Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Buntut Dokter Terawan, Wacana Evaluasi IDI dan Praktek Dokter di UU Kesehatan

Pasca kontroversi pemecatan dokter Terawan, beredar wacana agar pemerintah bakal mengatur tentang praktek dokter sesuai denga UU Kesehatan.

2 April 2022 | 12.23 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto saat tiba untuk pertemuan di Kantor PB Ikatan Dokter Indonesia, Jakarta, Rabu, 30 September 2019. Kunjungan ini turut dihadiri mitra kerja Kemenkes dari berbagai institusi dan lembaga. TEMPO/Muhammad Hidayat

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta -Kasus pemecatan mantan Menteri Kesehatan atau Menkes dokter Terawan Agus Putranto dari IDI berujung pada wacana evaluasi organisasi profesi tersebut.

Bahkan mencuat ide agar pemerintah bakal mengatur tentang praktek dokter sesuai dengan UU Kesehatan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dikutip dari Antaranews.com, Menteri hukum dan Hak Asasi Manusia, Yasonna H Laoly beranggapan perlunya undang-undang untuk menegaskan izin praktik dokter pada ranah pemerintah yaitu Kemenkes.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Yasonna menilai IDI semestinya berfokus pada peningkatan dan penguatan sumber daya manusia dalam negeri di bidang kesehatan. Makanya perlu revisi pada UU praktik Kedokteran juga UU Pendidikan Kedokteran.

Dikutip dari www.dinkes.jogjaprov.go.id, praktik kedokteran hanya boleh dilakukan pihak profesional dan kompetensi kedokteran. Untuk praktik Kedokteran yang mengatur praktik, perlindungan pasien, meningkatkan mutu pelayanan medis serta kepastian hukum kepada masyarakat dan dokter itu diatur dalam Undang-Undang No 29 tahun 2004.

Pada Undang-Undang tersebut mengatur syarat bisa berpraktik kedokteran, dengan wajib pupnya sertifikat kompetensi kedokteran yang diperoleh dari Kolegium selain ijasah dokter yang telah dimilikinya.

Lalu wajib punya Surat Tanda Registrasi dari Konsil Kedokteran Indonesia serta dapat Surat ijin Praktik dari Dinas Kesehatan Kota / Kabupaten. Bukan sekedar administrasi tetapi juga wajib mengucapkan sumpah dokter, serta mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika profesi.

Undang-Undang No 29/2004 turut mengatur soal organisasi Konsil Kedokteran, Standar Pendidikan Profesi Kedokteran serta Pendidikan dan Pelatihannya, juga proses registrasi tenaga dokter.

Untuk bagian perijinan praktik kedokteran, Undang-Undang No 29/2004 mengatur syarat memperoleh SIP (memiliki STR, tempat praktik dan rekomendasi organisasi profesi), batas maksimal 3 tempat praktik, serta keharusan memasang papan praktik atau mencantumkan namanya di daftar dokter bila di rumah sakit.

Selanjutnya: Dalam aturan tentang pelaksanaan praktik diatur agar...


Dalam aturan tentang pelaksanaan praktik diatur agar dokter memberitahu apabila berhalangan atau memperoleh pengganti yang juga memiliki SIP, keharusan memenuhi standar pelayanan, memenuhi aturan tentang persetujuan tindakan medis, memenuhi ketentuan tentang pembuatan rekam medis, menjaga rahasia kedokteran, serta mengendalikan mutu dan biaya.

Pada bagian ini Undang-Undang juga mengatur tentang hak dan kewajiban dokter dan pasien. Salah satu hak dokter yang penting adalah memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional, sedangkan hak pasien yang terpenting adalah hak memperoleh penjelasan tentang penyakit, tindakan medis, manfaat, risiko, komplikasi dan prognosisnya dan serta hak untuk menyetujui atau menolak tindakan medis.

Pada bagian berikutnya Undang-Undang No 29/2004 mengatur tentang disiplin profesi. Undang-Undang mendirikan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia yang bertugas menerima pengaduan, memeriksa dan memutuskan kasus pelanggaran disiplin dokter. Sanksi yang diberikan oleh MKDKI adalah berupa peringatan tertulis, rekomendasi pencabutan STR dan/atau SIP, dan kewajiban mengikuti pendidikan dan pelatihan tertentu.

Bahkan UU itu berbunyi bahwa sanksi pidana bagi mereka yang berpraktik tanpa STR dan atau SIP, mereka yang bukan dokter tetapi bersikap atau bertindak seolah-olah dokter, dokter yang berpraktik tanpa membuat rekam medis, tidak memasang papan praktik atau tidak memenuhi kewajiban dokter. Pidana lebih berat diancamkan kepada mereka yang mempekerjakan dokter yang tidak memiliki STR dan/atau SIP.

Dalam proses pemberian sanksi (profesi atau administratif) dengan tujuan penjeraan, bisa pula tanpa pemberian sanksi namun memberlakukan koreksi atas faktor-faktor yang berkontribusi sebagai penyebab kalau terjadinya "kasus".

Penyelesaian secara profesi umumnya lebih bersifat audit klinis, juga bisa dilakukan di tingkat institusi kesehatan setempat (misalnya berupa Rapat Komite Medis, konferensi kematian, presentasi kasus, audit klinis terstruktur, proses lanjutan dalam incident report system, dll), serta di tingkat yang lebih tinggi (misalnya dalam sidang Dewan Etik Perhimpunan Spesialis, MKEK, Makersi, MDTK, dll).

Bila putusan MKEK sudah menyatakan pihak medis telah melaksanakan profesi sesuai dengan standar dan tidak melakukan pelanggaran etik, maka putusan itu bisa digunakan oleh pihak medis sebagai bahan pembelaan. Demikian ihwal mekanisme sanksi profesi sehubungan kasus pemecatan dokter Terawan oleh IDI.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus