Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

PDSI Bantah Tandingi IDI, Tapi Akui Resah dengan Kasus Terawan

Ketua PDSI Jajang Edy Prayitno menampik bahwa organisasi yang didirikannya bertujuan untuk menandingi Ikatan Dokter Indonesia.

28 April 2022 | 02.40 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Adib Khumaidi (tengah), Ketua Majelis Kehormatan Etik Kedokteran Ikatan Dokter Indonesia (MKEK IDI) Djoko Widyarto JS (kanan) saat mengikuti rapat dengar pendapat umum dengan Komisi IX DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin, 4 April 2022. Rapat juga membahas penjelasan tentang tugas pokok dan fungsi Ikatan Dokter Indonesia (IDI) sebagai organisasi profesi kedokteran di Indonesia. TEMPO/M Taufan Rengganis

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Perkumpulan Dokter Seluruh Indonesia (PDSI), Jajang Edy Prayitno menampik bahwa organisasi yang didirikannya bertujuan untuk menandingi Ikatan Dokter Indonesia.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

IDI adalah satu-satunya organisasi profesi dokter yang bersifat nasional dan independen seperti yang termaktub dalam Undang-Undang Praktik Kedokteran Nomor 29 tahun 2004.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Kami enggak merasa bersaing (dengan IDI)," ujar Jajang saat dihubungi Tempo, Rabu, 27 April 2022.

Ia menyebut, latar belakang PDSI dibentuk salah satunya akibat situasi yang membuat gaduh insan kesehatan akhir-akhir ini, salah satunya kasus pemberhentian Eks Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto dari keanggotaan IDI.

"Kami membentuk PDSI sesuai amanah Pasal 28 UUD 45 tentang kebebasan berserikat dan berkumpul, akibat situasi akhir-akhir ini yang membuat gaduh insan kesehatan. Iya (salah satunya kegaduhan Terawan Vs IDI)," tuturnya.

Eks Staf Khusus Terawan ini menyebut, guna menjawab keresahan itu, PDSI datang dengan membawa visi menjadi pelopor reformasi kedokteran Indonesia.

PDSI juga mengusung tiga misi, yakni; mengayomi dokter dengan bersinergi bersama rakyat dan pemerintah dengan membentuk organisasi yang profesional; meningkatkan taraf kesehatan rakyat Indonesia dan kesejahteraan anggota; dan mendorong inovasi anak bangsa di bidang kesehatan berwawasan Indonesia untuk dunia.

Jajang mengatakan, PDSI membuka pintu bagi Terawan untuk bergabung setelah diberhentikan IDI. PDSI sesuai visi misinya, kata dia, akan mendukung berbagai inovasi yang dilakukan Terawan, salah satunya mendukung dan memfasilitasi penelitian terapi 'cuci otak' ala Terawan.

"PDSI akan memfasilitasi penelitian lanjutan dari (Digital Subtraction Angiography) agar sempurna sehingga jadi terapi gold standart untuk kasus-kasus stroke," tuturnya. Tapi tetap saja, PDSI tidak memiliki kewenangan mengeluarkan rekomendasi izin praktik dokter.

Sampai saat ini, organisasi profesi yang memiliki kewenangan tersebut hanya IDI. Izin praktik Terawan masih berlaku sampai 5 Agustus 2023. Setelah itu, ia butuh rekomendasi IDI untuk memperpanjang izin. Ihwal hal tersebut, Jajang meyakini DPR akan segera merevisi Undang-Undang Praktik Kedokteran sebagaimana yang belakangan digaungkan untuk mengevaluasi IDI.

"Kita tunggu saja, rencana komisi IX untuk merevisi UUPK dalam waktu dekat," ujar dia.

Hasil Muktamar Ke-31 IDI di Banda Aceh, bulan lalu memutuskan pemberhentian tetap Terawan sebagai anggota. Keputusan itu diambil oleh PB IDI setelah pengurus mendapat rekomendasi dari Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) IDI. Terawan dipecat karena dianggap melakukan pelanggaran etika berat.

Ketua IDI Adib Khumaidi enggan membuka pelanggaran etik yang dilakukan Terawan, karena hal tersebut dianggap persoalan internal. Ia sebelumnya hanya membenarkan bahwa pemberhentian Terawan tersebut merupakan kelanjutan eksekusi sanksi terhadap Terawan sejak Muktamar IDI di Samarinda pada 2018 lalu.

Pada 2018, MKEK menjatuhkan sanksi etik kepada Terawan. Ketika itu, Terawan dinyatakan terbukti melanggar etik karena melakukan terapi pasien stroke dengan metode intra arterial heparin flushing (IAHF) atau metode cuci otak. Menurut berbagai pakar IDI dan hasil investigasi Satuan Tugas Kementerian Kesehatan, metode itu tidak memiliki bukti ilmiah, sehingga terapi untuk pasien melanggar etik kedokteran.

Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Adib Khumaidi menawarkan kepada Terawan untuk kembali menjadi anggota IDI dengan sejumlah syarat dan prosedur.

"Kami sampaikan, masih ada ruang. Kalau beliau berkenan untuk menjadi anggota kembali, kami akan buatkan forum secara internal. Pemberhentian tetap itu tidak diartikan seumur hidup," ujar Adib seperti yang disiarkan di kanal YouTube Jenderal TNI Andika Perkasa, Senin, 25 April 2022.

Namun, sampai saat ini belum terdengar respons lanjutan dari Terawan. Tempo mencoba menghubungi Terawan, namun pesan dan telepon tidak mendapat respons. Lewat stafnya bulan lalu, Terawan mengaku pasrah saja dengan keputusan IDI itu. Namun belakangan, orang dekatnya membuat organisasi baru.

DEWI NURITA

 

Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus