata (Formapp) Manggarai Barat atas nama warga Nusa Tenggara Timur (NTT) menolak rencana kenaikan harga tiket masuk ke Taman Nasional Komodo menjadi Rp 3.750.000 per orang. Tak hanya kenaikan harga tiket, warga juga menolak berbagai praktik monopoli bisnis berbasis korporasi di taman nasional tersebut.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Formapp Manggarai Barat menilai kebijakan ini dilakukan secara mendadak mulai 1 Agustus 2022. Pemerintah menetapkan entrance-fee ke kawasan TN Komodo menjadi Rp 3,75 juta per orang untuk periode satu tahun. Skema ini juga diterapkan secara kolektif dengan Rp 15 juta untuk empat orang per tahun.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Selain itu, Formapp Manggarai Barat mengatakan kebijakan ini menempatkan PT Flobamora sebagai pengelola tunggal melalui paket wisata bernama Experimentalist Valuing Environment (EVE) untuk Pulau Komodo dan Pulau Padar serta perairan di sekitarnya.

Dana Rp 15 juta melalui paket wisata EVE ini akan diolokasikan untuk berbagai kepentingan, yaitu Rp 2 juta Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) ke pemerintah, khususnya Balai TN Komodo, Rp 200.000 Pendapatan Asli Daerah (PAD) ke Pemprov dan Pemkab, Rp 100.000 biaya Asuransi, Rp 7,1 juta dana konservasi, Rp 5,435 juta fee (upah) PT Flobamor, dan Rp 165.000 biaya pajak.

Formapp Manggarai Barat mengatakan kebijakan tersebut membawa agenda konservasi. Padahal sebenarnya yang terjadi adalah sederetan pembangunan dalam kawasan tanam nasional tersebut telah membahayakan konservasi dan ekonomi masyarakat lokal. 

“Dalam empat tahun belakangan ini, warga terus mendesak Pemerintah untuk mencabut izin-izin perusahaan swasta dalam kawasan TNK (PT SKL di Pulau Rinca, PT KWE di Pulau Padar & Komodo dan PT Synergindo Niagatama di Pulau Tatawa),” seperti dikutip dari pernyataan tertulis Formapp Manggarai Barat yang diterima, Senin, 18 Juli 2022.

Selain itu, warga Kampung Komodo juga memprotes keras rencana pemindahan mereka pada 2019 dalam rangka menjadikan Pulau tersebut sebagai destinasi pariwisata eksklusif. Hingga sekarang, protes publik telah mendapatkan perhatian dari lembaga internasional UNESCO dengan melakukan kunjungan lapangan (reactive monitoring) beberapa waktu lalu.

Menurut Formapp, kebijakan ini sangat merugikan masyarakat lokal Kabupaten Manggarai Barat dan masyarakat Nusa Tenggata Barat (NTT) secara umum yang selama ini hidup dari sektor pariwisata. Peningkatan harga tiket secara drastis menjadi sangat mahal juga berpotensi menurunkan minat jumlah wisatawan yang datang ke Flores NTT.

Disertai dengan pembangunan resor-resor ekslusif di dalam Kawasan konservasi, pengunjung yang terbatas dan ekslusif itu dicaplok oleh perusahaan-perusahaan yang sudah diberi izin beroperasi di dalam Kawasan Taman Nasional. “Kebijakan ini mematikan mata pencaharian masyarakat yang umumnya berskala kecil dan menengah,” katanya.

Selain itu, waktu penetapan kebijakan yang terjadi langsung setelah pandemi yaitu pada saat ekonomi pariwisata baru perlahan-lahan hidup kembali sangat disesalkan. Sebab, pemberlakuan kebijakan akan memukul masyarakat pelaku pariwisata dan menghambat pemulihan ekonomi pasca-pandemi pada umumnya karena sejumlah wisatawan akan membatalkan kunjungan mereka ketika mendengar informasi kenaikan tiket ini.

Selain meminggirkan warga lokal, Formapp mengatakan kebijakan ini juga merupakan praktik monopoli bisnis pariwisata. Skema ini memposisikan PT Flobamora dan para mitra bisnisnya menjadi penguasa atas pariwisata di Pulau Komodo dan Pulau Padar.

Kunjungan berbasis kuota yang dikuasi oleh PT ini sangat berpontesi merugikan para pelaku pariwisata setempat karena akan menimbulkan persaingan yang tidak sehat. “Penerapan kuota yang disetai dengan digitalisasi atau registrasi online otomatis hanya akan menguntungkan PT Flobamora yang sudah tentu menguasai sistem ini dari hulu hingga hilir,” katanya.

Menurut Formapp Mabar, keuntungan yang diambil oleh PT Flobamora ini juga bombastis, yaitu Rp. 5.435.000 per 4 pengunjung. Dengan total target 292.000 pengunjung per tahun, maka perusahaan itu ini akan meraup dana Rp 396.755.000.000 dari tiket masuk.
 
Formapp juga menuding Kementerian Lingkungan Hidup dan Kebutanan (KLHK) telah menciptakan hoaks, yaitu penyebab rusaknya konservasi di TN Komodo adalah warga lokal. Padahal yang benar, menurut Formapp, adalah kerusakan ekosistem secara masif di TN Komodo disebabkan oleh pembangunan infrastruktur dalam skala besar. Pembangunan ini dilakukan baik oleh pemerintah maupun yang akan dilakukan oleh perusahaan-perusahaan swasta yang telah mengantongi izin untuk membangun resor-resor eksklusif.

Pemberlakukan tiket seperti ini juga disebut menyebabkan ketidakadilan bagi wisatawan yang ingin menikmati TN Komodo sebagai situs warisan dunia. “Perlu dicatat bahwa berwisata ke TN Komodo merupakan hak banyak orang yang ingin menikmati kekayaan pengatahuan dan kebudayaan dari cagar alam men and biosfer tersebut,” kata Formapp Manggarai Barat.
 
Formapp Manggarai Barat pun mendesak Presiden untuk membatalkan pemberlakuan kenaikan tiket 3,75 juta pada Agustus mendatang dan seluruh praktik monopoli bisnis di Taman Nasional Komodo. “Kami juga menolak sistem registrasi online yang melanggengkan monopoli itu,” tulis Formapp Manggarai Barat dalam keterangannya.

Mereka juga mendesak pemerintah untuk mencabut semua izin perusahaan-perusahaan baik Peruahaan swasta maupun perusahaan milik negara yang telah mengantongi izin usaha pariwisata di dalam kawasan TN Komodo. Selain membahayakan konservasi, kehadiran perusahaan-perusahaan ini juga dinilai menciptakan monopoli bisnis pariwisata di kawasan TN Komodo yang meminggirkan warga lokal.

Oleh karena itu, pemerintah diminta duduk bersama masyarakat untuk mengevaluasi segala bentuk rancangan pembangunan atas TN Komodo serta membuka semua informasi kepada publik.

Jika mendorong konservasi di TN Komodo serta menciptakan kesejahteraan bagi warga lokal, Formapp Manggarai Barat mendesak pemerintah untuk mengalokasikan anggaran yang besar untuk mendorong kinerja Balai Taman Nasional Komodo sebagai penjaga konservasi, serta mendorong keterlibatan masyarakat sebagai pelaku aktif konservasi dan wisata komunitas.

Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.

Eka Yudha Saputra

Eka Yudha Saputra

Alumnus Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia. Bergabung dengan Tempo sejak 2018. Anggota Aliansi Jurnalis Independen ini meliput isu hukum, politik nasional, dan internasional

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus