Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Bangka Belitung merupakan daerah yang kaya akan makanan tradisional, salah satunya martabak bangka. Martabak sendiri merupakan makanan yang disukai masyarakat dari beraneka ragam makanan yang ada di Indonesia.
Martabak memiliki cita rasa manis dengan tekstur yang legit. Martabak berbahan dasar tepung terigu, telur, dan gula pasir. Martabak dimasak di dalam loyang khusus yang terbuat dari besi baja tebal. Kemudian ditaburi wijen dan diolesi dengan mentega agar rasanya lebih gurih dan nikmat.
Dikutip dari jurnal "ANALISIS BIAYA MARTABAK GUNA MENINGKATKAN USAHA MARTABAK (PENELITIAN PADA MARTABAK SURABAYA), martabak bangka bernama asli hak lo pan, yang berarti kue orang Hak Lo. Kuliner khas Bangka ini diciptakan oleh keturunan Tionghoa di kepulauan Bangka Belitung yang berasal dari suku Hakka atau Khek. Selain itu, martabak bangka merupakan satu satunya makanan orang suku Hakka (khek) yang memakai nama suku Hoklo.
Dirangkum dari buku "Makanan Tradisional Masyarakat Bangka Belitung" oleh Dwi Setiati, martabak Bangka juga dikenal sebagai Panekuk atau Pande Coek yang berarti kue dimasak dalam belanga atau kue tabok. Istilah ini diambil dari kalangan melayu Bangka dan orang Belanda. Hal ini disebabkan setelah matang martabak ditekuk dan dipotong-potong sesuai kebutuhan.
Martabak Bangka menampilkan jejak budaya Cina yang berlangsung di Bangka. Namun demikian, kue ini tidak hanya dinikmati kalangan orang Cina saja, melainkan seluruh kelompok masyarakat yang ada di Bangka.
Pada awalnya, isi martabak bangka hanya berupa wijen sangrai. Namun seiring zaman, isi martabak menjadi lebih bervariasi sesuai dengan selera makan masyarakat. Misalnya memiliki isian keju parut, potongan pisang, selai strawberry, coklat Toblerone, red velvet, green tea, dan lebih banyak lagi.
Dilansir dari elib.unikom.ac.id, seperti disebutkan Elvian Akhmad, budayawan provinsi Bangka belitung, martabak bangka pertama kali dibuat oleh suku imigran Tionghoa yang didatangkan oleh VOC ke Indonesia. Melalui izin Sultan Mahmud badaruddin, mereka didatangkan ketika Tiongkok sedang mengalami perang akibat peralihan dinasti Ming (Han) dan Ching (Mongol).
Tepatnya dari daerah Guangdong, orang Tionghoa didatangkan untuk mengatasi eksploitasi timah di pulau Bangka, sekaligus dijadikan kuli tambang timah pada masa itu. Sayangnya, imigran Tiongkok tersebut hanya dibayar murah sehingga banyak diantaranya terlilit hutang. Bahkan tidak dapat kembali ke tanah air mereka.
Alhasil, untuk menutupi kekurangannya, imigran Tiongkok dari suku Hokkian atau khek memanfaatkan gandum yang banyak tersedia. Mereka pun membuat kue dengan tekstur kenyal, legit dan tebal yang dipanggang diatas loyang. Kala itu, makanan ini dijadikan sebagai makanan pokok pengganti untuk kalangan kuli tambang. Makanan inilah yang kemudian kita kenal sebagai martabak.
Disebutkan juga, martabak pada awalnya bukanlah makanan suku Hok lo. Martabak sendiri dibuat suku Hokkian atau khek tanpa ada campur tangan dari suku Hok lo. Namun, tingkat strata suku Hok lo lebih tinggi dari suku lainnya yang ada di Bangka di masa itu. Suku Hokkian atau khek pun memanfaatkan status sosial tersebut untuk menaikan strata martabak agar populer.
Setelahnya, martabak bangka mulai menyebar ke ke seluruh Indonesia. Tak jarang, ada yang menyebut martabak bangka sering disebut martabak Bandung. Hal ini disebabkan martabak dikenal luas dan pertama dijual belikan di daerah Bandung.
Pilihan editor: Demi Film Ramon Y Tungka Belajar Bikin Martabak Bangka
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini